01 August 2022, 17:05 WIB

Dua Orang Kepala Lapas Dinonaktifkan karena Pungli untuk Bebas Bersyarat


Lina Herlina | Nusantara

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
 ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Ilustrasi

KEPALA Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan diduga melakukan pungutan liar (Pungli) kepada warga binaan agar bisa bebas bersyarat. Warga binaan dengan nilai Rp15 juta. Dan kasus yang sama juga terjadi Lapas kelas IIA Kota Parepare.

Karena kejadian itu, dua kepala lapas tersebut dinonaktifkan sejak Senin (1/8) untuk investigasi lanjutan. Yang menurut Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Hukum dan Ham Sulsel, Suprapto sudah mulai turun ke lapangan melakukan pemeriksaan mendalam.

"Kedua Kalapas sudah kami panggil ke sini (Kantor Wilayah Kemenkum HAM Sulsel) untuk pemeriksaan. Dan untuk sementara kita bebas tugaskan dulu, sambil menunggu hasil pemeriksaan, benar atau tidak yang terjadi di sana (Lapas Parepare dan Takalar)," jelas Suprapto.

Dia menyebutkan, pada pemeriksaan awal, Kalapas Kelas II Parepare, Zainuddin membantah terjadi pungli di tempatnya. "Tapi kami tidak akan berhenti sampai di situ kami akan mendalaminya. Dan kita perdalam pemeriksaan terhadap dua orang yang kita anggap ada kaitannya," sebut Suprapto.

 Baca juga: Polres Indramayu Kantongi Identitas Pembunuh Sopir Taksi Daring

Untuk Lapas Takalar yang ada bukti kwitansi, dari pihak Kanwil Kemenkum HAM sedang mendalami. "Karena kita sudah sampaikan tidak ada pungutan dalam pelayanan. Kalapas yang kami panggil juga membantah adanya pungli itu, tapi ada bukti kwitansi. Meski demikian tanda tangan kepada kami apakah betul itu ada pungutan, berdasarkan ketentuan hukum barang bukti yang diajukan tidak bisa dijadikan barang bukti hukum. Namun demikian, karena dia menyebut salah satu nama orang pegawai berinisial E, jadi kami tetap menelusuri kejadian itu. Siapa tau itu benar," urai Suprapto.

Selain Kalapas IIB Takalar Rasbil, E yang punya nama di kwitansi, tentu juga akan diperiksa. "Tim sudah ke Takalar juga dan ada juga ke Parepare. Jika terbukti tentu ada sanksinya, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, apakah ringan, sedang atau berat," tegas Suprapto.

Sayangnya, pihak Kemenkum HAM mengaku tidak tahu pihak keluarga dan warga binaan yang dimintai bayaran itu. "Napi-nya yang mana, karena dari nama yang beredar kuta cek dalam sistem database pemasyarakatan (SDP) tidak ada nama orang tersebut sebagai napi, " pungkasnya. (OL-4)

BERITA TERKAIT