MENTERI Luar Negeri (Menlu) Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan setiap wilayah Ukraina yang bergabung dengan negaranya akan mendapatkan perlindungan penuh.
Pernyataan disampaikan di saat empat wilayah yakni Luhansk, Kherson, dan sebagian Zaporizhzhia serta Donetsk sedang menggelar referendum untuk memisahkan diri dari Ukraina.
"Terkait referendum-referendum tersebut, Rusia tentu saja akan menghormati keinginan masyarakat di sana yang selama bertahan-tahun menderita di bawah rezim neo-Nazi," kata Lavrov di sela menghadiri Sidang Majelis Umum ke-77 PBB, New York, Amerika Serikat.
Baca juga: Zelensky Kecewa Israel Emoh Bantu Persenjataan
Ia mengatakan Rusia nantinya dapat memiliki alasan untuk menggunakan senjata nuklir dalam melindungi wilayah yang dianeksasi di Ukraina. Alasannya semua daratan yang masuk dalam kedaulatan Negeri Beruang Merah berada di bawah perlindungan penuh.
"Semua aturan, doktrit, konsep dan strategi Federasi Rusia berlaku bagi semua teritorinya," sebut Lavrov.
Kamis (22/9) kemarin, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa segala senjata, termasuk senjata nuklir taktis, dapat digunakan untuk melindungi wilayah Rusia.
Hal itu menegaskan pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang bertekad menggunakan segala kekuatan termasuk senjata nuklir untuk melindungi negaranya jika berada di bawah ancaman.
Sementara Ukraina mengaku tidak akan melepaskan setiap jengkal tanah ke Rusia. Kyiv meminta dunia tidak mengakui hasil referendum yang dilakukan separatis pro-Rusia.
Ukraina mengatakan bahwa banyak warga di empat wilayah tersebut dipaksa dan diintimidasi pasukan Rusia untuk memberikan suara yang menguntungkan Moskow.
"Ukraina tidak akan menyerah. Kami menyerukan semua pemilik kekuatan nuklir di dunia untuk berbicara, dan menjelaskan kepada Rusia bahwa retorika semacam itu tidak dapat diterima dan hanya membuat dunia berada di bawah risiko keamanan," tulis Menlu Ukraina Dmytro Kuleba melalui akun Twitter-nya.
Referendum berlangsung sejak Jumat (23/9) hingga Selasa (27/9). Moskow mendeskripsikan referendum di empat wilayah Ukraina itu sebagai pemungutan suara untuk menentukan nasib sendiri.
Negara-negara Barat juga menilai referendum tersebut hanya akal-akalan Rusia untuk mencaplok lebih banyak wilayah di Ukraina, seperti yang sudah pernah terjadi pada Krimea pada 2014. (Aljazeera/Cah/OL-09)