06 September 2022, 18:06 WIB

Keluarga Korban Desak Polisi Usut Dugaan Penganiayaan di Gontor


mediaindonesia.com | Nusantara

DOK.MI
 DOK.MI
Ilustrasi penganiayaan

PIHAK keluarga dari santri yang meninggal dunia karena dugaan penganiayaan saat menempuh pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mendesak aparat kepolisian setempat untuk memproses hukum dan mengusut tuntas kasus tersebut.
 
Kuasa hukum keluarga korban, Titis Rachmawati, kepada wartawan di Palembang, Sumatra Selatan, Selasa (6/9), mengatakan santri yang menjadi korban penganiayaan itu ialah seorang remaja laki-laki berinsial AM, 17, warga Kota Palembang, Sumatra Selatan, yang merupakan putra dari Soimah.
 
Titis menjelaskan, pihak keluarga mendesak kepolisian setempat memproses hukum kasus dugaan penganiayaan yang menimpa anaknya
karena adanya sikap inkonsistensi dari pihak Pondok Pesantren Darussalam Gontor atas informasi yang disampaikan mengenai kematian AM.
 
Inkonsistensi tersebut dirasakan keluarga AM saat mendapatkan kabar siswa kelas 5i di Pondok Gontor itu meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022, sekitar pukul 10.20 WIB saat berkegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).
 
Dalam pernyataan resmi yang diterima keluarga berupa surat keterangan kematian dari Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, Ponorogo, menerangkan bahwa AM meninggal dunia karena sakit.
 
Saat jenazah AM tiba di rumah duka di Palembang pada Selasa, 23 Agustus 2022, ibu korban memaksa untuk membuka peti jenazah dan melihat pada bagian tubuh anaknya itu seperti tidak dalam kondisi menunjukkan sakit yang dimaksud.
 
"Hingga akhirnya Senin (5/9) kemarin pihak Gontor menyampaikan kepada publik pernyataan maaf dan mengakui ada dalam pengantaran jenazah tersebut tidak sesuai fakta, serta mengakui ada dugaan aksi kekerasan di lingkungan pesantren yang berdampak pada korban AM," kata Titis.
 
Menurut dia, pihak keluarga sangat menyesalkan sikap inkonsistensi dari pihak Pondok Modern Darussalam Gontor karena sudah mengetahui peristiwa kekerasan tersebut, namun tidak menjelaskan kejadian sebenarnya kepada keluarga korban. Justru menerbitkan surat keterangan kematian pada 22 Agustus 2022 yang menyatakan santri AM meninggal dunia karena sakit.


Baca juga: Buntut Aksi Polisi Tembak Polisi, Kapolsek Way Pengubuan Dicopot

 
Respons penyampaian kebenaran dari pihak Pondok Gontor itu pun didapatkan setelah ada desakan dari pihak keluarga. Bahkan, hingga ibu korban, Soimah, menemui advokat Hotman Paris beberapa hari lalu yang kemudian memviralkan kasus dugaan penganiayaan santri itu untuk mendapatkan keadilan bagi anaknya.
 
"Secara langkah hukum kami mengikuti sesuai pernyataan dari Gontor saja, bahwa benar telah terjadi dugaan tindak pidana penganiayaan di
lingkungan setempat," kata Titis.
 
Atas pernyataan dari Pondok Gontor tersebut, meski saat ini masih LP tipe A di Polres Ponorogo, lanjut Titis, tidak menutup kemungkinan
akan ada laporan resmi dari pihak keluarga. 

Saat ini, tim kuasa hukum keluarga korban sudah menyerahkan proses penyelidikan kasus itu kepada Polres Ponorogo yang berdasarkan informasi sudah memeriksa sebanyak tujuh orang saksi.
 
"Lalu karena korban sudah dimakamkan di Palembang, kita lihat apabila memang dibutuhkan dalam prosesnya polisi membutuhkan autopsi, nantinya akan kami koordinasikan dengan pihak keluarga," tambahnya.
 
Pihaknya juga berharap mendapatkan informasi dari kepolisian terkait surat pernyataan AM meninggal dunia karena sakit itu dikeluarkan atas perintah siapa, dari rumah sakit atau dari lembaga pendidikan Pondok Gontor.
 
"Terkait permintaan maaf, sebagai manusia kita nggak boleh tidak memaafkan, tapi kami belum tahu siapa sih kita terima maafnya. Kalau dari pondok pesantren ya itu dari segi kelembagaan saja. Ketika pimpinan pondok pesantren mengatakan diduga terjadi tindak pidana penganiayaan, seharusnya mereka bisa menyimpulkan karena bila ber-statement begitu pasti sudah ada. Kami hanya ingin keadilan dan objektif mengacu pada hukum," kata Titis.
 
Sementara itu, ibu korban AM, Soimah, berharap pihak keluarga mendapat kejelasan mengenai peristiwa dugaan penganiayaan yang dialami
anaknya. Keluarga juga berharap kasus kekerasan terhadap santri tersebut menjadi yang terakhir dan jangan sampai terulang
kembali di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.
 
"Cukup pada anak saya, jangan sampai terulang. Saya ingin dunia pendidikan jangan ada perbuatan (kekerasan) fisik. Terkait proses hukum, semua saya serahkan ke pengacara kami, kondisi saya masih syok," kata Soimah yang juga berprofesi sebagai wartawati di Kota Palembang. (Ant/OL-16)

 

BERITA TERKAIT