14 July 2022, 04:51 WIB

Demonstran di Sri Lanka Geruduk Kantor Perdana Menteri


Basuki Eka Purnama | Internasional

AFP/Arun SANKAR
 AFP/Arun SANKAR
Demonstran menduduki kantor perdana menteri Sri Lanka di Colombo.

DEMONSTRAN di Sri Lanka mengabaikan gas air mata, meriam air, dan status negara dalam keadaan darurat untuk menggeruduk kantor perdana menteri, Rabu (13/7), setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke luar negeri.

Para demonstran menuntut Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe  mengundurkan diri setelah negara itu dilanda krisis ekonomi.

Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Wickremesinghe mengaku telah memerintahkan militer dan polisi melakukan yang diperlukan untuk mengembalikan ketertiban umum.

Baca juga: Rajapaksa Kabur ke Maladewa dengan Pesawat Angkatan Udara

Namun, pasukan keamanan memutuskan tidak mengambil tindakan saat para demonstran menyerbu kantor perdana menteri.

Presiden Rajapaksa, akhir pekan lalu, berjanji akan mengundurkan diri pada Rabu (13/7), sebelum demonstran mengambil alih kediaman resminya.

Rajapaksa melarikan diri ke negara tetangga, Maladewa, Rabu (13/7) pagi. Dia melarikan ke luar negeri agar terhindar dari penangkapan setelah mengundurkan diri.

Namun, hingga Rabu (13/7), Rajapaksa tidak mengumumkan pengunduran dirinya. Dia malahan menunjuk Wickremesinghe sebagau penjabat presiden.

Wickremesinghe memang otomatis menjadi penjabat presiden jika Rajapaksa mengundurkan diri. Meski begitu, perdana menteri itu menyatakan siap mengundurkan diri jika rakyat menghendakinya.

"Kita tidak boleh mengabaikan konstitusi. Kita tidak boleh membiarkan para fasis ini mengambil alih. Kita harus mengakhiri ancaman mereka terhadap demokrasi," tegas Wickremesinghe saat meminta militer untuk mengambil alih kendali gedung pemerintahan yang dikuasai para demonstran.

Suksesi kepemimpinan di Sri Lanka akan memakan waktu antara 3 hari--waktu yang diperlukan oleh parlemen untuk menunjuk seorang anggota parlemen untuk menjalankan tugas Rajapaksa hingga masa jabatannya berakhir pada November 2024--dan maksimal 30 hari berdasarkan aturan Undang-Undang. (AFP/OL-1)

BERITA TERKAIT