11 August 2023, 20:11 WIB

SDM di Pesisir Perlu Ditingkatkan untuk Atasi Kemiskinan Ekstrem


Dinda Shabrina | Humaniora

ANTARA/AJI STYAWAN
 ANTARA/AJI STYAWAN
Warga menghadiri acara resepsi pernikahan yang terdampak rob di Desa Purwosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Minggu (14/5/2023)

MASYARAKAT pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dinilai masih sangat tertinggal dari segi literasi dan ekonomi. Bahkan menurut penuturan Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Didik Suhardi banyak masyarakat pesisir yang masih terjebak dalam kemiskinan ekstrem.

Hal itu sangat bertolak belakang dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, Didik menilai seharusnya masyarakat pesisir bisa lebih sejahtera. Karena itu ia mengatakan perlu ada peningkatan kualitas sumber daya manusia pesisir untuk dapat mengelola sumber daya alam dengan lebih baik.

“Peningkatan SDM itu harus kita lakukan. Sebelumnya kita sudah upayakan kerja sama dengan Kementerian Perikanan dan Kelautan untuk membuat semacam kegiatan Indonesia Mandiri, ini bagian dari Gerakan Revolusi Mental. SDM kita ini masih sangat kurang. Kita butuh penerapan teknologi yang bisa digunakan oleh tenaga maritim kita yang sangat diperlukan oleh mereka (masyarakat pesisir),” ujar Didik dalam diskusi “Transformasi Peradaban Bahari Menuju Indonesia Emas 2045” di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (9/8).

Baca juga: Muncul Varian Baru, Pemerintah Tegaskan Siap Hadapi Covid-19 Varian Eris

Merujuk pada data Badan Statistik tahun 2022, ternyata jumlah penduduk dengan kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir sebanyak 3,9 juta orang. Sementara, jumlah penduduk pesisir yang miskin sebanyak 17,74 juta orang.

Data kemiskinan itu, kata Didik, diikuti pula dengan tren stunting yang juga lumayan tinggi dialami oleh anak-anak di wilayah pesisir. Karena itu, ia mengatakan pemerintah akan berkomitmen untuk menurunkan prevalensi stunting tersebut sembari juga menurunkan angka kemiskinan ekstrem di masyarakat pesisir.

Deputi Kemaritiman dan SDA Bappenas Vivi Yulaswati menyampaikan ada beberapa strategi yang mungkin bisa dilakukan untuk menjalankan transformasi peradaban Bahari di Indonesia.

“Beberapa strategi transformasi, mulai dari perubahan cara pandang atau paradigma, pemanfaatan sumber daya manusia, optimalisasi budaya. Sebetulnya nilai yang sudah hidup dari zaman ratusan tahun yang lalu, sebenarya berakar kuat pada budaya maritim kita. Mulai dari rumah, literasi, perdagangan, itu banyak sekali yang basis budaya maritim kita bisa dijumpai di banyak komunitas di berbagai wilayah Indonesia,” jelas Vivi.

“Melalui kearifan lokal, juga tata kelola Bahari ke depan menjadi satu keunikan tersendiri yang perlu kita bangun. Satu lagi yang ingin saya sampaikan adalah dimensi keadilan sosial dalam tata kelola transformasi Bahari,” imbuhnya.

Secara konkret, Vivi mengatakan yang mungkin bisa mulai dilakukan oleh pemerintah ialah membangun ekosistem fisik, seperti bangunan adat atau wilayah ulayat. Selain itu juga mulai melakukan pemanfaatan berbasis kearifan lokal meliputi pelestarian penangkapan ikan tradisional berdasarkan hukum adat yang berlaku dan pengakuan wilayah kelola masyarakat dalam rencana zonasi.

“Untuk pengelolaan sumber daya berkelanjutan bisa dilakukan dengan perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistem, pengendalian pencemaran laut dan dampak perubahan iklim,” kata Vivi.

“Untuk pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan dengan penguatan akses informasi dan teknologi, pemodalan dan ilmu pengetahuan. Perluasan kesempatan kerja dan alternatif mata pencaharian, pengembangan kemitraan dan pelibatan masyarakat dalam ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT