KEPOLISIAN Daerah (Polda) Sulawesi Tengah, mencatat ada 11 kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di provinsi itu. Penyebabnya karena pembukaan lahan perkebunan baru.
Wakapolda Sulteng, Brigjen Soeseno Noerhandoko mengatakan, dari 11 kasus karhutla itu lima di antaranya terjadi di wilayah Kabupaten Banggai dan enam lainnya terjadi di Kabupaten Poso.
“Dan karhutla ini terjadi karena didominasi adanya pembukaan lahan pertanian baru dan diperparah dengan cuaca panas ekstrem,” terangnya seusai menggelar apel siaga penanggulangan karhutla yang melibatkan pelbagai unsur di Palu, Selasa (12/9).
Baca juga : Karhutla di Pulau Palue Meluas, 45 Lumbung Milik Petani terbakar
Menurut Soeseno, karhutla sangatlah merugikan semua pihak. Tidak hanya merusak ekosistem. Namun lebih dari itu karhutla berdampak pada kesehatan dan perekonomian negara.
Baca juga : Kekeringan Ekstrem, Pantura Jateng Waspada Karhutla
Oleh karena itu, karhutla menjadi tanggung jawab semua pihak tanpa terkecuali dan koordinasi serta kolaboratif antar instansi sangat diperlukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya karhutla.
“Sehingga apel siaga yang hari ini (kemarin,red) digelar melibatkan unsur TNI, Polri, BPBD, Basarnas, Dinas Kehutanan, Dinas Pemadam Kebakaran, dan mitra Kamtibmas,” tegasnya.
Soeseno menjelaskan, undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH) pembukaan lahan dengan cara membakar hutan secara tegas dilarang.
Seperti dalam UUPLH pasal 69 ayat (1) huruf h yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
“Namun demikian ketentuan ini tetap memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing,” ungkapnya.
Untuk mencegah karhutla tidak terjadi lagi, lanjut Soeseno, ada lima poin penting yang disepakati pelbagai unsur melalui apel siaga karhutla untuk dilakukan.
Pertama, semua pihak diminta saling mendukung untuk memberikan pemahaman dan peringatan bagi masyarakat sekitar kawasan hutan untuk tidak membakar sampah, rumput, ataupun puing-puing karena pembakaran dapat memicu karhutla yang tidak disengaja, kedua deteksi dini titik api dengan memonitoring secara rutin, meningkatkan patroli bersama TNI dan seluruh stakeholder serta elemen masyarakat, mengedukasi dan sosialisasi bersama stakeholder terkait, ketiga lakukan tindakan preventif dengan mencegah terjadinya kebakaran hutan terutama di wilayah yang rentan. TNI dan Polri melalui Babinsa dan Bhabinkamtibmas, serta kepala desa harus turut berperan aktif dalam upaya pencegahan kebakaran hutan. “Bila perlu dirikan posko terpadu yang berada di dekat titik rawan karhutla,” sebutnya.
Keempat, respons cepat untuk mengendalikan api sekecil apapun agar tidak membesar, jangan sampai adanya pembiaran, jika personil yang terbukti diketahui adanya pembiaran maka akan ditindak tegas dengan hukuman disiplin.
“Dan kelima tindak tegas siapapun yang melakukan pembakaran hutan dan lahan, berikan sanksi administrasi, perdata, maupun pidana sehingga timbul efek jera,” tandas Soeseno. (Z-8)