KEPALA negosiator dari Amerika Serikat dan Iran memulai pembicaraan tidak langsung di Qatar pada Selasa (28/6). Kedua negara berusaha menghilangkan hambatan yang menghentikan upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.
Negosiasi tidak langsung yang dipimpin oleh utusan khusus AS Robert Malley dan Ali Bagheri dari Iran terjadi setelah lebih dari satu tahun pembicaraan yang dimediasi Uni Eropa di Wina tentang kembali ke perjanjian 2015 antara Teheran dan kekuatan dunia. Pembicaraan Doha juga dilakukan hanya dua minggu sebelum kunjungan pertama Presiden AS Joe Biden ke kawasan itu sejak menjabat, ketika upaya mengekang ambisi nuklir Iran akan menjadi agenda utama.
"Pesan tidak langsung telah dipertukarkan antara pihak-pihak yang terlibat," kata seorang diplomat di wilayah itu kepada AFP. Kantor berita negara Iran IRNA menerbitkan foto pertemuan Bagheri dengan koordinator pembicaraan Uni Eropa, Enrique Mora.
Juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa Peter Stano mengatakan sebelumnya bahwa diskusi Doha menjadi awal dari proses untuk membuka blokade negosiasi Wina yang terhenti sejak Maret. "Kami berhasil membuka blokade proses dan kami akan bergerak maju. Sebagai langkah pertama pada tahap ini kami melakukan pembicaraan kedekatan ini," katanya di Brussels.
Baca juga: Pembicaraan Iran dengan AS tentang Sanksi Nuklir Akhir Pekan Ini
Kesepakatan 2015 memberi Iran keringanan sanksi dengan imbalan pembatasan program nuklirnya untuk menjamin bahwa Teheran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir sesuatu yang selalu disangkal ingin dilakukan. Kesepakatan itu telah tergantung sejak 2018, ketika presiden AS saat itu Donald Trump secara sepihak menarik diri darinya dan mulai menerapkan kembali sanksi ekonomi yang keras terhadap musuh bebuyutan Amerika.
Ruang terpisah
Delegasi berada di ruang terpisah dan berkomunikasi melalui perantara. AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden berusaha untuk kembali ke kesepakatan. Menurutnya, itu akan menjadi jalan terbaik ke depan dengan republik Islam, meskipun menyuarakan pesimisme yang tumbuh dalam beberapa pekan terakhir.
Malley sebelumnya bertemu dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani untuk membahas upaya diplomatik bersama untuk mengatasi masalah dengan Iran. Demikian tweet kedutaan AS di Doha.
Bagheri bertemu dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Qatar, Ahmad bin Hassen al-Hammadi, kata Kementerian Luar Negeri Qatar. Sheikh Mohammed juga membahas pembicaraan Iran dengan mitranya dari Prancis Catherine Colonna dalam panggilan telepon pada Selasa, kata kantor berita resmi Qatar.
Baca juga: Hamas Publikasikan Video Tahanan Israel di Gaza
Qatar berharap pembicaraan tidak langsung berujung, "Pada hasil positif yang berkontribusi pada kebangkitan kembali kesepakatan nuklir yang ditandatangani pada 2015," kata kementerian luar negeri.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan selama kunjungan ke Teheran pada Sabtu bahwa pembicaraan Iran-AS akan diadakan di negara Teluk untuk menghindari kebingungan dengan pembicaraan yang lebih luas di Wina. Qatar, yang memiliki hubungan lebih baik dengan Iran daripada kebanyakan monarki Teluk Arab juga menjadi tuan rumah pembicaraan AS-Taliban sebelum penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan tahun lalu.
Momen perhitungan
Pembicaraan Wina dimulai pada April 2021 tetapi menemui hambatan pada Maret menyusul perbedaan antara Teheran dan Washington, terutama atas tuntutan Iran agar IRGC dihapus dari daftar teror AS. Alex Vatanka, direktur program Iran di lembaga pemikir Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington, menyebut pembicaraan Doha sebagai momen perhitungan untuk proses nuklir.
"Orang Iran dan Amerika tampaknya percaya bahwa pembicaraan di Doha mewakili momen berenang atau tenggelam untuk negosiasi nuklir AS-Iran," tulisnya dalam analisis. Waktunya tampaknya bagus yakni Iran kemungkinan menginginkan kesepakatan sebelum pemilihan kongres AS pada November, kata Vatanka, saat Partai Demokrat pendukung Biden diperkirakan kehilangan kursi dan mungkin kehilangan minat dalam pembicaraan nuklir.
Baca juga: PBB: Perang Lenyapkan 1,5% Populasi Suriah
Harga minyak yang tinggi dan kurangnya kapasitas cadangan juga merupakan peluang bagi Iran untuk mendorong keringanan sanksi ekonomi yang melumpuhkan, tambahnya. Sanksi AS yang diberlakukan sejak 2018 telah meluas ke ekspor minyak Iran, tetapi Biden dan UE ingin melihat penurunan dramatis dalam harga energi setelah lonjakan tinggi oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Ali Vaez, direktur proyek Iran di lembaga think tank International Crisis Group, men-tweet, "Memiliki dua protagonis utama di satu tempat menjadi bahan yang diperlukan agar diplomasi berhasil. Namun terobosan masih jauh dari pasti." (AFP/OL-14)