14 September 2022, 11:15 WIB

KHDPK Upaya Lindungi Hutan Jawa dari Kejahatan Lingkungan


Atalya Puspa | Humaniora

Dok GAPKI
 Dok GAPKI
Ilustrasi

PENETAPAN Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2021 memberikan banyak manfaat. Bukan hanya untuk kepentingan perhutaan sosial, lebih dari itu, KHDPK juga diharapkan mampu melindungi hutan Jawa dari kejahatan di bidang lingkungan. Hal itu ditegaskan oleh Plt Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Sustyo Iriyono.

"Dalam kajian kejahatan ilegal logging dan sebagainya, ada istilah bahwa pembelahan kejahatan lebih cepat daripada birokrasi mengadaptasi. Jadi betapa kita ini harus mampu menghadapi tantangan itu dan bagaimana lebih rasional mengelola kawasan. Semua harus berubah," kata Sustyo, Rabu (14/9).

Sustyo menjabarkan, selama lima tahun ke belakang, Ditjen Penegakan Hukum KLHK telah melakukan operasi penegakan hukum perambahan di hutan jawa sebanyak 79 kali, ilegal logging 44 kali dan kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar (TSL) sebanyak 67 kali.

Dengan adanya KHDPK, ia berharap agar pemegang otoritas tata kelola bisa membenahi pengelolaan kawasan dan isinya dengan baik. Agar hutan tidak hanya dimanfaatkan oleh segelintir orang, tapi untuk masyarakat luas.

"Selama rumah tidak dijaga, pasti ada yang masuk dan ada pula yang akan melawan hukum. Kalau pengelola tersedia, sumber daya memadai, basis pelayanan jelas, tata batas juga, itu akan melindungi hutan kita," imbuh dia.

Sebagai informasi, Perhutani mengelola 2.433.024,7 hektare hutan pulau Jawa atau 18% dari luasan Pulau Jawa, melalui SK Menteri LHK Nomor: SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus pada sebagian Hutan Negara yang berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

Selanjutnya, pemeritah menarik mandat kelola seluas ±1.103.941 hektare dari Perhutani untuk kembali dikelola oleh Pemerintah.  Sebanyak 338.944 hektare di antaranya  berada di Provinsi Jawa Barat dengan rincian ±163.427 hutan lindung dan ±175.517 hektare hutan produksi.

Selama proses peralihan kawasan hutan dari Perhutani ke pemerintah, Sustyo menyatakan Ditjen Gakkum pun telah melakukan pendalaman dan sosialisasi pada masyarakat di tingkat tapak.

"Misalnya di Indramayu, ada yang buat semacam kavling-kavling. Kami cari tokohnya, maunya apa sebenarnya sebelum benar-benar pidana. Kita lakukan pendekatan persuasif. Alhamdulillah bisa kita komunikasikan dan mereka sadar," beber Sustyo.

"Free rider pasti ada. Tapi kita coba identifikasi pelakunya dan kalau meletup kita sudah tahu siapa orangnya. Hal serupa juga kita lakukan di Banten, Purwakarta, Majalengka, Blitar, Batang, Pekalongan, Blora, kita tahu siapa pemain-pemain itu," imbuh dia.

Ia berharap semua pihak dapat bekerja sama untuk menjalankan KHDPK. Ia meyakini bahwa konsep itu semata-mata dibuat untuk mempertahankan keutuhan hutan jawa dan menyehatkan peran Perhutani.

"Hutan Jawa itu sistem penyangga kehidupan. Kalau kita kembali ke nilai hutan sebagai penyangga kehidupan, mengator tata air, sumber daya ekonomi, itu yang harus kita jaga," pungkas dia. (OL-12)

BERITA TERKAIT