ARTIS Inara Rusli, 30, melepaskan cadar yang telah dikenakannya selama lima tahun terakhir, menyusul keputusannya untuk bercerai dari penyanyi Virgoun, sang suami. Sebenarnya, bagaimana pandangan empat mazhab Islam mengenai hukum memakai cadar?
Dilansir dari laman NU Online, dalam bahasa Arab, cadar diterjemahkan juga sebagai 'niqab'. Niqab berarti pakaian yang menutupi wajah seseorang.
Hukum memakai cadar tidak bisa lepas dari pembahasan soal batasan aurat perempuan, terutama terkait wajah. Para ulama berbeda pendapat soal status wajah perempuan; apakah termasuk aurat atau tidak?
Baca juga : Inara Rusli Buka Cadar, Ustaz Abdul Somad Jelaskan Hukum Melepas Cadar
Mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, ulama mazhab Maliki, sebagian besar ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan, wajah perempuan tidak termasuk aurat, sehingga tidak wajib ditutupi.
Berikut ini pandangan mazhab-mazhab tersebut :
1. Mazhab Hanafi
Syekh Al-Marghinani dari mazhab Hanafi berkata:
“Dan keseluruhan badan perempuan merdeka adalah aurat, kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (Lihat: Ali bin Abu Bakar al-Marghinani, al-Hidayah Syarh Al-Bidayah, juz 1, h. 285).
Baca juga : Inara Rusli Lepas Cadar Setelah 5 Tahun Memakainya
2. Mazhab Maliki
Syekh Ibnu Khalf al-Baji dari mazhab Maliki menuturkan:
“Dan keseluruhan (badan) perempuan adalah aurat, kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (Sulaiman bin Khalf al-Baji, al-Muntaqa Syarh Al-Muwattha’, juz 4, h. 105).
3. Mazhab Syafi'i
Imam Nawawi dari mazhab Syafi’i juga menuturkan
“Adapun perempuan, jika merdeka, maka seluruh tubuhnya merupakan aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.” (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz 1, h. 104).
4. Mazhab Hanbali
Sedangkan, Syekh Ibnu Qudamah al-Hanbali menyebutkan:
“Dan seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah. Sedangkan terkait kedua telapak tangan terdapat dua riwayat.” (Abdullah bin Qudamah, al-Kafi fi Fiqhil Imam Ahmad, juz 2, h. 20). Baca juga: Apakah Suami Berhak Melarang Istri Bercadar?
Sebagian ulama mazhab Syafi’i yang lain menyatakan, wajah perempuan termasuk aurat, maka wajib ditutupi.
Hal itu sebagaimana dituliskan oleh Syekh Syarqawi.
“Adapun aurat perempuan di luar shalat dari sisi pandangan laki-laki lain terhadap dirinya adalah seluruh badannya, sampai wajah dan kedua telapak tangan.” (Lihat: Abdullah bin Hijazi Asy-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi Ala Tuhfathit Tullab, juz 1, h. 174).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, ulama mazhab Maliki, sebagian ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan bahwa wajah perempuan tidak termasuk aurat, sehingga tidak wajib ditutupi dengan cadar dan sejenisnya.
Cadar dilarang saat Ihram
Para ulama empat mazhab bersepakat bahwa perempuan yang sedang melakukan ihram dilarang (diharamkan) memakai cadar. Jika ia tetap memakai cadar, tanpa ada kebutuhan mendesak, maka ia wajib membayar denda.
Mereka berpedoman pada hadis riwayat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda
"Dan seorang wanita yang berihram tidak boleh memakai cadar dan tidak boleh memakai kaos tangan." Memakai Cadar saat Shalat Para ulama mazhab empat juga sepakat bahwa memakai cadar saat melaksanakan shalat hukumnya makruh."
Syekh Mansur bin Yunus Al-Bahuti menyebutkan, " Dan dimakruhkan bagi perempuan shalat dengan (memakai) cadar dan burqu’, tanpa ada hajat."
Cadar saat akad nikah
Ibnu Abdil Bar berkata, para ulama bersepakat bahwa seorang perempuan harus membuka wajahnya pada saat salat dan ihram. (Lihat: Mansur bin Yunus Al-Bahuti, Kasysyaful Qina an Matnil Iqna’, juz 2, h. 256).
Dalam mazhab Syafi’i, para ulama berbeda pendapat tentang hukum memakai cadar saat akad nikah. Sebagian ulama menyatakan bahwa pernikahan perempuan yang bercadar tidak sah kecuali jika kedua saksi mengetahuinya, baik nama, nasab, atau gambar perempuan tersebut.
"Sekelompok ulama berkata: Dan pernikahan perempuan yang memakai cadar tidak sah, kecuali jika kedua saksi mengetahuinya, baik nama dan nasabnya, atau gambarnya." (Lihat: Ahmad bin Muhammad bin Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, juz 10, h. 261).
Akan tetapi, sebagian ulama lain tidak mensyaratkan kedua saksi melihat wajah perempuan saat akad. Disebutkan dalam kitab Hawasyi Asy-Syarwani Ala Tuhfatil Minhaj bahwa tidak disyaratkan kedua saksi melihat wajah perempuan untuk keabsahan pernikahan.
Cadar saat bekerja
Para ulama empat mazhab berbeda pendapat terkait hukum memakai cadar dalam kondisi biasa, termasuk saat bekerja. Soal ini, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan bahwa memakai cadar hukumnya mubah.
Kedua, ulama mazhab Maliki menyatakan, memakai cadar hukumnya makruh karena termasuk berlebih-lebihan dalam beragama.
Menurut sebagian ulama mazhab Syafi’i hukum memakai cadar adalah sunah, bahkan sebagian ulama menghukuminya wajib. (Lihat: Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, juz 41, h. 134).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para ulama bersilang pendapat terkait hukum memakai cadar pada kondisi normal (kondisi biasa).
Mayoritas ulama membolehkannya, sebagian ulama menghukuminya makruh, sebagian ulama menghukuminya sunnah, dan sebagian ulama mewajibkannya.
Bagaimana menyikapi beragam pendapat tersebut?
Ustaz Husnul Haq, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Mamba’ul Ma’arif Tulungagung, dan Dosen IAIN Tulungagung mengatakan, keragaman pendapat ulama ini diharapkan bisa membuat kita semakin moderat, toleran, dan tidak mudah menyalahkan kelompok lain yang berbeda dengan kita.
Demikian ulasan mengenai hukum bercadar menurut mazhab-mazhab dalam Islam. Semoga informasi ini bermanfaat. (Z-4)