09 September 2022, 13:33 WIB

Gejolak Sosial, Masyarakat Jepang Gandrungi Hukuman Mati


Cahya Mulyana | Internasional

Dok MI
 Dok MI
Ilustrasi

Jepang diguncang serangan menggunakan pisau yang dilakukan gadis berusia 15 tahun pada Sabtu (20/8). Pelaku yang masih duduk di bangku kelas tiga SMP melakukan aksi kejinya karena inhin mendapatkan hukuman mati.

Pelaku yang ditahan di tempat kejadian perkara mengatakan secara acak memilih dan menikam seorang ibu berusia 53 tahun dan putrinya yang berusia 19 tahun. Luka-luka serius para korbannya diperkirakan akan perlu sekitar tiga bulan untuk pulih.

Seorang staf restoran di dekat tempat kejadian perkara menyampaikan kepada NHK penyerang sempat menanyakan nasib kedua korbannya. Pelaku tidak tampak menunjukkan perlawanan apa pun, kata saksi itu.

Departemen Kepolisian Metropolitan menemukan tiga pisau kecil pada tersangka, termasuk pisau yang digunakan dalam serangan itu.

Polisi mengatakan tersangka yang berusia 15 tahun menikam dua orang yang tidak dikenalnya. Ia meninggalkan rumahnya sekitar tengah hari, Sabtu (20/8), dengan mengatakan kepada keluarganya bahwa ia akan pergi ke tempat kursus. Ia dilaporkan menaiki kereta menuju Stasiun Shinjuku, kemudian berjalan ke arah Distrik Shibuya.

Pada petang serangan itu terjadi hujan sedang turun. Ia memilih lorong tanpa banyak orang di dekat area hiburan malam yang sibuk. Kamera keamanan sekitar 50 meter dari lokasi kejadian merekam perempuan itu berjalan sekitar dua meter di belakang dua wanita tersebut sebelum menyerang mereka.

Ia mengatakan kepada polisi bahwa dirinya mencari tempat yang sepi untuk melakukan pembunuhan.

Perempuan itu mengatakan ia melaksanakan serangan tersebut karena ingin menerima hukuman mati. Ia juga menyampaikan kepada polisi bahwa ia ingin melihat kalau orang benar-benar meninggal akibat luka tikam.

Rencana utamanya adalah membunuh keluarganya sendiri. Kamera keamanan di dekat tempat kejadian perkara merekam perempuan itu mengikuti para korbannya sesaat sebelum menyerang mereka.

Banyaknya serangan acak
Serangan tersebut terjadi hanya sekitar satu bulan setelah seorang wanita berusia 32 tahun menikam seorang anak laki-laki berusia 13 tahun di sebuah fasilitas komersial di Kota Fukuoka. Wanita itu juga memilih korbannya secara acak dan kemudian menyampaikan kepada polisi dirinya memilih seorang anak karena merasa akan menjamin dirinya akan dieksekusi mati.

Pada Januari, seorang pria ditahan karena menawan manajer di sebuah restoran di Tokyo dan mengaku telah memasang bom di sana. Tersangka mengatakan kepada para penyidik bahwa ia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara mendapatkan hukuman mati.

Pada Oktober lalu, seorang pria yang berpakaian seperti Joker dalam serial Batman menikam lebih dari 12 orang dalam sebuah kereta di Tokyo saat Halloween. Tersangka menyampaikan kepada polisi bahwa keinginannya untuk menerima hukuman mati akan terpenuhi jika ia membunuh lebih dari dua orang.

Profesor Harada Takayuki, psikolog kriminal di Universitas Tsukuba, menyampaikan kepada NHK pada Juni bahwa para penyerang tersebut termovitasi akibat meluapnya perasaan putus asa terhadap kehidupan mereka. "Serta keinginan untuk mengakhirinya," katanya.

Dengan meluasnya media sosial, kata dia, para pelaku dapat membandingkan kehidupannya dengan orang lain. "Akhirnya mereka menjadi tidak puas, dan berbalik melawan masyarakat, dengan menyalahkan orang-orang di sekitar mereka sebagai penyebab keluhan mereka," pungkasnya. (NHK/OL-12)

 

BERITA TERKAIT