PENGAMAT pendidikan Doni Koesuma mengatakan banyak pasal dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang mengelabui publik terutama para guru.
Salah satunya, penyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makariem yang mengatakan RUU Sisdiknas bertujuan menyejahterakan dan memuliakan profesi guru.
“Begitu ditanya pasal mana yang menyejahterakan guru? Nggak ada pasalnya menyejahterakan guru, itu hanya disebutkan guru harus ikut UU ASN dan UU Ketenagakerjaan. Itukan harusnya sudah berlaku sekarang juga, tidak perlu ada perubahan UU," ujar Doni, kepada Media Indonesia, Selasa (6/9).
Poin yang paling diprotes oleh para guru saat ini, kata Doni ialah adanya permainan kata dalam pasal RUU Sisdiknas terkait tunjangan profesi. Doni menyatakan ia dan mayoritas organisasi guru tidak menolak adanya perubahan UU Sisdiknas, jika pasal terkait tunjanga profesi tidak dikembalikan sebagaimana versi draf RUU Sisdiknas di bulan April.
“RUU ini sejak awal sudah menimbulkan polemik di masyarakat karena tidak terbuka dan tidak transparan dalam desainnya. Buktinya, sekarang malah hilang pasal tentang tunjangan proses di draf bulan Mei. Padahal waktu itu sudah aman, sudah uji publik katanya, ngundang PGRI, Draf bulan Mei itu tunjangan profesi tidak diutak-atik. Kok sekarang malah tiba-tiba hilang?” tanya Doni.
Doni juga menyadari saat ini organisasi guru terbelah menjadi dua kubu, menolak dan menyetujui. Hal itu, kata Doni sebagian organisasi guru telah main mata dengan pemerintah dan bersekongkol untuk melancarkan RUU Sisdiknas ini untuk diajukan dalam Prolegnas 2022.
“Sebenarnya organsasi guru itu berdiri sendiri. Mereka bukan organisasi yang dibuat pemerintah. Seperti IGI, dan yang lain itu bukan dibuat pemerintah. Tapi ketika membahas RUU ini, mereka direkrut, atau dibuat dekat dengan pemerintah dengan berbagai macam proyek. Saya tahu beberapa organisasi itu mendapat proyek kurikulum merdeka. Sehingga mereka tidak independent lagi. Jadi ada organisasi guru yang tidak independen lagi karena terlalu dekat dengan pemerintah sehingga tidak kritis,” ungkap Doni.
Di sisi lain, Doni menilai DPR belum menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat terutama guru yang banyak menentang RUU ini. “Jadi menurut saya, ini sangat mengecewakan ya, anggota parlemen seharusnya mendengarkan suara rakyat. Badan Legislatif (Baleg) yang terdiri dari banyak fraksi harusnya mempunyai sikap bijak,” kata dia.
“Seharusnya Baleg dengan adanya fenomena ini kalau mereka diminta untuk membahas oleh pemerintah, mereka harusnya menolak. Kalau mereka mau mendengarkan suara rakyat. Karena banyak organisasi guru, aliansi pendidikan menolak untuk dibahas saat ini,” tambah dia.
Ia meminta agar DPR itu tidak memasukkan draf RUU Sisdiknas sebagai prolegnas prioritas 2022. Jadi tidak ditetapkan tahun ini. Kalau mau diseriusi, draf RUU harus diproses lagi mulai dari kajian naskah akademik sampai dengan finalisasi drafnya.
"Baru dibentuk panitia kerja nasional untuk membahas RUU Sisdiknas. Lalu setelah itu baru diajukan untuk dibahas. Mungkin persiapan ini butuh 1-2 tahun, baru dibahas bersama dengan DPR,” jelas dia.
Doni mengatakan, saat ini tumpuan harapan para guru ada di DPR. Menurut dia, pemerintah sudah tidak bisa lagi diharapkan. “Karena dari awal memang tidak mau mendengarkan," sebutnya.
Polemik RUU Sisdiknas sudah diprediksi oleh Muhammadiyah, sedari awal ide RUU digulirkan. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengaku sudah memberikan tanggapan bulan lalu, agar pemerintah mendengarkan permintaan publik untuk menunda revisi RUU Sisdiknas
“Majelis Didaksmen, Majelis Dikti bersuara agar UU Sisdiknas kalau tidak menjadi keniscayaan yang mendesak sebaiknya tidak perlu direvisi karena masih baik yang 2003. Jangan sampai terjadi bias di mana ingin mengejar penguasaan iptek dan hal-hal yang bersifat skill, itu iya bagian dari pendidikan. Tapi melupakan pondasinya, yakni iman, takwa dan akhlak mulia atau nilai agama,” kata Haedar.
Belum terima
Sementara itu, Pimpinan Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menyebut Komisi X maupun Baleg belum menerima draf RUU Sisdiknas. Ia menuturkan baru ada pembahasan saja. Ia juga menyatakan saat ini DPR belum punya sikap apapun terkait RUU Sisdiknas ini.
“Kami nggak tahu. Belum ada sikap. Sebelum ini diambil keputusan oleh DPR, saya kira tidak salahnya Kemendikbud mulai mendengarkan ulang berbagai masukan keberatan dari publik dan stekholder pendidikan. Karena draf nya belum sampai ke DPR juga. Jadi masih ada waktu mereka untuk menggelar ulang konsultasi publik, masukan publik,” ujar Huda.
Pimpinan Komisi X itu mengatakan sebetulnya beberapa fraksi di DPR telah memiliki sikap terkait RUU Sisdiknas ini. Tetapi ia masih belum mau mengatakan seperti apa sikap yang dimaksud. “Sudah ada, tapi kita tunggu saja nanti sikap fraksi seperti apa. karena ini kan nanti kembali ke fraksi. Setahu saya memang sudah ada yang menyatakan sikap. Mungkin masih menunggu setelah draf diserahkan ke kita,” tandasnya. (H-2)