Penggunaan vaksin covid-19 bivalen (bivalent covid-19 vaccine) di Indonesia masih belum dilakukan. Itu karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengeluarkan rekomendasi untuk vaksin bivalen tersebut. Vaksin bivalen merupakan vaksin dengan dua komponen yakni virus covid-19 varian paling awal dan virus covid-19 varian omicron.
Sementara itu, pemerintah masih fokus melakukan vaksinasi berbasis monovalen kepada masyarakat. Dan diharapkan masyarakat melengkapi vaksinasi baik reguler maupun booster.
"Untuk vaksin bivalen kita masih menunggu rekomendasi dari WHO dan Itagi nantinya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi, Rabu (19/4).
Baca juga: Ada Arcturus, Kasus Covid-19 di Indonesia Masih Didominsi Omicron BA.4
Perlu diketahui hingga kini WHO belum mengeluarkan rekomendasi untuk penggunaan vaksin bivalen. Namun Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah mengizinkan vaksin bivalen dari Moderna dan Pfizer-BioNTec untuk digunakan sebagai booster.
"Untuk saat ini Kemenkes masih mendorong vaksin yang monovalen, termasuk untuk lansia," ujarnya.
Baca juga: WHO: Anak dan Remaja yang Sehat tidak Perlu Vaksin Covid-19
Sementara itu, Epidemilog Universitas Indonesia (UI) Masdalina Pane menilai karena belum ada rekomendasi dari WHO maka belum ada urgensi untuk penggunaan vaksin bivalen.
"Belum urgen sih WHO sendiri belum menganjurkan, kita masih pakai vaksin monovalen," ucapnya.
Melihat kesuksesan terciptanya vaksin Indovac dan Inavac ia menilai, pemerintah atau pihak swasta bisa mencoba untuk membuat vaksin bivalen karya anak bangsa.
"Bisa juga bivalennya produksi sendiri, bisa sebagai upaya kemandirian vaksin," pungkasnya.
Seperi diketahui, beberapa pekan terakhir angka positif covid-19 di berbagai wilayah Indonesia kembali mengalami peningkatan. Namun, tak hanya di Indonesia peningkatan juga terjadi di negara lainnya, seperti negara tetangga Malaysia dan Singapura.
Peningkatan kasus dicurigai terjadi akibat munculnya subvarian baru arcturus. Arcturus disebut memiliki gejala yang tidak berbeda jauh dengan varian omicron. Tidak ada bukti yang menyatakan subvarian arcturus lebih berbahaya atau lebih mematikan dibandingkan varian-varian pendahulunya.
Meski begitu, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa peningkatan kasusu covid-19 di Indonesia masih didominasi oleh varian omicron BA.4 bukan arcturus.
(Z-9)