27 October 2022, 19:35 WIB

Nilai Tertinggi Landasan Hukum di Indonesia Harus Dikembalikan


Gana Buana | Humaniora

ANTARA
 ANTARA
Warga menyelesaikan pembuatan mural bertema Pancasila.

BERBAGAI upaya perlu dilakukan guna memperkuat Pancasila sebagai dasar hukum negara sekaligus diinternalisasi dalam proses penyusunan kebijakan dan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Mendorong pemahaman Pancasila sebagai dasar bangsa dan negara melalui aspek hukum menjadi salah satu tujuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyelenggarakan seminar bertajuk Pendidikan Hukum dan Pancasila, Kamis (28/10).

“Seminar ini bertujuan untuk menggali kembali pengetahuan Pancasila sebagai bangsa dan dasar pendirian, serta cita negara, dan cita hukum yang khas. Kedua, mensistematiskan Pancasila dalam bidang kajian yang otonom, dan mempersiapkannya dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum, bahkan ke segala jenjang masyarakat. Ketiga mencoba menyikapi fenomena perubahan dunia yang berpengaruh signifikan terhadap Indonesia,” ungkap Ketua Pusat Kajian Hukum (Puskakum) FH-UI Supardjo Sujadi saat memberikan sambutan. 

Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia keenam sekaligus Dewan Pembina Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang turut memberikan kuliah umum dalam seminar tersebut mengatakan pascarefomasi, banyaknya cendikiawan membawa semangat liberalisme dan kapitalisme yang secara tak sadar semakin mengerdilkan Pancasila.

“Mereka tidak sadar bahwa nilai yang mereka bawa telah menggerogoti dan menggerus jati diri bangsa sebagai satu-satunya hak milik bangsa yang paling berharga,” ungkapnya. 

Baca juga: Kesehatan Mental adalah Fondasi untuk Masa Depan Anak

Berdasarkan hasil Survei Nasional terkait Pancasila yang dilakukan Puskakum FH-UI. Kris Wijoyo Soepandji, peneliti Puskakum FH-UI dan Dosen Tetap FH-UI ini memaparkan hasil survei yang membedah apakah Pancasila masih diakui sebagai landasan kehidupan bermasyarakat di Indonesia, serta menjadi pedoman dalam menjaga kepribadian nasional. Dalam temuan survei, Kris memaparkan bahwa masyarakat memang makin minim frekuensinya untuk mendengar kata-kata Pancasila. 

“Sebanyak 56% mayoritas responden hanya mendengar Pancasila pada bulan tertentu, seperti Hari Lahir Pancasila pada Juni, atau Hari Kemerdekaan Indonesia pada Agustus. Meski demikian, 90% responden menyatakan bahwa Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Hal yang juga menarik dari survei ini adalah temuan yang menyampaikan bahwa sebanyak 98% lebih responden percaya bahwa pemimpin di Indonesia perlu memegang teguh nilai-nilai Pancasila. Masyarakat sangat mendambakan pemimpin Indonesia yang mampu merefleksikan berbagai kebijakan dan prosesnya sesuai dengan nilai- nilai Pancasila melalui peraturan yang mengedepankan keadilan dan mengutamakan kepentingan rakyat. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan tidak lepasnya posisi para pembuat kebijakan dari berbagai pengaruh dan tekanan eksternal. Lebih daripada itu masyarakat tetap mendambakan pemimpin yang mampu mengambil sikap yang bijaksana dalam proses pengambilan keputusan- keputusannya.

Harapan mayoritas masyarakat terhadap Pemimpin yang Pancasilais juga dikonfirmasi melalui temuan yang menyebutkan bahwa sebanyak 90% responden menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan pemerintah Indonesia,” papar Kris.

Hasil survei ini turut menunjukkan bahwa Pancasila sejatinya masih dapat menjadi pijar bagi Indonesia ditengah perjuangannya menjadi pemimpin di kancah global. (Gan)

BERITA TERKAIT