30 August 2022, 18:57 WIB

Pengamat: Draf RUU Sisdiknas Tidak Memuliakan Profesi Guru


Dinda Shabrina | Humaniora

Antara
 Antara
Ilustrasi

PENGAMAT Kebijakan Pendidikan, Doni Koesuma, mengaku telah mengikuti perkembangan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) sejak dari versi Januari, April, Mei, Juni hingga Agustus yang baru saja diajukan ke DPR.

Menurut Doni, versi terakhir atau versi Agustus, Kemendikbud-ristek telah menghilangkan norma-norma terkait tunjangan profesi guru. Disebutkan dalam pasal 105 draf RUU Sisdiknas, guru atau dosen tidak akan lagi menerima tunjangan profesi guru. 

Baca juga: Gakkum KLHK Tindak Pengelola Limbah B3 di Jawa Timur

“Pasal 105 poin (a) ini di dalam penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan ini dimaksud adalah UU ketenagakerjaan. Jadi sangat jelas sekali bahwa konsepsi pemerintah terhadap tenaga pendidik, guru dan dosen itu dianggap seperti pekerja, pegawai. Atau dianggap sebagai tenaga kerja di dalam dunia industri. Sehingga akan diatur dalam UU Ketenagakerjaan,” kata Doni, Selasa (30/8). 

“Padahal di dalam UU Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru, pendidik dan juga dosen, merupakan profesi yang mulia dan bermartabat. Karena itu tidak boleh sekadar kesejahteraannya, profesinya dihargai sekadar sebagai seperti upah minimum regional buruh,” imbuh dia.

Guru seharusnya memperoleh tunjangan dan upah yang lebih layak dibandingkan dengan upah masyarakat pada umumnya. Karena itu, lanjut Doni sangat mengherankan bagaimana mungkin pemerintah yang katanya ingin memajukan dan menyejahterakan guru dan dosen, tetapi di dalam penjelasan Undang-Undangnya serta di dalam pasalnya mengatur tentang gaji guru disamakan dengan UU yang berlaku bagi tenaga kerja pada umumnya. 

“Ini jelas merupakan sebuah perendahan, pelecehan, martabat dan profesi seorang guru dan dosen. Mungkin, bapak ibu guru juga bertanya, apakah ada jaminan tunjangan sertifikasi kami itu masih akan ada? Jawabannya adalah ya, sebenarnya dalam RUU ini masih ada. Tetapi itu ada di dalam waktu yang terbatas. Maksimal paling lama 2 tahun,” jelas Doni.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 145 ayat 1 dan RUU Sisdiknas, dikatakan tunjangan profesi guru atau dosen hanya berlaku sampai dua tahun sepanjang masih belakunya pasal peralihan. 

“(1) Setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam undang-undang nomor 12 tahun 2005 tentang guru dan dosen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyarakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap guru dan dosen selain guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima besaran penghasilan/pengupahan paling sedikit sama dengan penghasilan/pengupahan yang diterima saat Undang-Undang ini diundangkan sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.”

“Pemerintah akan menargetkan setelah UU ini disahkan, dua tahun sudah akan ada peraturan UU turunan. Kalau peraturan UU turunan ini dibuat, sementara di dalam pasal utamanya tidak mengatur tentang norma tunjangan profesi guru, maka sudah akan sangat jelas, setelah dua tahun, setelah ada peraturan ini, maka tunjangan profesi guru benar-benar hilang. Tunjangan profesi dosen benar-benar hilang,” ungkap Doni. 

Doni menilai, di dalam draf RUU yang dikembangkan pemerintah saat ini sama sekali tidak menghargai martabat dan profesi guru. Bahkan, ia menyebut tidak memuliakan profesi guru. 

“Karena itu, menurut saya sebaiknya membuka mata, membuka hati, agar mendengarkan aspirasi bapak ibu guru dan kemudian memperjuangkan sungguh-sungguh. Bukan hanya sekadar pencitraan. Bukan sekadar omong saja. tetapi harus ada norma mengaturnya di dalam UU Sisdiknas. Ini kalau pemerintah sungguh-sungguh memiliki niat tulus, niat baik untuk meningkatkan kesejahteraan guru, memuliakan martabat dan profesi guru,” tandasnya. (OL-6)

BERITA TERKAIT