SECARA personal, Dr Pindi Setiawan ibarat air yang sejuk bagi rekan-rekannya. Drs Budi Isdianto menceritakan salah satu momen ketika bertemu ilmuwan luar negeri yang terkejut ketika Pindi bersungkem kepadanya. “Padahal, mungkin karena saya dekat dengan orangtuanya,” kenang Budi. Ia kagum akan sikap Pindi yang penuh hormat kepada orang yang lebih tua meski dirinya sendiri seorang ilmuwan besar.
Kami juga melihat sosok Pindi sebagai senior yang egaliter dan someah (ramah). Kerendahan hati dan kesederhanaannya juga bisa dirasakan dengan kebiasaan putra asli Bandung itu menggunakan nama untuk merujuk diri sendiri atau lazim disebut ileisme.
Praktik yang langka itu membuatnya semakin unik. Sebuah ciri khas ilmuwan yang semakin merunduk seperti padi yang semakin berisi. Di tangan beliau, keilmuan seni rupa dan desain menjadi semakin berbudaya ilmiah unggul dan berkontribusi dalam menguak peradaban manusia puluhan ribu tahun lalu.
Kepergian Pindi di usia 57 tahun membuat bangsa ini bukan hanya kehilangan seorang ahli gua level internasional, melainkan juga pendidik yang berkontribusi nyata dalam membantu masyarakat di daerah terpencil. Pindi telah paripurna menjadi sosok perwujudan tridarma perguruan tinggi.