PRESIDEN Prancis Emmanuel Macron berkukuh membela kebijakan reformasi pensiunnya yang kontroversial. Dia tidak menggubris protes kaum buruh yang menentang inisiatifnya itu
"Apakah reformasi ini diterima? Jelas tidak. Meski sudah ada diskusi selama berbulan-bulan, belum ada konsensus yang ditemukan, dan saya menyesalinya. Kita harus mengambil semua pelajaran dari itu,” kata Macron dalam pidato yang disiarkan melalui televisi pada Senin (17/4). Macron menegaskan kebijakan menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun diperlukan untuk menjaga agar sistem pensiun negara tidak runtuh.
Di sisi lain, serikat pekerja yang selama ini berada di garda depan dalam menentang reformasi, telah berjanji untuk melanjutkan aksi protes mereka.
Baca juga: Macron Diikuti Demonstran Hingga ke Belanda
Saat Macron menyampaikan pidatonya, para pengunjuk rasa melakukan aksi dengan memukuli panci dan wajan di depan balai kota di seluruh negeri. Sedangkan di Paris, sekelompok kecil pengunjuk rasa melakukan aksi dengan membakar tempat sampah.
Polisi di Kota Lyon melaporkan pengunjuk rasa tidak hanya membakar tempat sampah, tapi juga melemparkan proyektil ke arah petugas, sebelum dihalau petugas dengan gas air mata. Pemandangan serupa juga terjadi di kota-kota besar lainnya.
Baca juga: Gedung Putih Tuding Brasil Membeo Propaganda Rusia dan Tiongkok Soal Ukraina
Macron telah menandatangani reformasi pensiun itu menjadi undang-undang pada Sabtu (15/4), beberapa jam setelah Dewan Konstitusi Prancis menyetujui perubahan itu.
Sebelum disetujui Dewan Konstitusi, pemerintah telah menggunakan kekuatan konstitusional yang luar biasa untuk mendorong reformasi tersebut melalui Majelis Nasional tanpa pemungutan suara akhir, pada pertengahan Maret lalu.
Namun, menjelang keputusan tersebut Prancis diguncang aksi mogok kerja dan protes besar-besaran. Aksi itu terkadang memunculkan bentrok warga dengan kepolisian.
Dalam pidatonya Macron juga meminta jajarannya untuk memulihkan negara dalam waktu 100 hari. "Di depan kita ada 100 hari ketenangan, persatuan, ambisi dan aksi dalam melayani Prancis,” katanya.
Dalam beberapa bulan ke depan, kata Macron, akan dilakukan negosiasi dalam tentang masalah utama. Seperti meningkatkan pendapatan, percepatan karier profesional, dan meningkatkan kondisi kerja termasuk untuk pekerja yang lebih tua.
"Tidak seorang pun, terutama saya, yang bisa terus-terusan menutup telinga atas tuntutan keadilan sosial ini. Jawabannya tidak ada dalam kekacuan atau ekstremisme. Pintu saya akan selalu terbuka untuk berbicara dengan serikat pekerja," paparnya.
Upaya terbaru dari Macron untuk meredakan ketegangan ditolak. Mereka berencana protes massal pada Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei mendatang.
"Dia memilih mengabaikan Prancis dan mengabaikan penderitaan mereka,” kata pemimpin sayap kanan Marine Le Pen.
Sementara Lauren Berger, yang menjabat sebagai pemimpin serikat pekerja CFDT, mengatakan pidato Macron "tidak ada aksi konkret” untuk gerakan buruh dan mengatakan bahwa Macron "tidak mengucapkan sepatah kata pun” untuk meredakan ketegangan. (AFP/DW/AP/Z-3)