10 November 2020, 02:05 WIB

Ketekunan Mengubah Wajah Kampung Pengemis


(Liliek Dharmawan/N-3) | Nusantara

MI/LILIK DARMAWAN
 MI/LILIK DARMAWAN
ALIH PROFESI Warga Kampung Sri Rahayu, Purwokerto Selatan, Banyumas, Jawa Tengah, mengikuti kegiatan yang menghadirkan Bupati Banyumas 

KAMPUNG dayak. Begitu orang menyebut kawasan yang berada di belakang bekas Terminal Bus Purwokerto, Jawa Tengah, itu.

Bukan Dayak sebagai nama suku di Kalimantan. Dayak dalam bahasa Jawa berarti kumpulan orang dalam jumlah besar.

Nama kampung itu sendiri yang sebenarnya ialah Sri Rahayu, di Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan. Kampung di tengah Kabupaten Banyumas ini sering dipandang sebelah mata. Ia menjadi sisi gelap sebuah kota karena berisi pengemis, pengamen, pemulung, pekerja seks komersial, dan waria.

Namun, perubahan harus terjadi. Beberapa tahun lalu, Pusat Studi Dakwah Komunitas Universitas Muhammadiyah Purwokerto masuk ke Sri Rahayu. "Kami mengajak mereka berubah. Selama beberapa tahun, para relawan mendampingi 250 kepala keluarga," kata Ketua Pusat Studi, Bayu Kurniawan.

Tidak hanya orang tua, pendampingan juga dilakukan untuk anak-anak. Yang tua dilatih menjadi perajin, dengan tujuan akhir bisa beralih profesi.

Adapun bagi anak-anak, Pusat Studi memberikan mereka beasiswa dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. "Mereka harus sekolah setinggi-tingginya sebagai upaya memotong mata rantai kemiskinan," tambah Bayu.

Dengan pendidikan yang baik untuk anak-anak, mereka tidak akan mengikuti jejak kelam orangtua. Di luar sekolah, anak-anak itu juga mendapat pengetahun tambahan dengan mengikuti kursus bahasa Inggris, Arab, dan mengaji.

Ketekunan, tantangan, dan onak duri mewarnai upaya itu. Hasilnya, kini hampir seluruh orangtua di kampung itu sudah berganti profesi. Mereka menjadi perajin. Kebanyakan menjadi tukang jahit, pembuat keset dan masker, bertani, dan beternak lele. Penghasilan mereka mencapai Rp1 juta-Rp1,5 juta per bulan.

Namun, kerja keras belum tuntas. "Masih ada 30 kepala keluarga yang tetap dengan profesinya sebagai pengemis dan pengamen. Ke depan, kami akan terus mengajak mereka ikut dalam pelatihan," tandas Bayu.

Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Anjar Nugroho, juga mendukung dengan memberikan layanan kesehatan gratis di Kampung Sri Rahayu. "Layanan dilakukan setiap hari," paparnya.

Yang paling gembira dengan perubahan itu ialah Achmad Husein. Bupati Banyumas itu senang dengan fakta bahwa 9 dari 10 anak di kampung itu sudah sekolah. "Dulu, hanya ada 1 dari 10 anak yang sekolah." (Liliek Dharmawan/N-3)

BERITA TERKAIT