KEBUDAYAAN memiliki peran dan fungsi yang sentral dan mendasar sebagai landasan utama dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara karena suatu bangsa akan menjadi besar jika nilai-nilai kebudayaan telah mengakar (deep-rooted) dalam sendi kehidupan masyarakat.
Indonesia tersebar sebagai negara kepulauan negara-bangsa yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya nusantara dari Sabang sampai Merauke yang memiliki daya tarik tersendiri di mata dunia.
Baca juga: Mengenal Tugas Copywriting dan Kemampuan yang Harus Dimiliki
Setiap daerah memiliki mempunyai macam-macam upacara adat dengan karakteristik dan kepercayaannya masing-masing. Secara umum upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat pendukungnya.
Setiap upacara adat memiliki tujuan yang berbeda-beda, ada upacara yang diadakan untuk pernikahan, kelahiran, maupun kematian. Berikut ini sejumlah upacara adat dan tujuannya di Indonesia.
1. Upacara Adat Bali
Upacara Bali yang paling dikenal adalah Ngaben. Upacara Ngaben adalah salah satu upacara yang dilaukan umat Hindu Bali yang masuk ke dalam serangkaian upacara Pitra Yadnya. Upacara tersebut ditunjukan kepada leluhur terkait kematian yang dilakukan dengan cara mengkremasi jenazah.
Selanjutnya, prosesi Ngaben dilanjutkan dengan upacara terkait kematian dengan membakar jenazah dan menghanyutkan abu ke laut atau sungai.
2. Upacara Adat Jawa Tengah
Upacara adat Jawa Tengah satu yang paling terkenal adalah Upacara Wetonan. Upaca tersebut merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku jawa. Kata “wetonan” dalam bahasa Jawa mempunyai arti untuk memperingati hari kelahiran. Biasanya upacara wetonan untuk pertama kali akan dilaksanakan ketika bayi telah menginjak usia 35 hari. Pada hari itu, keluarga dari bayi akan mengadakan upacara nyelapani. Kata “nyelapani” mempunyai bentuk dasar “selapan” yang artinya sama dengan satu bulan dalam perhitungan Jawa (selapan = 35 hari).
Perhitungan tersebut berdasarkan pada perhitungan hari dari berdasarkan penanggalan Masehi (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu) dan perhitungan hari berdasarkan penanggalan Jawa (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing). Kombinasi dari dua perhitungan tersebut akan menghasilkan kombinasi penyebutan hari yang khas dalam masyarakat suku Jawa seperti Senin Pon, Selasa Wage, Rabu Kliwon, Kamis Legi, Jumat Pahing, dan seterusnya akan diulang dan dimulai dari Pon kembali.
Wetonan dalam masyarakat suku Jawa berlaku dalam siklus 35 hari sekali. Sebagai contoh jika weton Grameds adalah selasa kliwon maka weton selanjutnya adalah 35 hari kemudian dan akan bertemu pada hari yang sama yaitu selasa kliwon.
3. Upacara Adat Jawa Timur
Upacara adat Jawa Timur adalah Kasada. Tradisi ini dimiliki oleh suku Tengger yang memeluk agama Hindu untuk meminta pengampunan dari Brahma atau Dewa Pencipta.
Dalam upacara adat ini, suku Tengger biasa akan melempar beberapa sesajen ke kawah Gunung Bromo, misalnya sayuran, buah-buahan, hasil ternak, hingga uang.
4. Upacara Adat Jawa Barat
Upacara adat ngalaksa merupakan salah satu upacara adat Jawa Barat diadakan setiap bulan Juni di saat musim panen. Pada saat upacara adat ini akan disajikan tarian rengkong yang diiringi oleh tarian ngalaksa.
Rengkong adalah nama sebuah alat yang digunakan untuk membawa padi dari sawah dengan cara dipikul. Alat ini dibuat menggunakan bambu gombong. Tali ijuk digunakan untuk mengikat padi.
Ketika digunakan untuk memikul padi, alat ini bisa menghasilkan suara sebagai akibat gesekan bambu dengan tali ijuk. Kabarnya suara yang dihasilkan dari alat tersebut menarik untuk didengarkan hingga muncul ide untuk menjadikannya suatu pertunjukan.
Ketika orang-orang berjalan ke arah lumbung padi, lubang pada rengkong menghasilkan suara yang mempunyai ritme yang sama seperti suara mereka yang berjalan mengikuti upacara ngalaksa.
Upacara adat Jawa Barat ini digelar oleh Masyarakat Rancakalong selama 1 minggu secara terus-menerus dengan diiringi oleh seni tradisional tarawangsa. Acara adat ini umumnya dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Mereka bersyukur atas kesuksesan juga keberhasilan panen yang dapatkan. Ungkapan syukur tersebut mereka bahasakan ke dalam berbagai tarian tradisional.
5. Upacara Adat Papua
Upacara adat yang ke lima ini adalah upacara adat dari Papua yaitu Upacara Bakar batu. Upacara bakar batu merupakan sebuah ungkapan syukur sekaligus untuk bersilahturahmi dengan keluarga dan kerabat, menyambut kabar bahagiaatau mengumpulkan prajurit untuk berperang dan pesta setelah perang.
Dalam upacara tersebut yang di bakar tidak hanya sekedar membakar daging babi, tetapi juga ayam dan ubi-ubian.
Muaranya ialah persamaan hak, keadilan, kebersamaan, kekompakan, kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan yang membawa pada perdamaian. Bahkan di komunitas muslim Papua, misalnya, di daerah Walesi Jayawijaya dan komunitas muslim Papua daerah lain, dalam menyambut Ramadan, mereka juga melakukan bakar batu. Namun media yang dibakar diganti ayam.
6. Upacara adat Aceh
Upacara Adat Peusijuek merupakan upacara adat di Aceh, sebagai bentuk syukur terhadap keselamatan dan kesuksesan dalam meraih sesuatu. Upacara dilakukan saat harapan yang diinginkan tercapai, seperti mempunyai sawah, mempunyai kendaraan, memperolah jabatan baru, naik haji, dan sebagainya. Upacara dipimpin tokoh agama dengan doa-doa keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7. Upacara Adat Sumatera Barat
Tabuik atau Tabot merupakan salah satu tradisi tahunan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Pariaman, Sumatera Barat. Perayaan ini telah dilakukan sejak puluhan tahun untuk memperingati hari wafatnya seorang cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali bin Abi Thalib, pada tanggal 10 Muharram.
8. Upacara Adat Sumatera Utara
Menurut jurnal Upacara Manggokal Holi pada Masyarakat Batak karya Asfika Yogi Hutapea, upacara manggokal holi adalah salah satu upacara yang dianggap sakral bagi kehidupan masyarakat Batak Toba.
Upacara ini dilakukan dengan cara menggali kuburan yang bertujuan untuk menghormati orang tua dan juga leluhur. Tidak hanya itu, upacara ini bertujuan untuk mendapatkan Hagabean, Hasangapan dan Hamoraon (panjang umur, kehormatan, dan kekayaan)
Dalam upacara ini, dilakukan proses membersihkan tulang atau kerangka dengan jeruk purut. Setelah itu, tulang dan kerangka tersebut dikuburkan di dalam tempat yang suci, yakni Tondi.
9. Upacara Adat Sulawesi Selatan
Upacara Adat Makikuwa dilaksanakan oleh masyarakat suku Minahasa, Manado, Sulawesi Utara.
Upacara adat ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas pemeliharaan sepanjang tahun oleh Tuhan Yang Maha Esa.
10. Upacara Adat Maluku
Upacara yang terakhir ini adalah dari Maluku yakni, Sasi. Sasi adalah sebuah adat khusus yang berlaku di hampir seluruh pulau di Provinsi Maluku, seperti: Halmahera, Ternate, Buru, Seram, Ambon, dan pulau-pulau lainnya. Budaya ini juga berlaku di banyak daerah di tanah Papua.
Namun di beberapa daerah lain, budaya Sasi ini memiliki nama lain, seperti: Yot di Kei Besar dan Yutut di Kei Kecil. Di desa-desa pesisir Papua, budaya ini dianggap sebagai cara pengolahan sumber daya alam.
Adat Sasi adalah larangan untuk tidak mengambil hasil alam sebelum tiba waktu yang telah ditentukan, baik berupa hasil pertanian maupun hasil kelautan.
Tujuannya, agar ketika datang waktu panen, hasil pertanian atau kelautan dapat dipanen bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja keras yang telah mereka lakukan.
Budaya Sasi merupakan sebuah peninggalan yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad lalu. Tradisi seperti ini membuat masyarakat Maluku untuk tetap menjaga alam agar tetap lestari.
Dalam prinsipnya, selain berupa larangan mengambil hasil alam sebelum tiba waktu yang telah ditentukan, adat Sasi juga dapat memberikan kepuasan tersendiri dari hasil usaha yang telah dikerahkan.
Pada awalnya, budaya Sasi ini telah diberlakukan oleh raja-raja Maluku sejak masa sebelum masuknya agama. Namun pada saat masuknya agama di Maluku, baik Islam maupu Kristen, budaya Sasi kemudian dipegang teguh oleh para penanggungjawab masjid dan gereja. (OL-6)