PENGUNGSI banjir di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, krisis bahan pangan dan pakaian. Sejak dilanda banjir Selasa (4/10) hingga Jumat (7/10) sore, belum ada bantuan apa pun dari pemerintah.
Sekitar 35.618 warga harus bertahan di lokasi pengungsian. Mereka kini tersebar pada puluhan titik tenda pengungsian di 12 kecamatan.
Ironisnya, selain harus tidur di tempat darurat atau jauh dari kondisi kelayakan, mereka juga mengalami kekurangan bahan makanan untuk kebutuhan hidup. Bahkan sudah berhari-hari tidak mandi dan tanpa mengganti pakaian sebagaimana biasanya.
Di Desa Tanjung Haji Muda dan Desa Lawang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara misalnya, ratusan warga yang rumahnya terendam banjir luapan sungai sudah empat hari terkurung banjir.
Mereka hanya bisa memilih bertahan di balai desa, musala panggung, tanggul irigasi tengah sawah, serta bangunan penampungan sebagai tempat mengungsi.
M Husen, Kepala Desa Tanjung Haji Muda, kepada Media Indonesia, Jumat (7/10), mengatakan, sedikitnya 45 kepala keluarga atau 252 jiwa sudah empat hari bertahan di tempat pengungsian berukuran 21 meter x 8 meter.
Ratusan warga terdampak banjir itu terkurung karena terkepung dari segala arah luapan Sungai Krueng Pirak dan Sungai Krueng Keureutoe. Ketinggian air berkisar 1 meter hingga 2 meter di atas badan jalan menuju ibu kota Kecamatan Matangkuli.
Baca juga: Tujuh Desa di Klaten Alami Krisis Air Bersih
Mereka krisis bahan pokok, seperti beras, ikan, lauk dan lainnya. Kemudian kekurangan pakaian, popok bayi, selimut, kelambu, dan bahan
kebutuhan wanita, serta keperluan orang lanjut usia. Saat malam hari, mereka harus tidur berdesakan pada ruangan terbuka itu.
Korban musibah banjir akibat fenomena alam itu kecewa terhadap Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Pemerintah Provinsi Aceh. Pemerintah pusat juga terkesan menonton kondisi para korban yang ribuan rumah terendam serta ratusan hektare tanaman padi rusak deterjang banjir kiriman itu.
"Hingga Jumat siang hari ini, satu gram saja tidak ada bantuan kepada kami," tutur Husen.
Untuk menutupi kebutuhan bahan makanan, lanjut dia, warga hanya bertahan dengan sisa beras yang sempat dibawa dari rumah masing-masing saat pindah ke pengungsian. Tidak ada sayur atau ikan sebagai lauk.
"Paling kalau ada satu dua orang berani mengarungi banjir dengan sampan kayu, tentu bisa membantu warga lain untuk berbelanja sedikit mi instan atau ikan asin untuk sekadar bisa makan. Tapi untuk mengarungi arus deras itu cukup berisiko tinggi" jelas Husen.
Bila kondisi ini terus berlanjut dikhawatirkan ribuan korban banjir di Aceh Utara akan terjadi kelaparan. Pihaknya sangat mengharapkan kepedulian berbagai pihak untuk meringankan penderitaan para korban terdampak banjir tersebut. (OL-16)