LABORATORIUM K-Lab mengembangkan newborn screening test (NST) di Indonesia. Pemeriksaan tersebut sangat penting dilakukan pada bayi baru lahir untuk skrining awal yang dapat mendeteksi kecacatan intelektual, keterlambatan perkembangan, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Hal tersebut diungkapkan Prof. Dr. dr. Pusparini, Sp.PK selaku dokter penanggung jawab Laboratorium K-Lab dalam acara seminar Grand opening K-Lab kerjasama Indonesia dengan Korea untuk NST, di Jakarta, Selasa (16/5).
Baca juga: Kemenkes Terima Hibah 4 Alat Skrining Cegah Stunting
Dalam kasus NST, dari sisi persentase Indonesia masih tertinggal dari negara lain. Contohnya di Singapura sudah ada enam jenis tes NST, bahkan di Korea Selatan mencapai 58 jenis tes. Namun di Indonesia, tes yang ditanggung BPJS baru satu jenis, yakni thyroid stimulation hormone (TSH)," tutur Prof Pusparini.
Prof Pusparini menyebutkan K-Lab (PT SLX Global Healthcare) berafiliasai dengan Seoul Clinical Laboratories (SCL) siap mendukung peningkatan pemeriksaan laboratorium di Indonesia yaitu dengan pengenalan 58 jenis pemeriksaan NST untuk skrining bayi baru lahir. SCL merupakan salah satu laboratorium terbesar di Korea dengan teknologi terbaik.
"Kehadiran K-Lab ke depannya dapat mempercepat hasil pemeriksaan NST, biasanya apabila NST dikirim ke Amerika membutuhkan waktu 2-4 minggu, namun apabila dikirim ke Korea (SCL) hasilnya hanya dalam kurun waktu 5-7 hari, hal ini tentunya sangat membantu para dokter,” ungkap Prof Pusparini
Prof Pusparini mengatakan nantinya apabila jumlah pemeriksaan NST terus meningkat, K-Lab akan menyediakan alat tersebut di Indonesia, sehingga hasil pemeriksaan dapat lebih cepat.
Baca juga: Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Tingkatkan Risiko Stunting
Head of Global Marketing Department Seoul Clinical Laboratories asal Korea Selatan SaeYun Baik MD PhD mengatakan tes skrining bayi baru lahir dilakukan dengan mengambil sedikit darah dari tumit bayi yang baru lahir pada usia sekitar 48 jam sampai tujuh hari setelah lahir.
NST merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan metabolisme bawaan yang dapat menyebabkan retardasi mental berat hingga kematian.
Melalui pemeriksaan NST, kelainan tersebut dapat terdeteksi sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pengobatan sedini mungkin.
Akan tetapi, apabila pengobatan terlambat dapat menyebabkan kecacatan intelektual, keterlambatan perkembangan, hingga kematian.
Prof Pusparini mengatakan World Health Organization (WHO) merekomendasikan pentingnya pemeriksaan dini untuk NST yang telah dikembangkan melalui pengujian yang aman dan ekonomis.
"Skrining pertama kali diperkenalkan pada 1985 di Korea, lalu mulai tahun 2018, manfaat asuransi kesehatan di Korea telah diperluas sehingga bayi baru lahir di bawah usia 28 hari dapat menerima tes gratis untuk lebih dari 50 gangguan metabolisme bawaan,” ujarnya.
Baca juga: Skrining HIV pada Ibu Hamil masih Rendah
Prof Pusparini mengatakan pemeriksaan skrining bayi baru lahir membutuhkan lebih banyak tes untuk diagnosis dini pada penyakit langka pediatrik.
Pasalnya, beban rasa sakit fisik dan mental pada anak-anak dan keluarganya cukup tinggi dan menyulitkan anak-anak dengan penyakit tersebut untuk tumbuh sehat.
Namun, saat ini karena rendahnya kesadaran terhadap penyakit langka, butuh waktu lama untuk menerima diagnosis yang akurat.
"Penyakit langka biasanya diketahui setelah rata-rata berobat di empat rumah sakit atau lebih dan membutuhkan waktu sekitar 7 tahun untuk menerima diagnosis akhir,” tuturnya.
Prof Pusparini merinci jenis NST yang jarang dilakukan yakni 1 jenis metabolisme glukosa, 2 jenis penyakit endokrin, 16 jenis metabolisme asam organik, 13 jenis metabolisme asam lemak, 24 jenis metabolisme asam amino, 1 jenis peroxisomal disorder, dan 1 tipe purine metabolism disorder. (RO/S-2)