23 March 2023, 14:55 WIB

Kerja Sama Hukum di Lingkungan Hidup Diperkuat. Ada Apa?


Atalya Puspa | Humaniora

KLHK
 KLHK
Menteri LHK Siti Nurbaya

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama dengan Mahkamah Agung (MA), memperkuat kerja sama bidang hukum lewat sebuah nota kesepahaman (MoU). Ada apa?

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan bahwa nota kesepahaman ini dimaksudkan untuk menjadi dasar pelaksanaan koordinasi antara kedua lembaga dalam mendukung upaya perlindungan LHK dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan serta aktualisasi hak masyarakat sesuai mandat konstitusi.

"Kita telah memiliki 3 Undang-Undang lingkungan hidup, dimulai dari UU Nomor 4 Tahun 1982 yang disebut umbrella provision lingkungan hidup, yang selanjutnya diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 1999, dan terakhir diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2009, memperlihatkan dinamika kebutuhan masyarakat yang tertuang dalam kebijakan pemerintah yang mendorong perubahan UU dimaksud," ungkap Siti dalam keterangan resmi, Kamis (23/3).

Baca juga : Menteri LHK perlu Kolaborasi Atasi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Siti menjelaskan lebih lanjut, bahwa penambahan kata perlindungan dalam UU nomor 32 tahun 2009 memperlihatkan keprihatinan akan peningkatan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Kemudian yang terakhir, disesuaikan kembali melalui UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya yang menyangkut perizinan berusaha, dan pada konteks lingkungan hidup, lebih berorientasi dalam penyederhanaan prosedur birokrasi perizinan, tanpa mengubah prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Restorative Justice

Dengan UU Cipta Kerja, kata dia, pemerintah berupaya untuk tetap dapat memastikan perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat. Pemerintah melakukan penyederhanaan sistem perizinan dan penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum. Regulasi ini juga mengatur mengenai penyelesaian masalah konflik tenurial, serta menegaskan keberpihakan kepada masyarakat.

"Melalui pendekatan restorative justice, UU Cipta Kerja mengatur agar tidak ada lagi kriminalisasi pada masyarakat di dalam kawasan hutan maupun masyarakat adat," terang Siti.

Ia bercerita, sebelum adanya UU Cipta Kerja, bahkan masyarakat yang tidak sengaja melakukan kegiatan di dalam hutan, atau yang bermukim di kawasan hutan, dapat langsung dipidana.

"Ibaratnya pada saat itu dikatakan bahwa ranting tidak boleh patah nyamuk tidak boleh mati, begitu ketatnya pengaturan tentang akses hutan ketika itu bagi masyarakat, melalui Undang-Undang ini, pendekatan yang dilakukan adalah penegakan hukum administrasi dan melakukan pembinaan serta pemberian legalitas akses bagi masyarakat," jelas Siti.

Untuk itu, dirinya berharap melalui kerja sama ini, upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan dapat terwujud, serta dapat melindungi generasi saat ini dan generasi yang akan datang.

Kapasitas Hakim

Menurut Siti, dengan mempertimbangkan berbagai aspek lingkungan hidup yang terjadi di dalam negeri maupun perkembangan yang begitu cepat di luar negeri, maka sangat tepat dilakukan kerja sama ini dalam upaya peningkatan kapasitas.

Para hakim dapat memeroleh pemahaman dan updating terkait teknis lingkungan hidup dan kehutanan, dan aparat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga dapat memperoleh berbagai aspek judisial yang sangat diperlukan.

Oleh karena itu, kerja sama ini akan difokuskan pada peningkatan jumlah hakim lingkungan, updating perkembangan lingkungan hidup dan kehutanan di dalam negeri maupun di luar negeri.

"Berbagai aspek teknis lingkungan serta aspek hukum lingkungan akan dibahas dan diperdalam melalui nota kesepahaman antara lain perubahan iklim termasuk NDC, FoLU Net Sink, blue carbon dan climate justice, penurunan keanekaragaman hayati, pencemaran lingkungan, pengukuhan dan tata batas kawasan hutan, perhutanan sosial, pengelolaan limbah berbahaya dan beracun, pengelolaan sampah serta ekonomi sirkuler, serta ecological justice; antara lain menjadi topik teknis dalam ruang lingkup bahasan dan kegiatan yang akan dilakukan," terang Siti.

Ketua MA, M. Syarifuddin pada kesempatan ini menyampaikan bahwa MA menyambut baik nota kesepahaman ini dalam rangka memperkuat kapasitas dalam perlindungan LHK.

Dirinya menerangkan bahwa melalui nota kesepahaman ini berupaya untuk menyelesaikan Peraturan MA mengenai Hukum Acara Lingkungan Hidup.

Setelah peraturan ini selesai, akan dilakukan sosialisasi pada para hakim dan pencari keadilan. Syarifuddin juga menuturkan bahwa hingga saat ini telah terdapat sekitar 1.400-an hakim lingkungan yang selanjutnya akan mendapat pencerahan terkait perlindungan lingkungan. (Z-4)

 

BERITA TERKAIT