DEWAN Keamanan PBB, Jumat (6/5), dengan suara bulat mengadopsi pernyataan pertamanya tentang Ukraina sejak Rusia menginvasinya pada Februari 2022.
Pernyataan tersebut mendukung upaya Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menemukan solusi damai untuk mengakhiri perang.
"Dewan Keamanan menyatakan keprihatinan mendalam mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan Ukraina," kata teks yang diadopsi pada Jumat (6/5). Teks tersebut disusun oleh Norwegia dan Meksiko.
Saat ditanya apa yang menyebabkan Rusia, yang telah memblokir Dewan Keamanan sejak Februari 2022, untuk menyetujui teks terbaru itu, seorang diplomat mengatakan kepada AFP dengan syarat anonim bahwa semua hal yang baik telah hilang.
Baca juga: G7 dan Zelensky Akan Bahas Dukungan Barat dalam Perang Ukraina
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara itu juga mengingatkan konstituennya bahwa semua negara anggota telah melakukan, di bawah Piagam PBB, kewajiban untuk menyelesaikan perselisihan internasional mereka dengan cara damai.
Deklarasi tersebut merupakan pertunjukan persatuan pertama dari Dewan Keamanan sejak awal perang di Ukraina.
"Hari ini, untuk pertama kalinya, Dewan Keamanan berbicara dengan satu suara untuk perdamaian di Ukraina," kata Guterres dalam sebuah pernyataan.
"Dunia harus bersatu untuk membungkam senjata dan menjunjung tinggi nilai-nilai Piagam PBB," tambahnya.
Guterres mengatakan dia akan terus berusaha untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi penderitaan dan menemukan jalan perdamaian.
Duta Besar Meksiko untuk PBB, Juan Ramon de la Fuente, mengatakan deklarasi itu adalah langkah awal pertama, tetapi itu menunjuk ke arah yang benar.
Rekannya dari Norwegia, Mona Juul, mengatakan itu adalah keputusan bulat pertama yang dibuat oleh dewan setelah perang mengerikan tersebut dimulai di Ukraina.
"Kebutuhan dan penderitaan rakyat Ukraina membutuhkan upaya maksimal dari pihak PBB baik dari Dewan, dari Sekjen dan dari sistem PBB seperti itu," katanya.
Pada akhir Februari 2022, Rusia memveto resolusi yang mengutuk invasi dan meminta Moskow untuk memindahkan tentaranya kembali ke Rusia. (AFP/Nur/OL-09)