MIGRANT Care terus bekerja keras mendorong negara anggota ASEAN mampu memberikan perlindungan bagi pekerja migran. Selain itu, mereka berharap Indonesia mampu mendorong upaya penyelesaian konflik politik dari meningkatnya eskalasi kekerasan yang terjadi di Myanmar, karena bisa mempengaruhi keamanan pekerja migran.
Bertolak dari perjuangan itulah, Migran Care selama dua hari, 6-8 Mei, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, menggelar side event KTT ASEAN ke 42/2023 untuk upaya perlindungan pekerja migran, yang selama ini masih terus dimarjinalkan.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menyatakan hingga kini ASEAN masih memarjinalisasi posisi pekerja migran meski keberadaan mereka memiliki peran dan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas manusia baik di negara asal maupun negara tujuan.
Dalam forum diskusi yang disebut akan memperkuat salah satu bahasan dalam KTT Asean ke-42, yang mengangkat Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023, dengan tajuk ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, ASEAN, diharapkan mampu memberi perhatian prioritas pada upaya perlindungan pekerja migran.
KTT ASEAN Ke-42 digelar pada 10-11 Mei 2023. Forum itu akan dihadiri para kepala negara dan pemerintah anggota ASEAN, kecuali Myanmar. Timor Leste berstatus sebagai negara observer sesuai dengan hasil KTT ASEAN ke-40.
Side event Migrant Care menghadirkan 100 peserta, dari unsur kementerian, akademisi, aktifis organisasi masyarakat sipil lokal, regional maupun internasional yang bekerja untuk pekerja migran, pekerja migran dan diaspora Indonesia serta peserta dari negara negara
ASEAN lainnya.
Migran Care perlu mengangkat pentingnya pilar sosial budaya dalam tiga pilar lain terkait politik, keamanan dan ekonomi. Pilar sosial budaya merupakan pilar yang sering dikesampingkan dalam beberapa bahasan, sehingga berimplikasi pada minimnya perhatian pembangunan dan perlindungan masyarakat ASEAN.
"Terutama terkait masyarakat rentan, perempuan, pekerja migran, maupun
kelompok disabilitas," tambah Wahyu Susilo .
Dia paparkan, tidak ada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif di ASEAN, tanpa pengakuan dan perlindungan hak-hak pekerja migran.
Kesepahaman
Sementara Direktur Eksekutif Synergy Policies Jakarta, Hari
Dinna Prapto Raharjo, yang juga merupakan Indonesia Representative for AICHR 2016-2018 menjelaskan pentingnya sustainable community dalam kerangka ASEAN Social.
"Isu migran tidak bisa dilepaskan dari dimensi geopolitik, perkembangan demografi dan Climate Change. Karena itu, harus ada kesepaham antar negara di ASEAN," tandasnya.
Pakar lain, Priyambudi Sulistiyanto menyampaikan ketegangan isu di lingkup ASEAN dalam hal ini Myanmar juga turut mempengaruhi keamanan pekerja migran maupun kegiatan migrasi di lingkup ASEAN.
"Indonesia diharapkan mampu mendorong upaya penyelesaian konflik politik dari meningkatnya eskalasi kekerasan yang terjadi di Myanmar. Harus ada ketegasan sikap ASEAN terhadap Myanmar," tandasnya. (N-2)