10 November 2022, 13:26 WIB

Cek Risiko Gangguan Tiroid


M. Iqbal Al Machmudi | Humaniora

Dok. Litbang MI
 Dok. Litbang MI
Ilustrasi

DUA bulan terakhir, Partini merasakan berat badannya turun meskipun ia tidak sedang diet. Sebaliknya, nafsu makannya jsutru bertambah. Ia juga mengaku sulit tidur serta mudah lelah. Yang membuat ia khawatir, jantungnya kerap berdebar-debar. Ketika akhirnya menemukan benjolan pada pangkal leher, ia memutuskan ke dokter. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, ia didignosis hipertiroid.

Tiroid adalah kelenjar hormon berbentuk kupu-kupu yang terletak di depan leher. Organ ini sangat vital karena menghasilkan hormon yang mengendalikan metabolisme tubuh. Gangguan pada kelenjar hormon ini dpat menggangu metabolisme tubuh.

"Namun dokter akan pastikan dulu apakah itu memang benar tiroid atau bukan kalau benjolan di leher. Jika benar maka kita tentukan karena anatomi atau produksi hormonnya. Dua hal itu bisa berdiri sendiri atau dua-duanya Itu bisa berdiri sendiri tapi bisa dua-duanya," kata Dokter Spesialis Bedah Onkologi Dr. dr. Wijayanti S, SpB (K) Onk dalam talkshow Terapi Pada Benjolan Tiroid secara daring, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Komplikasi Diabetes Bisa Sebabkan Neuropati

Jika yang bermasalah produksi hormon, kemungknan tidak perlu pembedahan, cukup dengan medikamentosa/perawatan. Namun jika masalah terjadi karena anatominya maka membuthkan tindakan pembedahan. Karena posisi tiroid di depan leher maka setiap orang bisa memeriksanya sendiri dengan cara berdiri di depan cermin kemudian mencoba menelan dan apakah ada benjolan yang ikut gerekan menelan itu.

Jika itu ikut menelan maka tiroid kita membesar. Namun memang tiroid yang besar belum tentu suatu kelainan jika leher sedikit ditekan terasa sakit maka segera memeriksakan diri ke dokter.

Jika leher membengkak secara tidak wajar besar kemungkinan adanya gangguan tiroid yang sering dikenal dengan 'gondok. Hal ini terjadi akibat dari kekurangan yodium atau peradangan pada kelenjar tiroid sehingga perlu pemeriksaan dokter dengan segera.

Radioaktif

Dokter akan melakukan skrinning terlebih dahulu untuk mengetahui bentuk dan tiroidnya apakah membesar atau tidak. Kemudian ada langkah selanjutnya apakah USG atau cek laboratorium. Jika ada indikasi diagnostik yang lebih maka pasien dirujuk ke dokter bagian bedah dan akan melihat lebih dalam untuk langkah selanjutnya apakah butuh pembedahan atau cukup pada perawatan.

"Jika terlihat modul solid maka ini termasuk lebih ke anatominya bukan karena metabolisme. Kalau seperti itu kita perlu lihat melalui USG, tapi untuk lebih bagus dengan pemeriksaan sidik kelenjar tiroid lebih kelihatan itu ganas atau enggak," ujarnya.

Baca juga: Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Kini Miliki Layanan Transplantasi

Di kesempatan yang sama Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir dr. Patricia Marina, SpKN, FANMB menjelaskan pasien yang datang ke dokter spesialis kedokteran nuklir biasanya adalah pasien dengan hipertiroid. Pemeriksaan yang dilakukan adalah sidik kelenjar tiroid yang menggunakan radioaktif dengan Technisium 99 m (Tc-99).

"Kita lakukan sidik tiroid lalu kita lihat fungsinya, radioaktif itu apakah menangkap nodul (benjolan) atau tidak untuk melihat fungsinya fungsi dari nodul itu," ujar dr Patricia.

Jika tidak menangkap nodul aktif maka dinamakan nodul dingin yang berpotensi 20% menuju keganasan. Pada kasus ini pasien akan dirujuk kembali ke dokter bagian bedah untuk dilakukan tindakan.
"Tetapi kalau misalkan nodul yang tertangkap adalah nodul panas atau aktivitasnya tinggi biasanya kita bisa lakukan dengan ablasi tiroid radioaktif iodium 131 (RAI)," ujarnya.

Ablasi tiroid bertujuan menyusutkan hingga menghilangkan nodul pada tiroid yang menunjukkan sifat keganasan untuk mencegah kanker tiroid.
Ablasi bisa dilakukan pada kasus hipertiroid dengan catatan pasien, rutin melakukan perawatan dari 12-18 bulan, dilakukan cek laboratorium dan masih dilakukan medikamentosa.Ja masih tinggi bisa alternatif ablasi tiroid radioaktif iodium 131 (RAI). (H-3)

BERITA TERKAIT