29 June 2022, 16:55 WIB

PT JJSW Ingatkan SP2HP Kasus Pemalsuan Surat di PMJ terkait Tergugat


mediaindonesia.com | Nusantara

dok.ist
 dok.ist
Sengketa pajak PT PT Jesi Jason Surja Wibowo (JJSW) yang menggugat Dirjen Pajak memasuki sidang kesepuluh, mendengarkan pendapat akhir.

PERKARA sengketa pajak PT Jesi Jason Surja Wibowo (JJSW) yang menggugat Dirjen Pajak memasuki sidang kesepuluh. Majelis Hakim VIIIA yang diketuai Erry Sapari Dipawinangun SH, MH mengagendakan mendengar pendapat akhir dari para pihak.

Ketua Majelis Hakim Erry Sapari Dipawinangun membuka persidangan dengan agenda mendengarkan pendapat akhir yang dibacakan oleh tergugat terlebih dahulu, kemudian dilanjut mendengarkan inti dari Kesimpulan dan daftar alat bukti yang dibacakan oleh penggugat.

Penggugat menyampaikan enam petitum beserta daftar alat bukti dari masing-masing posita penggugat. Adapun petitum yang dimohonkan penggugat, pertama; memohon Majelis Hakim untuk memutuskan tergugat (Kepala KPP Pratama Boyolali) telah melampaui wewenang karena telah melewati jangka waktu pengujian pemeriksaan pajak selama 2 tahun kurang 2 hari tanpa adanya Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pengujian Pemeriksaan Pajak yang disampaikan oleh Tergugat.

Kedua, memutuskan Tergugat (Kepala KPP Pratama Boyolali) telah melampaui wewenang karena tidak menyampaikan Surat Perpanjangan Jangka Waktu Pengujian Pemeriksaan Pajak secara tertulis kepada Penggugat. Ketiga, memutuskan tergugat (Kepala KPP Pratama Boyolali) yang diwakilkan oleh Tim pemeriksa telah melampaui wewenang karena tidak memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan  tidak memperlihatkan Surat perintah Pemeriksaan (SP2) sebagai dasar Kewenangan Tergugat  untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penggugat.

Keempat, memutuskan tergugat (Kepala KPP Pratama Boyolali) yang diwakilkan oleh Tim pemeriksa telah melampaui wewenang karena tidak pernah menuangkan hasil pertemuan dengan Penggugat ke dalam Berita Acara Pertemuan (BAP). Kelima, memutuskan Tergugat (Kepala KPP Pratama Boyolali) yang diwakili oleh Tim pemeriksa telah melampaui wewenang karena tidak pernah menyampaikan kuesioner pemeriksaan kepada penggugat selama pemeriksaan. Keenam, melampaui wewenang karena tergugat tidak bisa membuktikan adanya indikasi transfer pricing yang dilakukan penggugat dengan lawan transaksi sehingga pemeriksaan yang dilakukan tergugat menjadi tidak sah karena telah melampaui jangka waktu pengujian tanpa adanya surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan.

Bahwa Alasan Penggugat menyampaikan daftar alat bukti beserta lampiran dari masing-masing posita tersebut guna membuktikan Petitum Penggugat dalam Gugatan sesuai ketentuan dalam Pasal 76 Undang–Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menerangkan dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) UU PP”.

"Untuk itu kami meminta Majelis Hakim untuk mempertimbangkan semua Alat Bukti dan fakta persidangan ini di dalam putusan Pengadilan Pajak sehingga Majelis Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung dapat menentukan apakah putusan Pengadilan Pajak telah dilaksanakan berdasarkan hukum acara yang berlaku atau sebaliknya," ujar kuasa hukum penggugat (PT.JJSW) Alesandro Rey, dalam keterangannya, Rabu (29/6)

Selain itu, jelas Rey, pihaknya juga menyebutkan 10 (sepuluh) dokumen yang telah disampaikan selama persidangan oleh penggugat harus dimuat di dalam Putusan Pengadilan Pajak antara lain Gugatan Tanggal 13 Oktober 2021, Bantahan terhadap Tanggapan Tergugat Nomor Tanggal 15 November 2021, Bantahan pada tanggal 7 Maret 2022 terhadap Penjelasan Tertulis Pertama Tergugat Tanggal 31 Januari 2022, Bantahan pada tanggal 4 April 2022 terhadap Penjelasan Tertulis Kedua Tergugat, Bantahan pada tanggal 6 Juni 2022 Atas Surat Penjelasan Tertulis Ketiga Dan Keempat Tergugat, Penjelasan tertulis tanggal 23 Mei 2022  terkait Laporan Polisi Nomor LP/B/2085/IV/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 22 April.

"Dasar hukum Penggugat meminta agar Majelis Hakim VIIIA memuat seluruh alat bukti dan fakta persidangan yang terungkap termasuk pelanggaran terhadap hukum acara Persidangan adalah perintah pasal 84 ayat 1 huruf f UUPP dan Pasal 109 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara," dalih Rey.

Bilamana Majelis Hakim tetap melanggar ketentuan tersebut diatas, maka konsekuensi dari pelanggaran tersebut menyebabkan putusan pengadilan pajak menjadi tidak sah dan pihak yang dirugikan dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Pajak yang ada, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 PER 7 Tahun 2018 Jo. Pasal 77 ayat (3) Jo. Pasal 91 UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.

“Kami berikan contoh Putusan Pengadilan Pajak yang tidak dibuat sesuai Pasal 84 ayat 1 huruf f UUPP Jo. Pasal 109 ayat 1 huruf d UUPeratun, yang dibuat sendiri oleh Hakim Erry Sapari Dipawinangun, dkk antara PT Sainath Realindo vs Dirjen Pajak dalam sengketa No.PUT-008583.99/2021/PP/M.VIIIA karena putusan tersebut tidak memuat seluruh alat bukti Penggugat dan fakta persidangan tetapi hanya memuat gugatan dan bantahan penggugat, Namun menghilangkan/menghapus penjelasan tertulis penggugat," ungkapnya.

Baca Juga:  Dirjen Pajak Diduga Terbitkan SP2 Perubahan Palsu pada PT SBS

Alasan lain Putusan tersebut tidak sesuai dengan perintah UUPP, lanjutnya, ialah tidak mempertimbangkan putusan pengadilan pajak lain yang telah diputus oleh Hakim Rasono, dkk mengenai ketentuan Pasal 16 UUKUP dengan sengketa No.PUT-007763.99/2019/PP/M.IA antara KSO Adhi Jaya Konstruksi Penta vs Dirjen Pajak dan Putusan Pengadilan Pajak yang telah diputus oleh Hakim Triyono Martanto, dkk antara PT Medco Energy vs Dirjen Pajak dengan sengketa No.PUT-00115211.99/2007/PP/M.XVA., sehingga putusan yang dibuat oleh Hakim Erry Sapari Dipawinangun sangat miskin akan pertimbangan hukum dan tidak memberikan pertimbangan hukum atas seluruh petitum.  "Kami berharap Hakim Erry Sapari Dipawinangun tidak mengulangi perbuatannya dengan membuat putusan yang seperti itu,” ungkap Rey.

Selain hal diatas, lanjut Rey, dalam daftar alat bukti dan kesimpulan juga telah menyampaikan alat bukti surat berupa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang pada pokoknya menerangkan Tim Sidang Tergugat yang diwakili oleh Dody Doharman telah mengaku dalam keterangannya dihadapan penyelidik yang dituangkan dalam Berita Acara pemeriksan bahwa 3 (tiga) Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pengujian Pemeriksaan tidak pernah dibuat/diterbitkan dan disampaikan kepada Penggugat.

"Atas keterangan yang diperoleh tersebut, Mohammad Rifky Rachman dan Dody Doharman terancam ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan surat da menggunakan surat palsu tersebut, maka putusan pidananya dapat dijadikan novum bagi penggugat untuk mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung apabila Majelis menolak gugatan kami,” tambah Rey.

Untuk itu, Rey meminta Ketua Mahkamah Agung melalui Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung serta Ketua Komisi Yudisial untuk mengawasidan mengawal jalannya persidangan antara PT Jesi Jason Surja Wibowo melawan Dirjen Pajak ini. (OL-13)

BERITA TERKAIT