07 September 2022, 11:08 WIB

Kemen PPPA Desak Gunakan UU TPKS untuk Kasus Batang


Bianca Angelina Gendis | Humaniora

MI/BAGUS SURYO
 MI/BAGUS SURYO
Ilustrasi

KEKERASAN seksual kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Kasus guru agama di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Batang akibat mencabuli para siswinya, kembali menjadi pusat perhatian.

Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar sampaikan bahwa terduga pelaku melakukan kekerasan seksual dan harus diproses sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf c, khususnya terkait dengan persetubuhan dan pencabulan terhadap anak. Sehingga proses penegakan hukumnya dapat diproses sesuai dengan UU ini," Ujar Nahar melalui pesan tertulis, Rabu (7/9).

Baca juga: Tim Kemenkes Pelajari Pengelolaan Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di UGM

Baca juga: SDM Lokal Khawatir Tidak Mampu Bersaing Setelah Pembangunan IKN

Nahar juga sampaikan melalui UU TPKS dapat menjamin korban untuk menjamin hak korban atas penangan, perlindungan, dan pemulihan.

"Keunggulan UU ini menjamin hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan sejak terjadinya TPKS dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban. Pemenuhan hak korbannya menjadi kewajiban Negara (Pasal 67)," tambahnya

Selain itu, aktivis perempuan Tunggal Pawestri juga sampaikan tanggapannya terkait kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru agama.

"Tentu hal ini bikin marah dan juga sedih ya. Seorang guru agama, yang dipercaya oleh muridnya, mengajarkan hal baik, ternyata malah melakukan kekerasan seksual. Ia tentu harus dihukum seberat-beratnya. Terlebih korbannya masih anak-anak. Ia harus dikenakan pasal berlapis," kata Tunggal Pawestri.

Kasus ini bermual dari seorang oknum guru bernama Agus Mulyadi (33). Dia ditangkap Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Batang setelah perbuatannya terbongkar dari sejumlah orang tua korban yang mengadukan hal ini.

Terungkap pelaku melakukan perbuatannya masih di area sekolah. Modusnya yang dilakukan pelaku dengan tes kejujuran saat para siswa mengikuti kegiatan OSIS. (H-3)

BERITA TERKAIT