10 May 2023, 12:42 WIB

Bencana, Ketahanan Pangan dan Inflasi


Denny Susanto | Nusantara

MI/DENNY SUSANTO
 MI/DENNY SUSANTO
Warga membeli barang kebutuhan pokok dari pasar murah yang digelar Pemprov Kalimantan Selatan

PEMERINTAH Provinsi Kalimantan Selatan melalui Biro Ekonomi beberapa waktu lalu memaparkan keberhasilan menekan tingginya angka inflasi dari 6,99% pada Desember 2022 menjadi 5,47% pada April 2023.

Turun? Iya. Namun, angka inflasi Kalsel ini masih berada di atas inflasi nasional. Bahkan Kabupaten Kotabaru, ibu kota provinsi ini, masih menempati posisi tertinggi inflasi daerah dengan angka 6,75%.

Banyak faktor penyebab tingginya angka inflasi di Provinsi Kalsel ini, baik faktor eksternal berupa kebijakan pemerintah pusat seperti pengendalian subsidi harga BBM yang memicu kenaikan harga di berbagai sektor. Termasuk ketergantungan pasokan kebutuhan pokok dan barang yang 80% dipasok dari luar daerah terutama Pulau Jawa.

Faktor internal yang ikut memicu tingginya inflasi di daerah adalah tingginya intensitas bencana berupa banjir dalam tiga tahun terakhir yang telah berimbas pada penurunan produksi pangan (padi) diikuti kenaikan harga beras di pasaran. Di sisi lain mayoritas masyarakat Kalsel lebih menyukai mengkonsumsi beras lokal jenis siam yang produksinya merosot akibat banjir. Faktor-faktor ini menyebabkan Kalsel sangat rawan inflasi.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kalsel mencatat hampir 100 ribu hektare lahan persawahan di Kalsel tidak bisa ditanami padi akibat kondisi banjir pada awal 2021 lalu. Kondisi ini diperparah cuaca buruk yang terus berlangsung sehingga lahan rawa lebak dan rawa pasang surut terdampak dan tidak bisa ditanam sangat luas.

Seperti diketahui produksi padi Kalsel pada 2022 turun menjadi 883 ribu ton dari rata-rata produksi tahunan yang mencapai 1,1 juta ton. Meski demikian Kalsel masih mengalami surplus produksi sebesar 38 ribu ton.

Tidak sampai disitu, dampak bencana banjir menyebabkan ketahanan pangan Kalsel ikut terancam. Bahkan dialami para petani itu sendiri yang notabene produsen bahan pangan. Ribuan petani tanaman pangan di daerah lahan rawa seperti di Kabupaten Barito Kuala, Banjar dan Hulu Sungai Selatan, mengalami keterpurukan dan rawan pangan karena tidak bisa bercocok tanam.


Partisipasi kurang


Tidak dapat dipungkiri berbagai upaya telah dilakukan pemerintah daerah melalui sektor terkait dalam upaya pengendalian inflasi ini. Di antaranya pasar murah, pembagian sembako gratis, hingga bagi-bagi bibit cabai kepada warga.

Namun kebijakan pengendalian inflasi di daerah ini dinilai kurang efektif, meski pada akhirnya angka inflasi berhasil ditekan. Fakta di lapangan berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut  sejumlah kepala daerah di Kalsel tidak terlibat langsung dalam pengendalian inflasi.

Beberapa peraturan bupati/wali kota tentang penggunaan belanja tidak terduga (BTT) belum ditetapkan, roadmap pengendalian inflasi daerah belum disusun, dan penyerapan anggaran pengendalian inflasi rendah.

Padahal anggaran yang dapat dimanfaatkan untuk program pengendalian inflasi mencapai Rp272 miliar, berupa anggaran Belanja tidak Terduga (BTT) Rp134 milyar dan Dana Transfer Umum (DTU) Rp138 miliar yang tersebar di provinsi dan 13 kabupaten/kota di Kalsel.

Sejatinya dana tersebut harus digunakan oleh pemerintah daerah untuk perlindungan sosial kepada masyarakat yang terdampak akibat kenaikan harga BBM, seperti nelayan, tukang ojek, hingga para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UKM), serta menjaga ketahanan pangan di daerah.

Beberapa akademisi bidang ekonomi menilai penanganan inflasi harus didasarkan pada kajian dan survei komoditas yang menjadi penahan dan pendorong inflasi yang berpengaruh.

Yang harus dikakukan pemerintah daerah dalam hal ini Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) adalah memastikan ketersediaan dan suplai komoditas kebutuhan masyarakat dan lancarnya distribusi sampai ke konsumen (masyarakat). Pengawasan harus memastikan tidak ada penumpukan atau mempermainkan pasokan dan harga.

Tak kalah penting adalah menjaga stabilitas isu sosial, politik, keamanan yang dapat mempengaruhi stabilitas harga di lapangan. (N-2)

BERITA TERKAIT