24 August 2023, 14:05 WIB

Udara Jakarta Tidak Sehat, Ini Kata Aktivis Lingkungan Melanie Subono


Joan Imanuella Hanna Pangemanan | Humaniora

MI/sumaryanto Bronto
 MI/sumaryanto Bronto
Melani Subono kembali mempertanyakan kualitas udara Jakarta kembali buruk. 

KUALITAS udara di Jakarta berdasarkan IQAir masuk dalam kategori tidak sehat. Kondisi ini mengingatkan penyanyi Melani Subono atas citizen law suit yang dilakukannya bersama 31 orang lainnya pada 2019. 

“Jadi waktu itu ada gabungan antara mahasiswa, rakyat biasa, aktivis dan banyaklah pokoknya, karena kalau cuman satu satuan gitu kan takutnya dianggap gak mewakili masyarakat dan kalau cuma misalnya rakyat doang entar dipikir ga ada data,” cerita Melani dalam wawancara dengan Media Indonesia, Rabu (23/8) malam.

Perlu diketahui, pada Minggu (13/8), IQAir mengumumkan indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 172. Salah satu parameter dalam indeks AQI menunjukkan konsentrasi PM 2,5 mencapai 96,8 mikrogram per meter kubik. Angka ini jauh melebihi standar WHO, yang  sebesar 15 mikrogram per meter kubik dalam periode 24 jam. Partikel halus, atau PM 2,5, merupakan polutan udara yang sangat berbahaya dan menjadi faktor utama dalam timbulnya dampak negatif terhadap kesehatan seperti asma, stroke, serta penyakit jantung dan paru-paru.

Baca juga: Ganjil Genap di Jabodetabek Disarankan Diberlakukan Setiap Hari

Melani mengatakan pada waktu itu mereka menggugat tujuh orang. Yakni Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten. Meskipun mengalami proses yang cukup panjang, mereka berhasil memenangkan gugatan tersebut. 

“Intinya baik dari sidang pertama maupun banding, Hakim memutuskan Presiden dan yang lainnya itu untuk mengendalikan mutu udara mengikuti standar WHO,” tuturnya. 

Baca juga: Ini Cara Menilai Kualitas Udara Tanpa Alat dan Hanya dengan Penglihatan

Melanie berpendapat pemerintah sudah melakukan beberapa cara untuk melaksanakan putusan tersebut, namun kurang efisien. “Pertama ini bukanlah sesuatu yang direncanakan secara pelan-pelan, ini adalah sesuatu yang harus dijalankan dengan cepat, ga boleh lagi ada penundaan,” tegasnya. 

Segala peraturan untuk limbah pabrik, emisi dan sebagainya harus diperketat lagi. “Ada beberapa yang aturannya sudah ada tapi apakah kontrol dan pengawasannya berjalan?” tambah Melani.

Menurutnya dibanding adanya pengadaan mobil listrik untuk pejabat, dana yang disediakan akan lebih berguna untuk transportasi publik agar lebih mendukung agenda udara yang sehat tersebut. 

Secara pribadi, Melanie mempertanyakan kenapa isu ini akhirnya muncul kembali. “Buruk is buruk, selama bertahun-tahun berita ini didiemin, kebayang ga berapa bayi, lansia, atau orang dengan penyakit bawaan itu yang udah meninggal, bahkan orang sehat menjadi buruk, jadi bukan semakin buruk,” pungkasnya mengenai pencemaran udara di Jakarta sekarang ini.

Dalam upayanya untuk menjaga kebersihan udara di sekitarnya, Melanie sudah mengurangi konsumsi rokoknya, menjual mobilnya, dan tidak mempunyai microwave hingga hair dryer. “Sebetulnya kita sendiri bisa mengambil peran kita masing-masing,” lanjutnya. 

Limbah PLTU, emisi dan batu bara, kata Melani, adalah hal yang paling buruk terhadap pencemaran udara ini. Namun, bukan berarti masyarakat juga tidak salah. 

“Ada hal-hal yang memang harus dilakukan juga supaya di sananya kerja, kita juga melakukan sesuatu gitu,” ujarnya sambil mengajak masyarakat untuk menaati peraturan pemerintah agar udara sehat dapat dinikmati oleh keturunan selanjutnya. (Z-3)
 

BERITA TERKAIT