19 March 2023, 18:30 WIB

Sudah 11 Minggu Rakyat Israel Protes Reformasi Peradilan, Tak Digubris Netanyahu


Cahya Mulyana | Internasional

AFP/ODD ANDERSEN
 AFP/ODD ANDERSEN
Demonstran melakukan aksi protes di Berlin, pada 16 Maret 2023.

WARGA Israel berkumpul di kota-kota besar dan kecil di seluruh negeri pada Sabtu (18/3), untuk melanjutkan rasa yang sudah berlangsung 11 minggu. Mereka menentang rencana reformasi peradilan yang digulirkan pemerintahan sayap kanan yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Para pengunjuk merasa takut bahwa reformasi yang diusulkan Netanyahu, yang menunggu persetujuan parlemen akan meningkatkan kekuatan politisi atas pengadilan dan ancaman bagi demokrasi Israel. Di alun-alun Dizengoff Tel Aviv, ribuan demonstran mengibarkan bendera biru-putih Israel, serta bendera pelangi.

Para demonstran memblokir jalan saat mereka melakukan pawai melalui jantung kota Israel itu. Sejumlah demonstran meneriakan slogan bernada 'Menyelamatkan Demokrasi'.

"Saya khawatir bukan tentang diri saya sendiri, tetapi untuk putri dan cucu saya," kata salah satu massa aksi tersebut, Naama Mazor, 64, seorang pensiunan dari kota Herzliya.

Dia mengatakan dirinya menginginkan Israel tetap demokratis dan liberal. Perubahan sistem peradangan yang digaungkan Netanyahu ditakutkan akan melahirkan pemerintah yang otoriter.

"Tidak ada setengah-demokrasi. Pilihannya demokrasi atau kediktatoran. Tidak ada di antaranya," tambahnya.

Sagiv Golan, 46, dari Tel Aviv, mengatakan pemerintah Netanyahu berusaha menghancurkan hak-hak sipil, hak-hak perempuan dan setiap hal yang diperjuangkan demokrasi. Dia bergabung dengan massa protes ini dengan semangat menentang kebijakan Netanyahu tersebut.

Media Israel melaporkan demonstrasi ini berlangsung di lebih dari 100 kota besar dan kecil, termasuk Haifa, Yerusalem dan Bersyeba. Sejak pemerintah Netanyahu mengumumkan reformasi tersebut pada Januari, beberapa hari setelah dirinya dilantik sebagai Perdana Menteri, demonstrasi besar-besaran terjadi di seluruh Israel.

Penentang paket wacana itu menuduh Netanyahu mencoba menggunakan kuasanya untuk membatalkan sejumlah perkara yang membelitnya. Sikap berbeda ditunjukkan Presiden Israel Isaac Herzog.

Herzog mengajukan usulan untuk menengahi keinginan Netanyahu dengan penolakan rakyat Israel. Tetapi sarannya ditolak mentah-mentah oleh Netanyahu.

"Siapa pun yang berpikir bahwa perang saudara sejati, dengan nyawa manusia, adalah garis yang tidak akan pernah bisa kita capai, tidak tahu apa yang dia bicarakan," kata Herzog.

Pemimpin partai oposisi mengatakan dalam konferensi pers bersama pada Kamis (16/3), bahwa mereka mendukung usulan Herzog. "Tawarannya tidak sempurna. Bukan itu yang kami inginkan, tapi itu adalah kompromi yang adil yang memungkinkan kami untuk hidup bersama," kata mantan perdana menteri Yair Lapid. "

Pemerintahan Netanyahu disokonh koalisi partai yang mencakup ultra-Ortodoks Yahudi dan partai-partai ekstrem kanan. Mereka berpendapat reformasi peradilan yang diusulkan untuk memperbaiki ketidakseimbangan kekuatan antara legislatif dan yudikatif.

Usulan Herzog ditanggapi Netanyahu sebagai kompromi sepihak. "Penuh dengan poin-poin kunci yang hanya mengabadikan situasi yang ada dan tidak membawa keseimbangan yang diperlukan antara kekuatan," jelasnya.

Jika reformasi hukum itu disepakati parlemen, maka kekuasaan legislatif dapat mengatur yudikatif seperti membatalkan putusan mahkamah agung dan produk hukumnya seperti amendemen konstitusi Israel. Legislatif juga akan menentukan siapa saja yang dapat mengisi kursi di susunan organisasi mahkamah agung. (AFP/Z-4)

BERITA TERKAIT