LEMBAGA Nafas Indonesia menilai udara pagi memiliki polusi yang tinggi jika dibandingkan dengan pada jam tertentu di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
"Polusi udara paling tinggi bisa di pagi hari, kaitannya dengan atmosfer juga. Ini sesuatu yang terjadi di semua kota urban, bukan cuma di Jakarta," kata Co-founder Nafas Indonesia Piotr Jakubowski saat berbicara dalam acara journalist class yang digelar komunitas
Bicara Udara seperti dikutip Antara di Jakarta, Selasa (19/7).
Menurut dia, polusi udara masih menjadi ancaman kesehatan warga Jabodetabek. Bahkan, tidak sedikit yang salah kaprah memahami kualitas udara.
Hasil riset startup Nafas sepanjang 2022, sebanyak 75% warga Jabodetabek menganggap udara pagi lebih baik daripada waktu lain.
Berdasarkan data Nafas pada Juni 2022, polusi PM2.5 paling tinggi saat pagi hari dan baru membaik pada pukul 09.00 pagi sampai 16.00 WIB.
Piotr menerangkan, kesalahan persepsi tersebut membuat animo masyarakat berolahraga pada pagi hari lebih besar.
"Mispersepsi terbentuk karena menganggap udaranya terasa sejuk, kondisi lalu lintas sepi, dan minim polusi," katanya.
Menurut data Nafas, waktu yang ideal untuk melakukan olahraga mulai pukul 14.00 hingga 17.00 WIB karena polusi tinggi justru berada pada pagi dan malam hari.
Baca juga: Pemkot Bekasi Terbitkan Edaran Prokes Covid-19 Perjalanan Dalam Negeri
Lebih lanjut, Piotr menyampaikan bahwa kualitas udara tidak hanya dipengaruhi dari jumlah kendaraan yang lalu lalang, melainkan akibat banyak faktor.
Saat PPKM darurat diberlakukan di Jakarta, kualitas udara di kota tersebut bahkan masih dalam level tidak sehat meskipun mobilitas masyarakat telah berkurang.
Menurut Piotr, kualitas udara di Jakarta juga terdampak dari pencemaran emisi dari berbagai daerah lain yang terbawa angin.
"Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan," ucapnya.
Selain itu, pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini.
Sebelumnya, menurut IQ Air, kualitas udara Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat karena pada Particulate Matter (PM) 2.5 berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali pada Senin (18/7) pagi.
PM 2.5 mengacu pada polutan udara yang berukuran sangat kecil, sekitar 2,5 mikron (mikrometer). Diameter partikel ini lebih kecil daripada 3% diameter rambut manusia dan bisa meningkat karena udara panas, kebakaran, dan polusi lingkungan. Bila dihirup, partikel udara ini bisa
berbahaya bagi tubuh, terutama paru-paru dan jantung. (OL-16)