SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, telah memberikan pesan penting bagi para pemimpin dunia yang berkumpul di KTT iklim COP27 di Mesir.
Dia mengatakan umat manusia menghadapi pilihan yang sulit antara bekerja sama atau bunuh diri kolektif dalam pertempuran melawan pemanasan global.
Hampir 100 kepala negara dan pemerintah bertemu di resor Laut Merah Sharm el-Sheikh, Mesir, untuk membahas pengurangan emisi dan membahas sumbangan bagi negara-negara berkembang yang sudah hancur akibat dampak kenaikan suhu.
“Umat manusia memiliki pilihan: bekerja sama atau binasa. Ini adalah pakta solidaritas iklim atau pakta bunuh diri kolektif," kata Guterres pada pertemuan puncak pada Senin (7/11).
Ia mendesak negara-negara kaya sebagai produsen emisi untuk membantu negara-negara miskin memperkaya karbon. Bangsa-bangsa di seluruh dunia sedang menghadapi bencana alam yang semakin intens yang telah merenggut ribuan nyawa dan puluhan miliar dolar.
Baca juga: Climate Reality Indonesia Luncurkan Buku 'Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi'
Gutteres mencontohkan banjir yang menghancurkan di Nigeria dan Pakistan hingga kekeringan di Kenya, Somalia dan Amerika Serikat.
Sementara Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi. mengatakan negaranya menjadi tuan rumah pertemuan tahunan yang berlangsung hingga 18 November.
“Kami telah melihat satu malapetaka demi malapetaka. Begitu kami mengatasi satu bencana, satu lagi muncul, gelombang demi gelombang penderitaan dan kehilangan. Bukankah ini saatnya untuk mengakhiri semua penderitaan ini?," ujarnya.
Tetapi banyak krisis lain, kata dia, mulai dari invasi Rusia ke Ukraina hingga inflasi yang melonjak dan dampak pandemi covid-19 yang berkepanjangan. Seluruh isu itu telah menimbulkan kekhawatiran dapat mengesampingkan isu perubahan iklim.
Guterres, menyerukan kesepakatan bersejarah antara penghasil emisi kaya dan ekonomi berkembang yang akan melihat negara-negara menggandakan emisi, menahan kenaikan suhu ke target Perjanjian Paris yang lebih ambisius yaitu 1,5 derajat Celcius (2,7 derajat Fahrenheit/F) di atas era pra-industri.
Tren saat ini akan melihat polusi karbon meningkat 10% pada akhir dekade ini dan permukaan bumi memanas sebesar 2,8C (5F).
Terlepas dari pembicaraan iklim selama beberapa dalam dekade ini, COP Mesir adalah Konferensi Para Pihak ke-27, kemajuan tidak cukup untuk menyelamatkan planet ini dari pemanasan yang berlebihan karena negara-negara terlalu lambat atau enggan untuk bertindak.
“Emisi gas rumah kaca terus meningkat. Suhu global terus meningkat. Dan planet kita dengan cepat mendekati titik kritis yang akan membuat kekacauan iklim tidak dapat diubah lagi. Kami berada di jalan raya menuju neraka iklim dengan kaki kami masih menginjak pedal gas," jelasnya.
Dia juga meminta negara-negara untuk setuju untuk menghentikan penggunaan batu bara, salah satu bahan bakar yang paling banyak mengandung karbon, secara bertahap pada tahun 2040 secara global, dengan anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencapai tanda itu pada tahun 2030.
Selain itu, Gutteres mengatakan targetnya adalah menyediakan energi terbarukan dan terjangkau untuk semua, menyerukan pencemar utama Tiongkok dan Amerika Serikat khususnya untuk memimpin.
Dia juga mengatakan itu kewajiban moral bagi negara pencemar gas rumah kaca untuk membantu negara-negara yang rentan.
Presiden Tiongkok, Xi Jinping, yang negaranya merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, tidak menghadiri KTT tersebut. Sementara Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang negaranya menempati urutan kedua dalam daftar pencemar teratas, akan bergabung dengan COP27 akhir pekan ini.
Kemudian Presiden Prancis, Emmanuel Macron mendesak Amerika, Tiongkok, dan negara-negara kaya non-Eropa lainnya untuk mengurangi emisi dan memberikan bantuan keuangan ke negara lain.
“Orang-orang Eropa membayar. Kami satu-satunya yang membayar," kata Macron.
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak mengatakan keamanan iklim dan energi berjalan berjalan bersama dan para pemimpin dunia harus bertindak cepat untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
"Keamanan iklim berjalan seiring dengan keamanan energi. Perang menjijikkan Putin di Ukraina, dan kenaikan harga energi di seluruh dunia bukanlah alasan untuk memperlambat perubahan iklim. Mereka adalah alasan untuk bertindak lebih cepat," kata Sunak.
Sebelumnya para kepala negara yang kurang kaya meraih kemenangan karena mendapatkan kompensasi atas kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.
Pakistan, yang memimpin blok negosiasi G77+Tiongkok yang kuat dengan lebih dari 130 negara berkembang, telah menjadikan masalah ini sebagai prioritas.
Amerika dan Uni Eropa telah menghalangi proposal tersebut. Guterres mengatakan COP27 harus menyepakati peta jalan yang jelas dan terikat waktu untuk kerugian dan kerusakan yang memberikan pengaturan kelembagaan yang efektif untuk pembiayaan.
“Mendapatkan hasil nyata tentang kerugian dan kerusakan adalah ujian lakmus atas komitmen pemerintah terhadap keberhasilan COP27,” katanya.
Negara-negara kaya juga diharapkan untuk menetapkan jadwal pengiriman US$100 miliar per tahun untuk membantu negara-negara berkembang menghijaukan ekonomi mereka dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim di masa depan. Janji itu sudah jatuh tempo dua tahun dan masih kurang US$17 miliar, menurut OECD.
Pihak keamanan diperketat pada pertemuan tersebut, dengan Human Rights Watch mengatakan pihak berwenang telah menangkap puluhan orang dan membatasi hak untuk berdemonstrasi pada hari-hari menjelang COP27. (Aljazeera/Cah/OL-09)