PENELITI LIPI yang juga turut mengawasi penelitian tentang adanya kandungan parasetamol di Teluk Jakarta, Zainal Arifin, mengungkapkan kandungan parasetamol yang ada di sampel air yang diteliti masih sangat kecil yakni 610 nanogram per liter dan Ancol 420 nanogram per liter. Angka ini, menurutnya, memang tidak tinggi.
Namun apabila dibiarkan dalam jangka panjang, kandungan parasetamol di air laut dapat mengancam hewan yang ada di Teluk Jakarta. Terlebih lagi warga pesisir masih ada yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut.
"Artinya kan belum sampai menyebabkan keracunan atau kematian. Itu kan konsentrasinya sepermiliar bukan sepersejuta nanogram per liter. Konsentrasinya sangat ini tapi memberi dampak bukan ke manusia saja tapi ke hewan juga yang ada di sana. Melindungi misalnya hak hewan penting bagi kelangsungan hidup kita juga," kata Zainal saat dikonfirmasi.
Di sisi lain, ia menduga kandungan paracetamol di Teluk Jakarta terjadi karena berbagai sebab di antaranya kurangnya edukasi dari pemerintah terkait konsumsi obat-obatan dan kurang maksimalnya pengolahan limbah. "Karena ada juga kan tenaga medis yang sudah menyatakan bahwa pemerintah kurang mengedukasi masyarakat soal pembuangan limbah termasuk soal konsumsi obat-obatan. Obat itu ada dosisnya. Kalau melebihi tentu akan jadi racun. Tapi masyarakat kita kan kadang dianjurkan minum satu tapi malah minum beberapa tablet sekaligus biar cepat sembuh. Lalu dari air seninya itu mengalir ke laut," paparnya.
Ia pun mengimbau agar masyarakat tak sembarangan mengonsumsi obat-obatan dan membuang sisa obat-obatan sembarangan karena limbah obat termasuk ke dalam Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Kemudian, ia juga meminta agar ada edukasi kepada masyarakat terkait konsumsi obat serta pengolahan air limbah.
Di sisi lain, ia menegaskan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui asal muasal polutan parasetamol tersebut di Muara Angke dan Ancol. Zainal mengatakan, jika diperlukan, pihaknya harus bekerja sama dengan pusat penelitian di luar negeri karena kurangnya peralatan.
"Belum ada indikasi mengarah ke limbah farmasi atau dari industri farmasi. Harus ada penelitian lebih lanjut. Ya seperti ini kan kita kerja sama dengan Brighton karena peralatan di sana lebih canggih," pungkasnya. (OL-14)