02 December 2022, 16:33 WIB

Isi Trikora dan Hasil Akhir Operasi


Joan Imanuella Hanna Pangemanan | Humaniora

Antara/Andika Wahyu.
 Antara/Andika Wahyu.
Seorang pria melintas di depan Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

DALAM upayanya membebaskan Irian Barat (Papua) dari Belanda, Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat atau Trikora pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Ini berawal dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada 2 November 1949 terkait rencana pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia oleh Kerajaan Belanda.

Pada KMB tersebut, status Papua Barat diputuskan akan diselesaikan dalam waktu setahun ke depan. Namun hingga 12 tahun kemudian, masalah tersebut belum selesai.

Belanda ingin menjadikan Papua Barat sebagai negara boneka. Pada Februari 1961, Belanda mulai membentuk parlemen dan pada 19 Oktober 1961, Komite Nasional Papua terbentuk. Tidak hanya itu, kekuatan militer Papua juga turut dibangun. Kemudian, Belanda melakukan Pameran Bendera (Vlagertoon) yang ternyata disertai kapal-kapal perang pada 4 April 1960. 

Soekarno bersama para pejabat tinggi Indonesia pada 6 Maret 1961 membentuk Korps Tentara Kora-1 dan Mayor Jenderal Soeharto yang menjadi panglima komandonya. Nama kesatuan ini beberapa kali mengalami perubahan, dari Tjadangan Umum Angkatan Darat (Tjaduad) hingga menjadi Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Pada 11 Desember 1961, pemerintah Indonesia juga membentuk Dewan Pertahanan Nasional (Depertan). 

Tiga hari setelah itu dilaksanakan sidang yang melahirkan Komando Operasi Tertinggi (KOTI) yang dipimpin langsung oleh Presiden Sukarno. Kemudian, pada 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengutarakan maksud Trikora melalui pidatonya yang diserukan di Yogyakarta.

Dalam pidato tersebut, terdapat ratusan ribu rakyat dari Yogyakarta dan luar daerah Yogyakarta di Alun-Alun Utara Yogyakarta. Pada pukul 09.00 WIB, Soekarno menyampaikan tujuan Trikora untuk mengagalkan pembentukan negara boneka oleh Belanda di Papua Barat.

Soekarno menegaskan bahwa bendera Merah Putih harus berkibar di Irian Barat serta digelar mobilisasi umum untuk mengambil kembali Irian Barat dari kuasa Belanda. Isi Trikora yang diserukan oleh Bung Karno sebagai berikut. 
1. Gagalkan negara boneka Papua. 
2. Kibarkan bendera Sang Saka Merah Putih di Papua. 
3. Siapkan diri untuk mobilisasi umum.

Tugas kesatuan ini merencanakan, mempersiapkan, dan menggelar operasi militer untuk menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia. Kapal penjelajah KRI Irian 201 menjadi salah satu aksi Trikora yang dikenal oleh masyarakat luas. Kapal tersebut didapatkan Indonesia dari Rusia pada 5 Oktober 1961. Kapal KRI Irian 201 dilengkapi berbagai fasilitas tempur, seperti rudal, torpedo, hingga bom jarak jauh. Pada saat itu, Indonesia memiliki 12 fregat, 12 kapal selam, 22 kapal cepat bertorpedo dan berpeluru kendali, serta 4 kapal penyapu ranjau. 

Atas saran Amerika Serikat, Indonesia diminta mengedepankan jalan diplomasi untuk mengambil-alih Papua Barat dari Belanda. Amerika Serikat bersedia menjadi penengah dan menyediakan tempat netral untuk membicarakan masalah tersebut. Indonesia dan Belanda bertemu kembali di satu meja pada 15 Agustus 1962 atas desakan AS. Delegasi RI dipimpin oleh Adam Malik, sedangkan Belanda mengutus Dr. Jan Herman van Roijen dan Diplomat AS, Ellsworth Bunke, bertindak sebagai penengah.

Inti perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian New York itu ialah Belanda harus menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia selambat-lambatnya 1 Mei 1963. Selama proses pengalihan, wilayah Papua Barat akan dipegang sementara oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang dibentuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Selain itu, Belanda harus menarik pasukannya dari Irian Barat dan pasukan Indonesia diperbolehkan bertahan namun di bawah koordinasi UNTEA.

Pada 1 Oktober 1962, Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Kemudian pada 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB. (OL-14)

BERITA TERKAIT