PEKERJA Migran Indonesia telah menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara. Namun seringkali negara abai terhadap perlindungan para migran.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menilai, sebenarnya pemerintah di level presiden telah berkomitmen melindungi para migran lewat UU nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun implementasi di lapangan tidak sejalan dengan aturan yang tertuang di UU.
"Di level presiden dan menlu komitmen perlindungan pekerja migran sudah sangat terlihat. Namun ketika diimplementasi di level kementerian dan lembaga sering macet," kata Wahyu saat dihubungi, Selasa (16/5).
Baca juga: Pencegahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural Diperkuat
Ada beberapa hal yang dinilai Wahyu menjadi penghambat implementasi UU itu. Pertama, di tingkat Kementerian Luar Negeri, kualitas diplomat terkadang tidak memadai. Ia menyebut diplomat seringkali tidak menganggap isu pekerja migran sebagai isu diplomasi.
Kedua, menurutnya, watak UU nomor 18 tahun 2017 ialah desentralisasi. Namun Kementerian Ketenagakerjaan masih enggan mennyalurkan (deliver) kewenangan ke daerah.
Baca juga: Kemlu: Ada 2.103 WNI Korban TPPO Online Scam
Ketiga, daerah belum mengalokasikan APBD untuk perlindungan pekerja migran, biaya pelatihan dan lain-lain. Juga ada rivalitas kewenangan antara BP2PMI dan Kemnaker," imbuh dia.
Karenanya, dibutuhkan komitmen bersama, baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk melindungi PMI.
"Butuh implementasi dan komitmen penuh, bukan hanya pemerintah pusat tapi juga pemerintah daerah. Itu tantangan yang harus dihadapi bersama," pungkas Wahyu. (Ata/Z-7)