KEPALA Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Dishub DKI Jakarta, Anton Parura mengaku belum adanya survei terkait fenomena itu. Kendati demikian, ia membeberkan alasan masyarakat lebih memilih naik kendaraan pribadi daripada transportasi publik.
"Tetapi faktanya kalau kami lihat, pengguna roda dua itu dari tahun ke tahun pasti naik," ujar Anton saat dikonfirmasi, Rabu (1/3).
Kendati demikian, Anton mengklaim penambahan jumlah pengguna roda dua tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, tapi juga di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Baca juga: Peralihan ke Angkutan Umum belum Signifikan, Dishub DKI Beberkan Alasannya
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan begitu mudahnya mendapatkan kendaraan roda dua, dengan sistem kredit yang cukup terjangkau.
"Lalu yang berikutnya adalah menggunakan roda dua itu memang secara keamanan tidak bagus dan tidak aman, karena banyaknya kecelakaan," ucap Anton.
Ia menginformasikan bahwa kepolisian juga telah merilis banyak kecelakaan yang terjadi pada kendaraan bermotor roda dua.
Hal tersebut dikarenakan kecenderungan orang menggunakan roda dua itu melakukan pelanggaran baik dari sisi lampu merah, satu arah, dan naik pedestrian.
"Kenapa orang memilih kendaraan pribadi? Kalau kami mau lihat, motor itu termasuk kendaraan yang door to door. Kadang-kadang di rumah distarter, sampai di depan kantor gitu," kata Anton.
Sementara kalau menggunakan angkutan publik, Anton menjelaskan terdapat jalur yang harus ditempuh dengan jalan kaki.
Anton menjelaskan, karena perjalanan itu berbasis origin destination (sesuai dengan tujuannya), bukan berbasis koridor.
"Saya mau naik MRT. Kan enggak tiba-tiba keluar di stasiun MRT. Tapi bagaimana menuju stasiun MRT. di situ yang masih ada missing link-nya atau jalan yang terputus," pungkas Anton.
Walaupun saat ini sudah ada pengembangan integrasi dari PT JakLingko, namun menurutnya belum secara masif dilakukan.
Jadi yang putus di persoalan tersebut menurut Anton adalah bagaimana orang dari rumah menuju halte awal dan bagaimana dari halte akhir menuju tujuan.
"Lalu yang berikutnya adalah pedestrian. Kan jalan kaki 100 sampai 200 meter enggak masalah. Cuma karena pedestrian enggak bagus, orang naik ojek atau difasilitasi sepeda," tandas Anton.
Di situlah yang menurut Anton menjadi kendala bagi pengguna kendaraan pribadi yang ingin beralih ke transportasi publik.
Kemudian kata Anton, kemudahan naik motor yang bisa langsung sampai tujuan, menjadi salah satu faktor alasan orang lebih memilih mengendarai kendaraan roda dua.
"Kalau naik motor gampang banget menuju tujuan. Dia bisa motong rute. Kemudian waktu tempuhnya lebih singkat kalau naik motor," ujar Anton.
Baca juga: Kemenhub Segera Lakukan Integrasi Angkutan Umum di Setiap Daerah
Namun demikian, Anton mengingatkan bahwa waktu tempuh yang singkat tidak menjamin keamanan dan keselamatan saat berada di jalan.
Lebih lanjut, Anton menyampaikan upaya yang dilakukan adalah berkolaborasi dengan media untuk mengampanyekan transportasi publik secara masif.
"Kami pernah survei, jarak 300 meter itu orang masih mau jalan kaki. Tapi kalau sudah 1 kilometer, orang lebih memilih naik ojek," ucap Anton.
Maka dari itu, konsepnya sekarang berubah. Anton menjelaskan prioritas pertama adalah bagaimana menyiapkan pedestrian, tempat pejalan kaki yang nyaman.
Kemudian kata Anton, ada penggunaan angkutan umum, dan konsepnya adalah menggunakan kendaraan ramah lingkungan, setelah itu kendaraan pribadi.
"Tapi kendaraan pribadi pun ada disinsentifnya. Pertama dalam hal parkir, kan pakai mobil mahal juga parkirnya. Kalau menggunakan angkutan umum kan enggak parkir," kata Anton.
Seharusnya dari sisi itu, masyarakat yang menimbang-nimbang, ternyata lebih bagus naik angkutan umum.
Karena, Anton mengaku susah apabila memaksa orang untuk naik angkutan umum. kalau cepat banget.
"Tinggal ada pembatasan saja penggunaan kendaraan pribadi. Dibatasi secara ketat. Tapi itu kan enggak mungkin dilakukan," pungkas Anton. (OL-17)