08 June 2023, 11:28 WIB

Iluni UI Menggugat Kriminalisasi terhadap Anggotanya, Ibnu Rusyd Elwahby


Bayu Anggoro | Nusantara

DOK/ILUNI UI
 DOK/ILUNI UI
Pengurus Ikatan Alumni Universitas Indonesia menyatakan akan mendampingi seorang anggotanya yang jadi korban kriminalisasi

PADA Juni, bulan kelahiran Pancasila, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) mengajak seluruh komponen bangsa untuk melakukan refleksi secara jujur dan terbuka terhadap penegakan hukum. Apakah penegakan hukum saat ini telah mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam kelima sila dalam Pancasila?

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Iluni UI, Ahmad Fitriant, mempertanyakan
apakah perilaku hukum telah dilandasi sikap kejujuran, dan tidak
menyembunyikan kebenaran. "Masih adakah keberanian kita untuk bersuara
lantang menolak dan melawan perilak semena-mena yang merampas hak dan kebebasan warga negara? Lalu, apakah aparatur hukum kita benar-benar sudah bersikap lurus, berdiri adil tanpa diskriminasi, serta bertindak
independen tanpa kepentingan apa pun kecuali berkomitmen kepada
kebenaran, kemanusiaan dan keadilan itu sendiri," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (8/6).

Ketika realitas pelaksanaan masih jauh dari dari harapan dan nilai-nilai kepancasilaan itu sendiri, menurutnya, Iluni UI dan setiap alumni UI berhutang untuk bersama-sama memperbaiki pekerjaan rumah yang belum selesai tersebut sebagai wujud pelaksanaan tiga prinsip yang dianut UI dalam moto yang bermakna kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Selain itu juga sebagai bagian dari upaya tak henti menuntaskan amanat reformasi yang belum selesai.


Rentan

 

Suara perlawanan terhadap ketidakadilan itu dilontarkan Iluni UI terakit kasus hukum yang menimpa salah seorang Alumni Fakultas Teknik UI, Ibnu Rusyd Elwahby. "Iluni UI mencatat beberapa poin yang perlu disampaikan ke hadapan publik agar dapat menjadi pengingat bagi pihak-pihak terkait, dan sekaligus lonceng untuk membangunkan seluruh pemegang kepentingan untuk menjaga dalam proses penegakan hukum
yang sering rentan untuk dibelokkan dari relnya," kata Fitriant.

Pertama, pihaknya sangat mengapresiasi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah membebaskan Ibnu Rusyd Elwahby dari seluruh dakwaan dan tuntutan yang dianggap tidak terbukti karena perbuatannya bukan tindak pidana.

"Sebaliknya Iluni UI menentang pemaksaan instrumen pidana dalam kasus
murni perdata sebagai bentuk kesewenang-wenangan hukum yang tidak boleh terjadi," katanya.

Menurutnya, putusan Kasasi dalam perkara Ibnu Rusyd tersebut
bertentangan dengan upaya Mahkamah Agung dengan banyaknya putusan
Mahkamah Agung RI terdahulu yang secara konsisten berpendapat bahwa
perkara dengan muatan perdata seharusnya tidak dapat dijatuhi pidana.

"Kedua, penerapan pasal pidana pencucian uang bagi perkara dengan
konteks keperdataan yang sangat kental, tidaklah sesuai dengan tujuan
pembentukan undang-undang itu sendiri. Instrumen pidana pencucian uang
seyogyanya diberlakukan bagi kejahatan yang merugikan banyak orang,
dengan akibat yang berdampak luas terhadap sistem keuangan dan
perekonomian negara," katanya.

Sementara kasus ini hanya melibatkan antar-korporasi dan beberapa
individu di dalamnya, yang sama sekali tidak berhubungan dengan
kepentingan negara dan menimbulkan kerugian masyarakat, bahkan tidak
terbukti tuduhan penipuan sebagai pidana asalnya (predicate crime).


Kasasi

 

Oleh karena itu, ILUNI UI mempertanyakan logika dan alasan hukum putusan Kasasi yang menghukum Saudara Ibnu Rusyd dengan pasal pidana pencucian uang dengan hukuman penjara maksimal 13 tahun.

"Bila pandangan tersebut dibenarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan dan ketidakpastian bagi dunia usaha dan investasi, karena siapa pun pelaku usahanya, sewaktu-waktu dapat diancam dengan tindak pidana yang sama," kata Fitriant.

Ketiga, ILUNI UI sangat mengapresiasi upaya Mahkamah Agung dalam mempercepat penanganan perkara dengan menerbitkan kebijakan insentif bagi penyelesaian kasus yang tepat waktu yang sesuai dengan tingkat urgensi perkara.

Dalam kasus ini, menurutnya kasasi diputus dalam waktu yang cepat, yaitu dalam waktu 19 hari. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak Hakim Agung yang menghadapi tumpukan perkara hingga menyebabkan lamanya
putusan.

"Kami mempertanyakan bagaimana Majelis Hakim Kasasi mampu mempelajari
berkas perkara ini namun dengan putusan yang sangat bertolak belakang
dalam waktu yang begitu cepatnya dibandingkan dengan kasus-kasus lain
pada umumnya. Padahal perkara Saudara Ibnu bukan perkara prioritas yang
mesti diputus cepat," katanya.

Melihat penanganan perkara dan membaca petikan putusan kasasi yang
mengandung banyak catatan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, ILUNI
UI perlu mengambil sikap dengan tetap menghormati dan menjunjung tinggi
azas-azas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), independensi peradilan dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).


Ketidakadilan

 

"ILUNI UI menyampaikan hal-hal sebagai berikut, Tim Advokasi Hukum dari
Fakultas Hukum UI akan mengawal, mendampingi dan memberikan bantuan
hukum yang diperlukan oleh Saudara Ibnu Rusyd untuk memperjuangkan
keadilan, termasuk melakukan eksaminasi terhadap prosedur penanganan perkara serta materi putusan kasasi, pendampingan dalam upaya hukum Peninjauan Kembali, dan advokasi lainnya yang dianggap perlu ehubungan dengan perkara tersebut," lanjut Fitriant.

Lalu meminta pimpinan Mahkamah Agung RI dan jajarannya untuk memberikan
perhatian yang tidak terbagi, terhadap penanganan perkara pidana yang
sejatinya merupakan sengketa keperdataan dan komersial, untuk sedapat mungkin diselesaikan melalui jalur negosiasi, mediasi, arbitrasi atau penyelesaian sengketa.
 
"Alternatif lainnya dan mencegah upaya memidanakan atau kriminalisasi
orang-orang yang tidak memenuhi unsur pidana demi tujuan di luar hukum," katanya.

Pimpinan lembaga peradilan di setiap tingkatan, lanjut Fitriant, harus memastikan para hakim, panitera dan jurusita di semua tingkatan bertindak profesional, menjaga integritas serta marwah peradilan yang bebas intervensi dan pengaruh apapun, termasuk dalam perkara yang menyangkut Ibnu Rusyd Elwahby.

"Lalu meminta pimpinan Mahkamah Agung RI dan jajarannya untuk turut
melindungi iklim kemudahan berusaha dan penyelesaian terhadap
kontrak-kontrak bisnis. Dalam setiap putusannya, Mahkamah Agung perlu memberikan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat konstruktif dalam penyelesaian kontrak bisnis dan menghindari kriminalisasi terhadap sifat keperdataan dari sebuah kontrak," tandasnya. (N-2)

 

BERITA TERKAIT