17 March 2023, 20:44 WIB

Isu Lingkungan Semakin Populis


mediaindonesia.com | Humaniora

MI/HO
 MI/HO
Pemaparan laporan CDP

LAPORAN baru oleh CDP, platform pelaporan lingkungan dunia, mencatat telah terjadi peningkatan momentum untuk pelaporan dan aksi lingkungan oleh pihak swasta di Asia Tenggara, dengan peningkatan sebesar 47% dalam pelaporan CDP di seluruh kawasan.

Laporan baru bertajuk Nature Incorporated, yang diterbitkan dengan dukungan dari penyedia solusi iklim global, South Pole, menemukan perusahaan di kawasan Asia Tenggara menunjukkan peningkatan komitmen terhadap aksi lingkungan yang transparan pada 2022.

Jumlah perusahaan yang melaporkan dan melakukan aksi untuk tata kelola hutan dan ketahanan air masih jauh dari massa kritis yang dibutuhkan untuk berkontribusi secara signifikan bagi dunia dalam mencapai target lingkungan global. 

Baca juga: AS Dorong Percepatan Pemanfaatan Hidrogen Bebas Karbon

Pada 2022, 482 perusahaan di seluruh Asia Tenggara melaporkan data iklim ke CDP, tetapi hanya 123 perusahaan yang melaporkan tentang air dan 35 perusahaan yang melaporkan tentang hutan. 

CDP juga melaporkan bahwa hanya 20 (atau 4%) perusahaan di Asia Tenggara yang mengungkapan tiga tema yaitu perubahan iklim, hutan, dan ketahanan air.

Ada ruang untuk meningkatkan ambisi, fokus, dan komitmen di wilayah ini. Di mana keberagaman tidak hanya dari segi budaya, namun juga dari keanekaragaman hayati di wilayah Asia Tenggara.

Baca juga: Menteri LHK: Perlu Kolaborasi Atasi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan ekosistem alami termasuk ekosistem laut yang sangat bernilai tinggi, yang terdiri dari 30% terumbu karang dunia, sepertiga hutan bakau dunia dan hampir 15% hutan tropis dunia. 

Laporan ini juga menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara sesungguhnya memahami urgensi dari situasi yang ada dan dapat memperkirakan bahwa dampak finansial dari risiko dari perubahan iklim, hutan, dan ketahanan air akan jauh melebihi biaya untuk mengendalikan risiko tersebut. 

Meski demikian, hanya lima perusahaan dari wilayah ini yang berhasil mendapat skor A dan masuk ke daftar A (A-list) CDP pada 2022, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan lebih dari 330 perusahaan secara global. 

Empat dari lima perusahaan yang masuk berada dalam daftar A-list untuk Iklim sementara tiga perusahaan masuk dalam A-list untuk ketahanan air.

Dampak lingkungan dari rantai pasok juga masih dianggap kurang penting oleh perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara. 

Keterlibatan rantai pasok masih dianggap hanya sebagai sesuatu yang “baik untuk dimiliki”, bukan sebagai hal yang “harus dimiliki” atau sebuah keharusan. Hanya 31% perusahaan yang melaporkan bahwa mereka melibatkan pemasok mereka dalam memerangi isu terkait iklim.

Secara global, untuk mencapai emisi nol bersih (net-zero), konservasi alam dan jasa ekosistem secara memadai, diperlukan tindakan kolektif dari pemerintah, investor, perusahaan, dan masyarakat agar kita dapat mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. 

Data CDP menunjukkan bahwa degradasi hutan dan air menimbulkan risiko material yang nyata bagi bisnis namun hal ini masih diremehkan dan diabaikan akan ada biaya yang besar untuk kawasan ini jika tidak ada tindakan serta langkah yang diambil secara lokal dan global.

Director, Southeast Asia & Oceania CDP John Leung mengatakan, dalam acara tahunan ini, pihaknya melakukan analisis dan temuan terbaru berdasarkan data lingkungan CDP sekaligus memberikan penghargaan kepada para perusahaan yang memimpin dalam hal aksi lingkungan di kawasan Asia Tenggara. 

“Berikut dengan organisasi-organisasi di Indonesia yang telah menunjukkan kepemimpinan dalam mencapai tujuan kita bersama untuk menyelaraskan langkah dengan perjanjian Paris (Paris Agreement) dan sebagai inti dari gerakan menuju masa depan emisi nol bersih (net-zero) yang berdampak positif terhadap alam (nature positive),” kata Leung, Kamis (16/3).

Dia mengatakan dampak perubahan iklim semakin cepat terjadi di seluruh dunia dan dapat dengan cepat menjadi tidak dapat diubah. Bahkan saat ini, dunia yang selaras dengan 1,5 derajat Celcius, pencapaian emisi nol bersih (net-zero) dan dampak positif terhadap alam itu mungkin terwujud, tetapi semua pihak harus segera bertindak sekarang juga untuk mengatasi krisis ini.

Asia Tenggara, sebagai daerah yang menaungi beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, terutama karena kekayaan keanekaragaman hayatinya, akan memainkan peran yang sangat penting bagi masa depan planet.

“Jadi meskipun kami merasa sangat optimis melihat pertumbuhan pelaporan dan keterbukaan terkait dampak lingkungan di kawasan Asia Tenggara, di mana hal ini merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk tindakan lingkungan perusahaan yang efektif. Kami mendorong semua pemangku kepentingan untuk berkomitmen dan bertindak lebih ambisius dan menunjukkan kepemimpinan yang lebih baik, untuk kawasan Asia Tenggara dan untuk dunia,” ujarnya.

“Kami berharap dapat melihat lebih banyak lagi aktor bisnis dan pembuat kebijakan yang memimpin tindakan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, dan lebih tangguh, dimulai dengan lebih banyak lagi perusahaan di Asia Tenggara yang melaporkan dan menunjukkan tata kelola lingkungan dan komitmen terkait iklim yang lebih ambisius, dalam transisi kita menuju dunia yang berkeadilan, emisi nol bersih (net-zero) dan berdampak positif terhadap alam, di mana keharmonisan antara manusia dan lingkungan terjaga dengan baik,” pungkasnya. (RO-Z-1)

BERITA TERKAIT