USIA 65 tahun bukan hambatan bagi Putri Lenggo Geni untuk berkarya. Setelah pensiun, ibu tiga anak ini mendirikan Madrasah Ahlakul Qurani (MAQ) Al Uswah. Bermodalkan tabungan pensiunnya dan sang suami, Doddy Surachman, ia merintis pendirian sekolah formal berbentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau kerap dikenal dengan PKBM.
“Saya sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk mempunyai sebuah sekolah. Namun, ketika memasuki masa pensiun, saya ditawarkan mengambil alih gedung beserta sekolahnya oleh rekan kerja di kantor,” ungkap Putri.
Banting setir dari birokrat di lingkungan Aparat Sipil Negara (ASN) menjadi perempuan pengusaha yang merintis sekolah formal dengan kekhasan agama Islam bukan hal mudah. Salah satu tantangan ialah minimnya jumlah tenaga pengajar siap pakai. Begitu pula dengan transisi serta budaya mengajar guru-guru yang sebagian besar berlatar belakang sebagai ustad dan ustadzah.
Baca juga: Guru Madrasah Harus Terlibat Aktif Wujudkan Visi Indonesia 2045
Pada awal pendirian MAQ Al Uswah, Putri harus beradaptasi dengan para ustaz dan ustazah hingga mereka siap.
Dukungan tepat dari keluarga, terutama ibunya, dalam menjalankan bisnis membuat Putri kuat menghadapi berbagai tantangan. Pengalamannya sebagai Head of Training and Education Center di Perum BULOG juga menjadi bekalnya dalam merintis bisnis di sektor pendidikan.
Menurut Putri, perempuan kalau sudah memiliki ketertarikan pada satu bidang, biasanya akan mendalaminya sampai tuntas.
“Sebelum pensiun, saya dipercaya memimpin Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di kantor. Di situlah saya mulai mengenal dunia pendidikan,” tuturnya.
Pada awal pendirian Madrasah Ahlakul Qurani, nenek 4 cucu itu harus beradaptasi dengan para ustadz dan ustadzah hingga mereka siap.
Langkah pertama yang ia lakukan dalam menyiapkan kompetensi tenaga pengajar ialah mengikutsertakan mereka ke berbagai pelatihan daring dan luring sehingga kemampuan mengajar para ustaz serta ustazah berkembang terus.
Saat ini, MAQ menyediakan jenjang pendidikan setara taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
Putri merintis Madrasah Ahlakul Qurani Al Uswah dengan terlebih dahulu mendirikan Yayasan Nur Rachmand. Kemudian, barulah mendirikan sekolah.
Pendirian MAQ diawali dengan ide membentuk Taman Pendidikan Al Quran (TPA).
Dalam perkembangannya, Putri menilai TPA kurang efektif mendidik anak-anak dalam mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan Al Quran secara berkelanjutan.
Setelah melakukan sejumlah riset dan mengikuti berbagai pelatihan pendidikan, Putri menyadari kebutuhan anak usia dini perlu lebih dititikberatkan pada ajaran agama ketimbang hanya melalui pendidikan dasar bersifat formal.
“Jadi, akhirnya, saya mendirikan MAQ Al Uswah dengan harapan anak-anak usia dini terlebih dahulu mengenal dan lebih dekat dengan kitab sucinya, yakni Al Quran. Sebab, tanpa kita sadari, semua ilmu yang ada saat ini bersumber dari Al Quran, sehingga ini menjadi bekal fondasi awal anak-anak dalam menjalani kehidupan mereka di masa akan datang,” paparnya.
Perubahan gaya hidup dan pola asuh, khususnya di kalangan pasangan muda yang memiliki anak, tidak luput dari perhatian Putri.
Seiring dengan berjalannya waktu, pasangan suami istri harus bekerja untuk memenuhi tuntutan ekonomi. Konsekuensinya, mereka menitipkan buah hati kepada keluarga di rumah atau lembaga pendidikan.
Pola asuh mereka terkadang berbeda dengan orangtua. Efeknya, perkembangan emosi dan perilaku anak bisa terganggu dan memicu berbagai masalah, khususnya terkait dengan moralitas anak.
“Banyak wali murid kami yang mengeluhkan sebelum anaknya menimba ilmu di MAQ, mereka sudah mulai terbiasa dengan kata-kata kasar dan menganggap itu suatu hal biasa. Hal-hal seperti ini apabila dibiarkan akan menjadi masalah besar di kemudian hari,” terang Putri.
Berlatar belakang fakta tersebut, Putri mengedepankan aspek agama dan adab sebagai materi pembelajaran utama di Madrasah Ahlakul Qurani.
Perempuan yang aktif di Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) itu juga berharap sekolah PKBM tersebut dapat diperluas hingga ke jenjang pendidikan setara sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
Terkait stigma terhadap kualitas PKBM yang dinilai ala kadarnya karena hanya merupakan jembatan untuk mendapatkan ijazah yang dibutuhkan, Putri berusaha mengubahnya.
Lulusan Program S2 Colorado State University itu melihat bahwa PKBM daapt juga dijadikan alternatif sekolah unggulan yang tidak kalah dengan sekolah formalitas lainnya.
Putri menjelaskan bahwa kurikulum di MAQ Al Uswah telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga para murid dapat bersaing dengan murid lain kelak saat mereka lulus.
“Kurikulum kami merupakan perpaduan kurikulum dasar yang dipadukan dengan tambahan agama Islam terpadu sesuai dengan ajaran Al Quran dengan cara mengajar yang unik dan menarik bagi anak-anak,” ujar Putri.
Putri memberi contoh misalnya terkait dengan kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan dimana MAQ AL Uswah memperkenalkan beragam jenis kegiatan antara lain berkuda, memanah dan berenang sebagai materi dasar.
Hal ini, menurut Putri, sesuai dengan ajaran Al Quran yang mensyaratkan ketiga jenis olahraga tersebut wajib untuk dikenalkan kepada muslimin.
“Saya bersyukur dengan segenap upaya yang telah dilakukan, kami berhasil mendapatkan izin dari Dinas Pendidikan untuk menyelenggarakan PKBM Paket B dan C atau selevel dengan SMP dan SMA. Murid pun semakin berkembang dari yang awalnya hanya berjumlah 10 sekarang lebih dari 120 anak didik,” pungkas Putri. (RO/OL-1)