Berdasarkan perhitungan sementara yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan lahan pada 2022 menurun 19,1% dibanding tahun lalu. Namun demikian Guru Besar dari IPB University Bambang Hero Sahardjo mengingatkan bahwa menurunnya angka karhutla bukan berarti urusan penanganan selesai.
"Kalau kebakaran tidak lagi terjadi di satu tempat, bukan berarti urusan selesai. Karena kita tahun bahwa 99,9% karhutla terjadi karena perbuatan manusia, dan kita tkdak tahu karakteristik manusia di seputar itu. Karena ada beberap lokasi tidak pernah ada cerita kebakaran, tapi sekarang terjadi," kata Bambang, Minggu (18/9).
Bambang menyebut, tantangan penanganan karhutla ke depan akan semakin kompleks. Pasalnya, UNEP menyatakan bahwa kejadian karhutla akan meningkat 14% pada 2030 dan pada 2050 kejadian kahrutla akan meningkat 50% dan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Padahal, Indonesia memiliki target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% atau 41% pada 2030 mendatang.
"Hendaknya itu menjadi base line bahwa tantangan dan kondisi seperti itu ada di depan mata kita. Sehingga jangan kemudian kita menutup mata tentang adanya peluang terjadinya kahrutla karena melihat kondisi sekarang sudah di bawah kendali. Ini yang perlu ditangani secara serius, bukan hanya pemerintah pusat tapi juga pemda," imbuh dia.
Berdasarkan data yang diakses di laman Sipongi KLHK, hingga September 2022 luas karhutla di Indonesia mencapai 135.909 hektare. Adapun, luas karhutla tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Timur 48.457 hektare, disusul Kalimantan Barat 19.633 hektare, Nusa Tenggara Barat 12.057 hektare, Maluku 9.628 hektare, Sumatra Barat 9.422 hektare dan Sumatra Utara 6.517 hektare.
Terpisah, Kepala Seksi Pemadaman dan Pengamnana Pascakebakaran Direktorat PKHL KLHK Astan Manurung mengungkapkan setelah kejadian karhutla 2015 pihaknya mengubah strategi pengendalian karhutla dengan mengutamakan kegiatan pencegahan melaui alokasi anggaran. Kami mengharapkan dengan eskalasi kejadian karhutla setiap tahun akan muncul peraturan gubernur, bupati, walikota, tentang penanggulangan karhutla, sehingga memudahkan kawan-kawan dalam penerapan di lapangan," ucap Astan.
Selain itu, Astan juga berharap kepada TNI untuk memberikan dukungan pemadaman udara dalam rangka penanggulangan untuk daerah yang sulit di akses seperti water bombing, dan Teknologi Modifikasi Cuaca.
Astan juga menyinggung perbedaan data karhutla antara daerah dengan pusat. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 38 Tahun 2021 tentang Wali Data Informasi Geospasial Tematik, KLHK sebagai wali data antara lain: sebaran hotspot, rawan karhutla, areal kebakaran /luas karhutla.
"Untuk meminimalisir perbedaan data, kita bisa menggunakan website yang telah kami bangun sebagai baseline yaitu sipongi.menlhk.go.id," jelas Astan. (OL-12)