ARIGATOU International menggelar Lokakarya Regional Pendidikan Etika di Yogyakarta, 2-9 Oktober 2022. Ajang ini merupakan kerja sama dengan Guerrand-Hermès Foundation for Peace, Global Humanity for Peace Institute, the Higher Committee for Human Fraternity, King Abdullah Bin Abdulaziz International Dialogue Centre (KAICIID), UNESCO Regional Office for Eastern Africa dan UNESCO New Delhi Cluster Office,
28 peserta penerima Program Arigatou Fellowship dari enam negara yaitu Banglades, Bhutan, Mauritus, Kenya, Seychelles, dan Indonesia mengikuti program ini dengan mengundang 10 trainer dari delapan negara yaitu Italia, kolombia, Nigeria, Amerika Serikat, Inggris, Austria, Kenya, dan Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek), Nunuk Suryani menyambut kedatangan peserta Lokakarya Regional Program Arigatou Fellowship Pendidikan Etika. "Atas nama Kemendikbudristek, saya mengucapkan selamat datang kepada semuanya. Saya senang melihat Bapak/Ibu dari berbagai negara hadir di Indonesia untuk melaksanakan lokakarya ini,” ujar Nunuk dalam sambutannya secara daring saat membuka Lokakarya Regional Pendidikan Etika di Yogyakarta, Senin (3/10).
Ia menyampaikan program kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari Simposium Pendidikan Global yang terselenggara pada 22-23 November 2021. Tujuan dari program ini, jelas Nunuk, adalah untuk membangun masyarakat global yang damai dan inklusif.
"Melalui program ini, kita bersama-sama merancang dan menciptakan platform berbagi dan membangun kapasitas di lembaga pendidikan formal bagi kalangan pendidik, untuk memperkuat dan mengembangkan pelaksanaan kegiatan pendidikan etika yang berkelanjutan di negara-negara peserta," ujarnya.
Sebelumnya, lanjut Nunuk, Arigatou International Geneva dan Indonesia National Commission for UNESCO telah mengimplementasikan program pembelajaran hidup bersama (Learning Live Together) sebagai pilot project di Indonesia. Program ini telah memberikan pelatihan kepada hampir 1000 siswa di 30 sekolah dan pelatihan guru di tingkat prasekolah, dasar dan menengah; serta telah menerjemahkan buku panduan Learning Live Together ke dalam bahasa Indonesia.
Melalui program ini, Nunuk berharap para pelajar mampu membangun rasa kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama dan keluarga, meningkatkan rasa hormat dan empati, serta mengubah pola pikir pelajar menjadi agen perubahan.
"Program ini sejalan dengan implementasi Kurikulum Merdeka yaitu mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang merupakan ciri karakter pelajar Indonesia. Di mana pelajar Indonesia merupakan pembelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," imbuh Nunuk.
Ketua Eksekutif Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Itje Chodidjah menyampaikan peran penting peserta Program Arigatou Fellowship Pendidikan Etika pada kegiatan lokakarya ini. “Kita semua di sini sedang berupaya membuat kehidupan anak-anak kita lebih baik, menjadikan dunia tempat yang lebih baik bagi kita semua, tanpa memandang ras, agama, bahasa, dan latar belakang penting lainnya," tuturnya.
Itje berharap, melalui kegiatan ini peserta dapat berkontribusi memperkuat implementasi pendidikan etika dan karakter melalui pendekatan pedagogis transformatif yang dapat membantu memajukan pendidikan kewarganegaraan global. "Pada akhirnya berkontribusi untuk mencapai masyarakat yang lebih damai dan inklusif. Untuk mencapai SDGs UNESCO bukan hanya SDG 4.," ucapnya.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan Kemendikbudristek saat ini tengah melakukan transformasi pendidikan Indonesia melalui kebijakan Merdeka Belajar. Capaian yang diharapkan dari kebijakan ini adalah terbentuknya Profil Pelajar Pancasila yang memiliki enam kompetensi, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global sebagai kompetensi antarbudaya dalam konteks global; gotong royong; kreatif; berpikir kritis; dan mandiri.
"Tantangannya adalah bagaimana merancang kurikulum kita untuk memberi ruang dialog dan keterlibatan serta mengubah pola pikir kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan,” ujar Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo. (RO/Ol-15)