PENANGANAN kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia terus menunjukan perkembangan positif setiap tahunnya. Hal itu merupakan buah dari adanya solusi permanen untuk penanganan karhutla yang terkoordinasi baik dilakukan seluruh stakeholder dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sejak 2015 luas karhutla terus menurun. Pada 2015, tercatat ada seluas 2,6 juta hektare mengalami karhutla. Lalu pada 2016 menurun jadi 438.363 hektare, dan pada 2017 seluas 165.484 hektare, pada 2018 karhutla terjadi seluas 529.266 hektare.
Berkutnya pada 2019 seluas 1,6 juta hektare, pada 2020 tercatat 296.942 hektare, dan pada 2021 menjadi 358.864 hektare serta pada 2022 turun menjadi 202.618 hektare (Januari - November 2022).
“Jika dibandingkan dengan tahun 2021 pada periode Januari sampai Oktober 2022 terjadi penurunan 35,85% atau 110.334 hektare. Kebakaran paling banyak terjadi di lahan mineral dibandingkan lahan gambut,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Sabtu (3/12).
Selain itu tren hotspot seluruh Indonesia berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confidence level high mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2019. Pada 2019 KLHK mencatat ada sebanyak 24.884 hotspot. Setelah itu, pada 2020 menurun jadi 2.595 hotspot dan pada 2021 menjadi 1.387 hotspot, lalu di 2022 menjadi 1.278 hotspot (14 Desember 2022).
Baca juga: KLHK: Luas Karhutla 2022 Turun 35,84%
Menteri Siti menyebut, capaian-capaian itu didapatkan dari perubahan paradigma pengendalian karhutla sejak 2015.
“Sebelum tahun itu, penanganan karhutla hanya berfokus pada kejadiannya saja. Anggaran pun hanya berfokus pada penanganan dan pemadaman. Selain itu pemantauan hotspot hanya dilakukan oleh satelit NOAA, dan belum ada koordinasi yang baik tentang laporan karhutla dari daerah dan pusat,” bebernya.
Lalu, pada 2015 hingga kini, pemerintah membuat paradigma baru tentang penanganan karhutla, yaitu dengan membentuk solusi permanen. Terlebih, saat ini pengendalian kebakaran hutan dan lahan merupakan hal yang penting dalam mencapai target forest and land use (FoLu) Net Sink 2030.
Di antaranya dengan mengedepankan upaya pencegahan, melibatkan masyarakat, melakukan pemantauan hotspot lewat sejumlah satelit, yaitu NOAA20, SNPP, LANDSAT8, NASA-SNPP, NASA-MODIS dan NASA-NOAA20.
Selain itu, pemerintah juga telah membuat sistem early warning dan deteksi dini serta early response untuk pencegahan. Ada pula pembangunan instrumen penanganan karhutla seperti ISPU, penghitungan luas karhutla, patroli terpadu, MPA paralegal dan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Di samping itu, untuk menangani karhutla di lahan gambut, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengembangkan sistem monitoring gambut yang dinamakan dengan SiMATAG-0.4 m.
“Database tersebut mengolah data pemantauan dari 10.331 titik pengamatan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) yang tersebar di seluruh Indonesia dan di-update secara kontinyu melalui aplikasi gadget,” ucap Siti.
Upaya-upaya itu terus dilakukan dan ditingkatkan. Adapun, pihaknya juga tengah melakukan persiapan menghadapi kejadian karhutla tahun 2023.
“Kita mengingatkan ancaman karhutla yang akan terjadi pada tahun 2023. Meskipun curah hujan tahunan 2023 yang diprakirakan melebihi batas normalnya di sebagian wilayah Indonesia menurut BMKG, namun tetap perlu waspada dan siaga terhadap peningkatan potensi kekeringan dan karhutla di beberapa wilayah rawan karhutla,” ucapnya.
Siti menegaskan kepada seluruh pihak bahwa langkah-langkah pencegahan harus dilaksanakan sedini mungkin. Upaya pencegahan harus tetap dilaksanakan seperti pamantauan titik panas atau hotspot, pemadaman dini, patroli pencegahan, sosialisasi, dan upaya lainnya.
Lebih detilnya, pada 2023 akan dilakukan upaya pengendalian karhutla yakni dengan sinergitas program dan perencanaan pentaheliks pemangku kepentingan dan pemangku kebijakan pusat maupun daerah dalam rangka pengendalian karhutla. Kolaborasi pentaheliks dalam pengendalian karhutla sangat penting dalam mendukung Indonesia’s FoLu Net Sink 2030.
Selain itu, meningkatkan pengendalian karhutla melalui upaya pencegahan secara permanen melalui analisis iklim, deteksi dini, pengendalian operasional, dan aktivasi seluruh satgas pengendalian karhutla.
Selanjutnya, beberapa aspek penting dalam pengendalian karhutla yang perlu diperkuat antara lain optimalisasi organisasi, SDM, sarana prasarana, pengembangan inovasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi mengungkapkan KLHK telah mendapat mandat untuk pengendalian perubahan iklim sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change dan target kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC).
“Pemerintah telah menetapkan kebijakan dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca untuk mengendalian perubahan iklim dengan Program Nasional Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FoLu) Net Sink 2030 sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021,” jelas Laksmi.
Sebagai tindak lanjut hal tersebut, Menteri LHK telah membuat Keputusan Menteri LHK Nomor: 168/Menlhk/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FoLU) NET SINK 2020 untuk Pengendalian Perubahan Iklim. Kebijakan dan implementasi di sektor kehutanan menuju FoLU Net sink 2030 diantaranya adalah pengendalian karhutla dengan orientasi pencegahan secara permanen.
“Salah satu solusi permanen pencegahan karhutla adalah patroli terpadu pencegahan karhutla,” imbuh dia.
Dalam hal ini, salah satu yang diperkuat adalah penggunaan aplikasi Sistem Informasi Patroli Pencegahan (SIPP) Karhutla, yang merupakan hasil kolaborasi KLHK, IPB dan International Tropical Timber Organization (ITTO).
SIPP Karhutla dibangun sebagai perangkat untuk membantu Tim Patroli melaporkan hasil patroli di lapangan secara real time dengan didukung aplikasi berbasis website sebagai basis dan analisis data bagi KLHK dalam menyusun kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
SIPP Karhutla telah diuji coba secara langsung di wilayah Sumatra, Kalimantan serta Sulawesi. Sosialisasi dan pelatihan secara online juga telah dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, dari Sumatra hingga Papua.
“Sejauh ini, aplikasi ini pun telah digunakan oleh Tim Patroli untuk melaporkan hasil kegiatan patrolinya dan benar-benar membantu dalam menyusun laporan secara lebih cepat dan lebih akurat,” ungkap Laksmi.
Manggala Agni
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan KLHK Basar Manullang mengungkapkan salah satu kunci dari pengendalian karhutla ialah melalui penguatan Brigade Pengendalian Karhutla Manggala Agni.
Saat ini telah ada 34 daerah operasional Manggala Agni yang tersebar di Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatra Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Adapun, jumlah personil Manggala Agni ialah sebanyak 1.997 orang.
“Manggala Agni akan terus diperkuat. Selain kapasitas SDM, sarana prasarana dan juga peningkatan status jabatannya yang sedang diproses untuk menjadi jabatan fungsional KLHK,” ucap Basar.
Dengan diperkuatnya Manggala Agni, ia berharap akan semakin menunjang profesionalitas serta kinerja mereka. Selain itu, kemitraan bersama para pihak pemangku kepentingan dan komponen masyarakat dalam pengendalian karhutla juga terus diperkuat.
“Daops Manggala Agni selalu siap menjadi center of exellences bagi para pihak dalam peningkatan kapasitas pengendalian karhutla,” pungkas dia. (Ata/OL-10)