KETIKA itu sejumlah tokoh masyarakat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora, Jawa Tengah, mengunjungi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB untuk membicarakan kesulitan penyediaan air bersih di Kecamatan Todanan. Air di permukaan, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun pertanian, lebih menadah pada air hujan. Meskipun diketahui, di bawah permukaan yang mereka pijak ada potensi air yang terdapat pada aliran sungai dalam gua-gua karst yang dikenal angker dan belum terjelajahi.
Pimpinan LPPM saat itu, Prof Edy Soewono dan Drs Budi Isdianto MSn, langsung meliriki ilmuwan ITB ahli penjelajahan gua, Dr Pindi Setiawan MSi. Pengajar di fakultas seni rupa dan desain (FSRD) itu terkenal dengan hasil risetnya bersama tim dari Griffith University, Australia, serta sejumlah anggota tim penulis dari berbagai lembaga riset internasional dan nasional mengenai lukisan purba di Sangkulirang-Mangkalihat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang salah satu artikelnya dimuat dalam salah satu jurnal ilmiah yang prestisius di dunia, Nature, 2018.
Edy dan Budi menceritakan kompleks gua di kawasan karst Blora menjadi salah satu area yang belum terpetakan. Apalagi, warga setempat memercayai mitos bahwa kawasan gua di tempat tersebut sebagai tempat yang angker.
Namun, kebutuhan akan air bersih untuk warga dan rencana pendirian sebuah pabrik di Blora mendorong para tokoh masyarakat mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan penting tersebut. Di Kabupaten Blora, karst yang merupakan bagian sistem Pegunungan Kapur Utara itu membentang di Kecamatan Todanan, Begorejo, dan Kradenan.
Di Kabupaten Blora yang termasuk zona tiga program pengabdian, LPPM ITB telah menjalankan program pengabdian yang bersifat jangka panjang. Sejumlah program pengabdian masyarakat, antara lain revitalisasi embung untuk mengaliri puluhan hektare sawah di Todanan dan pengembangan tradisi khas barongan Blora yang melibatkan sejumlah ilmuwan ITB lintas kelompok keahlian, tengah berjalan.
Tanpa ragu, Pindi menyanggupi panggilan pengabdian dari LPPM ITB untuk penelitian dan pemetaan potensi air dalam kompleks gua karst Blora. Selain Pindi, pada tim penelitian yang bekerja pada 2011 itu, bergabung pula Budi Brahmantyo (LPPM ITB), Sunu Wijarko, Qoirunna'im (ASC) Johannes Yuda, dan Yoga Sakyanto (KMPA Ganesa-ITB). Kerja mereka telah tertuang dalam buku LPPM ITB yang diterbitkan ITB Press berjudul Bakti Kami di Pelosok Negeri.
Penelitian difokuskan di Kecamatan Todanan karena kawasan itu merupakan sumber air bagi Kecamatan Kunduran dan daerah hutan jati milik Perhutani. Kecamatan Kunduran yang berada di hilir Todanan merupakan basis cadangan pangan Blora yang mengandalkan pertanian.
Daerah penelitian berada pada Zona Rembang-Madura. Zona itu terutama dicirikan struktur perlipatan antiklinorium yang membentuk perbukitan terlipat di utara Grobogan, Blora, hingga ke Cepu. Antiklin-antiklin yang terbentuk pada zona itu dikenal sebagai jebakan-jebakan minyak bumi yang potensial.
Laporan dan sejumlah rekomendasi penting ditelurkan dari program pengabdian itu, antara lain pengelolaan sendang (sumber air) pada daerah penelitian yang muncul ke permukaan di atas formasi batuan karst karena menjadi penting memperhatikan struktur geologi sebelum melakukan pengelolaan sendang agar tidak menurunkan debit air alaminya.
Rekomendasi juga mencakup potensi pariwisata karst dengan ditemukannya tiga kompleks perguaan, yaitu Gua Agung, Gua Terawang, dan Gua Kidang serta gua-gua di kompleks Pancasona Pramuka (Gua Tumpang 1, 2, 3; Gua Banyu, dan Gua Projo). Keempat lokasi itu bisa dipadukan menjadi trip satu hari wisata geologi.
Kompleks Gua Terawang merupakan tujuan wisata favorit karena berada persis di pinggir jalan Kunduran-Tinapan. Tercatat ada tujuh gua di kompleks itu. Selain Gua Terawang, kompleks Gua Kidang mempunyai potensi besar. Kendala utamanya tidak berada langsung di pinggir jalan raya Kunduran-Tinapan. Namun, Gua Kidang mempunyai peninggalan prasejarah berupa lingkaran batu serta ditemukan sisa tulang iga dan gigi manusia.
Selain laporan dan rekomendasi terkait dengan bahan galian batuan dan pasir, laporan dan rekomendasi mencakup perencanaan tata ruang kawasan karst Kabupaten Blora bahwa kawasan karst termasuk kriteria kawasan lindung nasional. Karena itu, pada pembicaraan tata ruang di Bappeda perlu memasukkan variabel-variabel batuan karbonat bukan karst dan batuan karbonat karst.
Di Kabupaten Blora, khususnya kawasan karst Kecamatan Todanan terbukti sebagai pengatur keseimbangan air. Kecamatan itu juga merupakan daerah cadangan pangan Kabupaten Blora. Atas dasar itu, kawasan karst Todanan memenuhi kriteria fungsi utama kawasan lindung sesuai dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007.
Dinyatakan bahwa kawasan karst Todanan juga mengandung nilai pusaka prasejarah (Gua Kidang) serta bernilai wisata (kompleks Gua Terawang). Terdapat pula gua yang berpotensi menyimpan hayati yang unik (Gua Agung).
Oleh karena itu, kawasan karst di Kecamatan Todanan (minimal kawasan karst Tinapan) dapat dikategorikan sebagai kawasan strategis nasional karena menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial, budaya, lingkungan, dan pertahanan dan keamanan sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Terkait dengan antisipasi pendirian pabrik gula, dari laporan Pindi dan tim, LPPM ITB memberikan peringatan dini berbasis pengetahuan mengenai potensi dan aliran air dalam sistem karst di bawahnya.
Informasi yang keluar dari proses pengabdian yang tidak mudah itu menjadi pengetahuan penting bagi Blora dalam menyusun kebijakan dan tata ruang berbasis pemetaan aliran sungai di kompleks gua karst. "Hanya berbekal dana transportasi pengabdian kepada masyarakat LPPM, mereka blusukan gua-gua yang cukup angker sampai ke dalam untuk menemukan arah aliran sungai bawah tanah," kenang Edy.
Determinasi dan dedikasi
Kepakaran Pindi, yang tutup usia pada 9 September 2022, dalam penjelajahan dan penelitian mengenai gua sudah bergaung berbelas tahun sebelumnya. Sebuah artikel di National Geographic berjudul Tangan-tangan yang Menembus Waktu yang terbit pada Desember 2005 menuliskan kisah Pindi bersama penjelajah gua dari Prancis Luc-Henri Fage, fotografer Carsten Peter, dan arkeolog Jean-Michel Chazine. Fage menyatakan untuk pertama kali ia mengenal nama peneliti gambar cadas di Indonesia, kajian yang sangat langka di negeri ini.
Penjelajahan Pindi di sejumlah gua di Indonesia sangat identik dengan temuan gambar tangan yang saat itu menjadi laporan ‘gambar cadas’ atau rock art tertua di dunia, dengan usia lebih dari 10 ribu tahun. Dalam riset bersama para ilmuwan dari Griffith University, perguruan tinggi, dan lembaga riset lain di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur, sejumlah laporan pada jurnal ilmiah bereputasi internasional lainnya dengan kategori Q1 mewarnai diskusi internasional mengenai seni zaman purba.
Artikel pertama yang langsung menjadi pembahasan para ilmuwan dunia dipublikasikan jurnal prestisius Nature pada Agustus 2018 berjudul Palaeolithic Cave art in Borneo. Dalam artikel tersebut, tim riset melaporkan analisis seri-Uranium pada deposit kalsium karbonat pada lukisan berwarna oranye kemerahan yang ditemukannya dalam Lubang Jeriji Saleh setidaknya bertarikh 40 ribu tahun lalu, yang saat itu merupakan gambar figuratif tertua di dunia.
Rock art menjadi kata kunci dalam penjelajahan gua dan dipublikasikan di sejumlah jurnal ilmiah bereputasi internasional berkelas Q1, antara lain A Review of Radiometric Dating and Pigment Characterizations of Rock Art in Indonesia pada jurnal Archaeological and Anthropological Sciences edisi Juli 2021.
Pada 2022, artikel ilmiah lain dipublikasikan jurnal Heliyon edisi Agustus berjudul Thermally-Induced Color Transformation of Hematite: Insight Into the Prehistoric Natural Pigment Preparation dan pada jurnal Archaeological and Anthropological Sciences di bawah judul Hematite as Unprecedented Black Rock Art Pigment in Jufri Cave, East Kalimantan, Indonesia: The Microscopy, Spectroscopy, and Synchrotron X-Ray-Based Investigation, selain A Late Pleistocene to Holocene Archaeological Record from East Kalimantan pada jurnal Quarternary Science Reviews edisi Februari 2022.
Riset Pindi juga berkembang baik secara lokasi, seperti terpublikasikan pada Journal of Archaeological Science edisi Februari 2022 di bawah judul A Multianalytical Investigation of the Physicochemical Properties of White Rock Art Pigments at the Nali and Tene Koro Sites, Lembata, East Nusa Tenggara, Indonesia, maupun secara topik Geotourism Hazards and Carrying Capacity in Geosites of Sangkulirang-Mangkalihat Karst, Indonesia yang dipublikasikan jurnal Sustainability (Swiss), serta temuan baru mengenai teknologi proyektil yang dimuat pada jurnal Archaelogical Research in Asia berjudul Making Impact: Towards Discovering Early Projectile Technology in Island South East Asian Archaeology.
Sebelum menutup lembaran hidupnya, Pindi bersama tim riset gabungan kembali ke Sangkulirang–Mangkalihat dan mewariskan satu publikasi yang kembali menjadi sorotan di dunia ilmu pengetahuan yang dituliskannya kembali pada jurnal bergengsi Nature di bawah judul Surgical Amputation of a Limb 31,000 Years Ago in Borneo.
Di sini, Pindi dan rekan-rekannya melaporkan sisa tulang manusia muda dari Borneo yang menjalani amputasi di bagian bawah kaki kiri, setidaknya 31 ribu tahun lalu. “Pasien yang menjalani operasi terus hidup hingga 6-9 tahun, sebelum meninggal dan dimakamkan di Gua Liang Tebo, Kalimantan Timur.”
Dari sejumlah penghargaan prestisius, penghargaan terakhir yang sempat diterima Pindi ialah Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) 2022 untuk kategori khusus pada pertengahan Agustus lalu. Pindi mendapat penghargaan sebagai bagian dari Tim Riset Arkeologis Lukisan Gua Purba Indonesia bersama Adhi Agus, Basran Burhan, Budianto Hakim, dan Rustan LP Santari.
Rangkaian temuan lukisan figuratif tertua di dunia di gua purba di Kalimantan Selatan itu, menurut penyelenggara PAB, telah menggeser paradigma arkeologi Indonesia dan memperkaya pengetahuan mengenai evolusi kognitif di bumi.