DUTA Besar Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns menegaskan bahwa pengakuan kemerdekaan Indonesia sesuai dengan pernyataan Perdana Menteri Mark Rutte, 17 Agustus 1945. Rutte akan menyempatkan waktu khusus untuk membahas isu ini dengan Presiden Joko Widodo.
"Tidak ada perubahan dalam posisi Belanda. Hal ini sejalan dengan kebijakan kita selama 18 tahun terakhir, sejak Menteri Luar Negeri Ben Bot pada malam 17 Agustus 2005 menyatakan di Jakarta pada perayaan Proklamasi bahwa Belanda secara politik dan moral menerima kemerdekaan Indonesia pada tanggal tersebut," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Media Indonesia, Kamis (15/6).
Menurut dia sejak 2005 Kedutaan Besar Belanda di Jakarta selalu mengikuti perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Bahkan dirinya beberapa tahun yang lalu menjadi tamu khusus dan diizinkan untuk ikut makan malam dan memberikan pidato.
Baca juga: Pengakuan Belanda Momentum Pelurusan Sejarah Indonesia
Sikap tersebut, kata dia, sejalan dengan Kerajaan Belanda yang setiap 17 Agustus menyampaikan selamat kepada Indonesia. Rutte kini menggarisbawahi hal ini lagi dalam pidatonya kepada Parlemen Belanda pada Rabu (14/6). Rutte menegaskannya tepat di sesi debat tentang penelitian sejarah tentang peran Belanda dalam periode dekolonisasi Indonesia 1945-1949.
"Belanda mengakui 17 Agustus 1945 sepenuhnya dan tanpa syarat. Kami melihat Proklamasi sebagai fakta sejarah dan yang sebenarnya Anda lihat, tentu dalam beberapa tahun terakhir, adalah kami hadir di berbagai perayaannya," sambungnya.
Baca juga: PM Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia, Ini Respon Presiden Jokowi
Menurut Grijns, Rutte sesuai komitmennya kepada Parlemen Belanda akan melihat isu ini bersama Presiden Jokowi.
"Termasuk membahas keterlibatan Belanda dalam perayaan kemerdekaan Indonesia, jika ada permintaan dari pihak Indonesia," pungkasnya.
Harus Dipertanggungjawabkan
Terpisah Sejarawan Bonnie Triyana penjajahan 350 tahun di Nusantara oleh Negeri Kincir Angin itu harus dipertanggungjawabkan. Pengakuan tersebut, secara formal, menandai babak baru pemahaman sejarah Belanda terhadap revolusi kemerdekaan Indonesia.
Selama 70 tahun lebih pemerintah Belanda tidak pernah mengakui 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Bagi Pemerintah Belanda, Indonesia baru merdeka saat Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pengakuan ini mengakhiri ambiguitas sikap pemerintah Belanda. Namun demikian terdapat beberapa catatan penting yang perlu digarisbawahi menanggapi pengakuan kemerdekaan tersebut.
Baca juga: Setelah 78 Tahun, Belanda Akhirnya Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Seperti diketahui, kata Bonnie, pada 2005 Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot pernah menyatakan bahwa pemerintah Belanda menerima kenyataan bahwa Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Pernyataan tersebut lebih bermakna secara politis yang tak berimbas secara legalistis karena menerima kenyataan (aanvaarden) berbeda arti dengan mengakui (erkent atau to recognize).
"Inilah yang membedakan pernyataan Perdana Menteri Mark Rutte kali ini, yang jelas-jelas mengatakan bahwa dia, atas nama pemerintah Belanda, mengakui (erkent) kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945," jelasnya.
Namun Rutte tampaknya enggan memasuki dampak legalistik dari pernyataannya dengan mengatakan kekerasan yang terjadi semasa revolusi kemerdekaan Indonesia di luar jangkauan Konvensi Jenewa karena kesepakatan internasional yang mengatur perlindungan kemanusiaan dalam perang itu belum berlaku.
Menurut Bonnie pernyataan Rutte yang mengakui kekerasan Belanda terhadap warga Indonesia secara moral, namun tidak secara yuridis, berujung dengan kesimpulan yang dibangunnya sendiri. Secara legal kekerasan serdadu Belanda terhadap warga Indonesia tidak bisa dianggap sebagai kejahatan perang.
"Pernyataan Rutte yang menghindari konsekuensi hukum dari tindakan Belanda semasa revolusi kemerdekaan Indonesia 1945-1949 menjadikan pengakuan ini tak berbeda secara esensial dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya dari pejabat Belanda," katanya.
Melihat kembali catatan sejarah, sebulan semenjak Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, serdadu Belanda masuk kembali ke Indonesia di bawah bendera tentara sekutu Inggris. Kedatangan serdadu Belanda itu membuat situasi tegang serta penuh kekerasan.
Kemudian, pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan Agresi Militer Pertama. Menyusul kemudian, pada 19 Desember 1948 Agresi Militer Kedua. Pengakuan PM Rutte atas kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 memiliki arti bahwa dia, atas nama pemerintah Belanda, mengakui bahwa Indonesia sudah menjadi sebuah negara merdeka.
"Maka dua agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke Indonesia sama artinya dengan invasi ke sebuah negara merdeka. Agresi itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Atlantik Charter 1941 yang memberikan keleluasan kepada rakyat sebuah wilayah untuk menentukan nasibnya sendiri. Sekaligus menyatakan, perluasan wilayah melalui sebuah agresi tidaklah dibenarkan," tambahnya.
Dua agresi itu pun melanggar Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada 10 Desember 1948 atau sembilan hari sebelum Belanda menyerang Indonesia. Namun demikian, lanjut Bonnie, pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia ini menjadi momentum penting bagi kedua bangsa untuk belajar dari sejarah kelam kolonialisme.
Praktik perbudakan, penindasan, diskriminasi, rasialisme, dan kekerasan oleh negara terhadap warganya dan kekerasan horizontal antar-warga harus segera diakhiri. Penulisan sejarah seyogianya mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sebagai pembelajaran bagi generasi muda di masa kini dan masa depan.
Melalui pemahaman sejarah yang lebih baik diharapkan hubungan kedua bangsa semakin erat di masa yang akan datang tanpa harus melupakan apa yang terjadi di masa lalu, atau bahkan menghindari soal-soal penting di dalam pengungkapan sejarah itu.
Kerja sama kedua negara mestinya bisa lebih baik dan lebih erat berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan (trust) dan kesetaraan (equality). Bentuk konkret dari kerjasama ini bisa saja dalam bentuk pemberian visa on arrival kepada warga Indonesia yang hendak berkunjung ke Belanda.
"Karena selama ini pemberian fasilitas tersebut sudah disediakan bagi warga Belanda saat berkunjung ke Indonesia untuk kunjungan singkat. Kerja sama lain yang bisa menjadi wujud hubungan baik kedua negara adalah dalam bidang pendidikan, pertanian, atau sektor penting lainnya," pungkasnya. (Cah/Z-7)