05 May 2021, 22:23 WIB

Perajin Ikat Sikka Belum Dapat Kesejahteraan Layak


Gabriel Langga | Nusantara

Ant/M Risyal Hidayat
 Ant/M Risyal Hidayat
 Perajin memproduksi kain tenun ikat Sikka asal Maumere, Nusa Tenggara Timur.

WARISAN leluhur tenun ikat di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur kini telah dilindungi kekayaan intelektualnya melalui Indikasi Geografis dengan sertifikat ID G 000000056 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM pada 8 Maret 2017 lalu.

Sayangnya, tenun ikat yang dikerjakan oleh para penenun terutama mama-mama (ibu-ibu) di desa hingga memiliki hak paten ini dihargai dengan murah oleh pengepul atau tengkulak.

Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kabupaten Sikka, Oscar Mandalangi Parera menuturkan, untuk selembar kain tenun, para penenun menghabiskan waktu lebih dari satu bulan untuk mengerjakannya. Hasilnya dihargai oleh tengkulak dengan harga Rp500 ribu sampai dengan Rp 1 juta. Selanjutnya para tengkulak jual ke Jawa dengan harga minimun Rp5 juta. Sementara tengkulak jual keluar negeri bisa mencapai puluhan juta.

"Sarung di Sikka itu satu lembar dengan harga Rp500 ribu sampai 1 juta. Kalau di Jawa dijual oleh tengkulak itu satu lembar sarung dengan harga Rp3 juta sampai Rp5 juta. Di Austria dijual oleh tengkulak bisa mencapai Rp30 juta per lembar. Kita punya mama penenun kasihan sekali dibeli dengan harga murah," ungkapnya, kemarin.

Ia mengatakan para tengkulak yang menjual tenun ikat itu kaya-kaya ketimbang para penenun yang mengerjakan sarung ikat. "Tengkulak ini untung besar dari jual sarung tenun ikat ketimbang kita punya mama yang menenun sarung," ujar Oscar yang juga tokoh budaya di Sikka.

Untuk itu, Oscar mengusulkan seharusnya semua tenun ikat yang hendak jual ke Jawa atau ke luar negeri diberikan pelabelan. Hal ini bertujuan agar bisa mengatur soal harga sarung tenun ikat yang dibeli di penenun oleh para tengkulak.

"Saya sayangkan sekali para penenun kita hanya mendapatkan keuntungan tidak seberapa ketimbang dengan para tengkulak yang untung besar dari jual tenun ikat ini," sebut Oscar.

Ia juga menyayangkan beberapa oknum yang nakal meniru motif tenun ikat untuk mencari keuntungan bisnis. Beruntung ada 52 motif tenun ikat di Sikka sudah memiliki hak paten yang dilindungi kekayaan intelektualnya melalui Indikasi Geografis dengan sertifikat ID G 000000056.

Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMK Kabupaten Sikka Yosef Benyamin mengakui saat ini pemerintah membiarkan masyarakat menjual tenun ikat secara bebas meski tenun ikat sudah memiliki sertifikasi.

Dia menuturkan tenun ikat kita di Sikka sudah mendunia hingga dipasarkan ke luar negeri. Sayangnya, tenun ikat Sikka sampai saat ini belum memberikan pemasukan daerah.

"Sampai saat ini belum ada PAD dari tenun ikat. Malah pemerintah lebih banyak mendorong para kelompok-kelompok para penenun bisa mandiri dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya," ujar dia, Rabu (5/5). (OL-13)

Baca Juga: Ngada Belajar Manajemen Pemasaran Tenun Ikat di Sikka

BERITA TERKAIT