KEPALA Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober menjadi momentum untuk menghargai perjuangan ulama dan para santri.
"Santri, ulama, dan pesantren selama ini telah memberikan sumbangsih yang cukup besar tidak hanya mengisi kemerdekaan, tetapi juga dalam perebutan kemerdekaan bangsa ini," kata Boy Rafli Seperti dilansir Antara di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan peringatan HSN yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan Kepres Nomor 22 Tahun 2015 sebagai bentuk bahwa peran santri di Indonesia diakui oleh negara karena santri terus berkiprah sejak sebelum kemerdekaan.
Dalam sambutannya pada acara 'Deklarasi Toleransi, Meneguhkan Toleransi Islam Wasathiyah dalam Rangka Hari Santri Nasional dan peringatan 77 Tahun Resolusi Jihad', Kepala BNPT mengatakan HSN merujuk pada tercetusnya Resolusi Jihad yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Resolusi Jihad inilah yang kemudian melahirkan peristiwa heroik pada 10 November 1945 yang kita memperingati sebagai Hari Pahlawan," ujarnya dalam yang digelar BNPT bersama Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng ini berlangsung di Aula H Bachir Achmad, Gedung KH M Yusuf Hasyim Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (22/10) kemarin.
Lebih lanjut mantan Kepala Divisi Humas Polri itu menjelaskan, di Jawa Timur sendiri, Resolusi Jihad yang digelorakan Hadaratussyeck KH Hasyim Asy'ari telah membakar semangat pemuda-pemuda melawan penjajah, dan juga wilayah-wilayah lainnya di Indonesia.
Sampai masa ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka. Hingga saat ini, santri telah merambah ke berbagai bidang profesi, memiliki keahlian yang beragam, bahkan menjadi pemimpin negara.
Baca juga: Kemendes PDTT Nilai Kabupaten Cianjur Sudah Bebas dari Desa Tertinggal
"Meskipun begitu, santri tidak melupakan tugas utamanya, yaitu menjaga agama itu sendiri. agama adalah mata air yang selalu mengalirkan inspirasi-inspirasi untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan," ujarnya.
Alumnus Akpol 1988 itu mengatakan bahwa dalam memperingatkan HSN ini salah satunya adalah momentum untuk menghargai perjuangan bangsa, para ulama dan santri.
Ia menyebutkan Ponpes Tebuireng yang merupakan berdirinya pondok pesantren telah menjadi pembelajaran bagi bangsa terkait Resolusi Jihad di awal kemerdekaan Indonesia.
"Tentunya ini menjadi sebuah momentum bagi kita semua untuk kembali mengingat bagaimana perjuangan para leluhur bangsa kita, para ulama dan santri dan segenap pahlawan bangsa untuk melawan segala bentuk penjajahan dan agresi dari pihak di masa lalu," ujarnya.
Mantan Kapolda Papua itu menambahkan, perjuangan para ulama dan santri ini perlu terus diangkat sebagai narasi terutama sebagai upaya pembelajaran program-program moderasi dan toleransi agama di Ponpes Tebuireng.
Moderasi agama, toleransi, dan karakter bela bangsa ini, lanjut dia, perlu diangkat untuk menangkal narasi-narasi negatif, bermuatan provokatif terutama hal-hal buruk di sosial media, sehingga program-program BNPT di antaranya membangun berbagai pengetahuan bagi para santri untuk mengonter hal-hal yang buruk di media sosial.
Lebih lanjut Boy Rafli mengatakan bahwa di media sendiri juga banyak hal negatif yang sifatnya tidak mendidik masyarakat bangsa ini. Dan oleh karena itu santri sendiri tentunya juga harus menjadi garda terdepan untuk menggelorakan semangat nilai-nilai toleransi.
"Untuk itu program-program lain yang selama ini berjalan adalah bagaimana kita membangun kapasitas, berbagi informasi, berbagi pengetahuan dengan para santri untuk menjadi unsur-unsur terdepan dalam mengonter hal-hal yang buruk di media sosial," ujarnya. (Ant/OL-16)