07 September 2023, 13:49 WIB

Elektrifikasi Bus TransJakarta Dilakukan Bertahap


Putri Anisa Yuliani | Megapolitan

Antara
 Antara
Warga bersiap menaiki Bus Listrik Transjakarta di Terminal Blok M, Jakarta.

PENJABAT Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, program elektrifikasi bus TransJakarta akan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran baik oleh PT TransJakarta maupun Pemprov DKI.

Terlebih, saat ini harga bus listrik masih lebih mahal dibandingkan bus berbahan bakar solar maupun gas. Pengalihan bus listrik dari berbahan bakar solar dan gas menjadi listrik dilakukan Pemprov DKI seiring dengan tujuan Pemprov DKI untuk mengurangi emisi. Ditargetkan pada 2030 mendatang, Pemprov DKI Jakarta dapat mengurangi emisi hingga nol atau net zero emission pada angkutan umumnya.

"Kita harus nyicil, anggarannya terbatas," kata Heru di Balai Kota, Kamis (7/9).

Heru mengatakan, total sudah ada 52 bus listrik yang beroperasi di Jakarta. Tahun ini ditargetkan jumlahnya akan terus bertambah menjadi 100 unit. Ia pun akan terus mengganti bus TransJakarta menjadi bus listrik pada tahun depan. Ditargetkan pada 2024 ada penambahan hingga 100 unit bus listrik.

Baca juga: Halte Karet Mulai Uji Coba Melayani Penumpang

Ditemui terpisah, Direktur Utama PT TransJakarta Welfizon Yuza mengatakan, jika pengendara kendaraan pribadi seperti mobil beralih menggunakan bus listrik maka emisinya berkurang hingga 99%. Pihaknya menargetkan 50% bus TransJakarta telah berganti menggunakan tenaga listrik pada 2027 dan 100% pada 2030.

"Tahun ini dimulai dengan bus single. Tahun depan rencananya mulai ke bus besar 12 meter dan 2025 pada bus medium. Bus medium jenisnya paling banyak. Untuk 2025 targetnya ada seribu bus listrik," kata Welfizon.

Baca juga: Gratis! Ini 4 Rute Bus Listrik TransJakarta yang Bisa Dinaiki Masyarakat Umum Selama KTT ASEAN

Mahalnya harga bus listrik menjadi salah satu tantangan TransJakarta untuk melakukan alih daya tersebut. Strategi yang diambil untuk menjawab tantangan tersebut salah satunya adalah mengkaji opsi retrofit. Menurutnya, sudah ada beberapa negara yang sukses menjalankan retrofit bus menjadi bus listrik.

"Kalau retrofit harganya lebih murah 40%. Kita sedang penjajakan dengan beberapa perusahaan luar dan di dalam negeri. Kita akan coba beberapa unit kita. Bisnis modelnya sudah tahu tapi sedang kita kaji dampak-dampak teknisnya dan kita siapkan juga termasuk aspek regulasi. Jadi saat kita ingin retrofit ya bisa dijalankan," terangnya.

Regulasi Retrofit

Welfizon menuturkan, selain tantangan soal teknologi, di Indonesia, retrofit untuk bus belum memiliki regulasi. Ia ingin selain diizinkan dari aspek teknis, regulasinya nanti juga mencakup soal pembaruan usia bus. Sebab, bus yang sudah berusia tua jika diretrofit diharapkan usianya akan nol lagi sama seperti bus baru.

"Jadi misal usianya 7 tahun lalu kita retrofit. Usianya jadi nol lagi jangan mulai dari 7 tahun. Supaya ini bisa beroperasinya panjang," ungkapnya.

Pengamat transportasi Deddy Herlambang pun menyambut baik rencana TransJakarta untuk menggunakan metode retrofit bus guna mempercepat program elektrifikasi bus.

"Retrofit tidak masalah asalkan semua 'engine', baterai, AC, motor elektrik semuanya baru, body lama no problem. Namun, harus ada regulasi yang mengatur retrofit bus," kata Deddy.

Ia pun mendorong program retrofit maupun pembelian bus listrik baru untuk menggantikan bus-bus lama TransJakarta yang habis usia pakainya harus cukup banyak jumlahnya agar tetap dapat melayani masyarakat seperti sekarang ini. Di sisi lain, ia juga menyoroti terkait limbah baterai bus listrik yang saat ini belum ada regulasi bakunya untuk pengolahannya.

"Pembuangan limbah baterai belum ada manajemen pengolahan limbah baterai kendaraan dari KLHK. Baterai limbah ini juga beracun. Jangan sampai polusinya pindah dari udara ke tanah karena belum ada pengolahannya," ujar Doddi.

(Z-9)

BERITA TERKAIT