TEKNOLOGI informasi dan komunikasi (TIK) menjadi sangat penting saat pandemi covid-19. Berbagai cara dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memfasilitasi kebutuhan informasi masyarakat.
Berikut petikan wawancara Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate dengan reporter Media Indonesia Putra Ananda di Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta.
Awal pandemi, sektor TIK tumbuh sebagai tulang punggung pertahanan bangsa. Upaya apa saja yang dilakukan Kemenkominfo dalam memfasilitasi kebutuhan informasi masyarakat di masa pandemi hingga saat ini?
Guna meminimalisasi dampak dinamika perekonomian global sekaligus memaksimalkan potensi ekonomi digital Indonesia, Kemenkominfo tengah melakukan percepatan transformasi digital nasional yang mencakup empat sektor strategis, yakni infrastruktur digital, pemerintahan digital,
masyarakat digital, dan ekonomi digital.
Apa indikator yang menunjukkan ketangguhan perekonomian Indonesia tersebut di tengah ketidakpastian ekonomi global?
Ketangguhan perekonomian Indonesia tersebut diperkuat dengan pertumbuhan sektor informatika dan komunikasi (infokom) yang meningkat selama tiga kuartal berturut-turut, yakni sebesar 6,21% pada kuartal empat 2021; 7,14% pada kuartal pertama 2022; dan 8,05% pada kuartal kedua 2022 (yoy).
Bagaimana dengan valuasi ekonomi digital di Indonesia untuk tahun-tahun mendatang pascapandemi covid-19?
Valuasi ekonomi digital Indonesia juga diproyeksikan terus meningkat dari 2021 sebesar US$70 miliar menjadi sebesar US$146 miliar pada 2025 mendatang (Google, Temasek, dan Bain, 2021).
Di awal masa pandemi, muncul berbagai disinformasi tentang covid-19. Kala itu, bagaimana upaya Kemenkominfo mengatasi disinformasi tentang covid-19 yang sempat menghambat upaya percepatan vaksin?
Berdasarkan studi yang dilakukan Kemenkominfo dan Katadata Insight Center (KIC) pada 2020, tercatat 64%-79% responden tidak dapat mengenali disinformasi yang tersebar.
Lebih lanjut, studi tersebut juga menemukan ketika pengguna berinteraksi dengan hoaks/ disinformasi yang kemudian dipercayai sebagai informasi yang benar, para pengguna cenderung langsung membagikannya ke orang-orang terdekat ataupun
pihak lain.
Akibatnya, pada awal masa pandemi, kita dihadapkan pada ‘disrupsi ganda/double disruption’. Selain disrupsi yang diakibatkan pandemi (seperti pembatasan kegiatan masyarakat, migrasi aktivitas ke dunia digital, dan semakin intensifnya interaksi jarak jauh), kemajuan teknologi digital dan cepatnya peredaran informasi, kemudian juga menimbulkan disrupsi yang kedua, yaitu infodemi.
Langkah konkret apa yang dilakukan Kemenkominfo untuk mengatasi disinformasi yang terjadi di ruang digital terkait covid-19?
Kemenkominfo terus melakukan patroli siber dan menerima aduan dari masyarakat untuk mengidentifikasi serta menindaklanjuti hoaks dan berbagai berita bohong, terutama yang berkaitan dengan isu covid-19 serta vaksinasi covid-19.
Pada periode Januari 2020 sampai 11 Agustus 2022, kami telah melakukan identifikasi dan penanganan lebih lanjut atas hoaks. Hoaks covid-19 sebanyak 2.221 isu dan 6.308 unggahan hoaks, serta hoaks vaksinasi sebanyak 532 isu dan 3.150 unggahan.
Bagaimana dengan proses pembangunan infrastruktur TIK yang dilakukan Kemenkominfo untuk menjangkau ketersediaan lingkungan terluar Nusantara?
Tugas utama pembangunan infrastruktur TIK di Indonesia dilakukan pihak operator seluler. Namun, mengingat besarnya luas dan beragam tantangan kewilayahan di Indonesia yang menyebabkan masih terjadinya kesenjangan.
TIK atau digital gap, utamanya di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), Badan Layanan Umum (BLU) BAKTI Kominfo turut mengambil
peran dalam pengembangan infrastruktur TIK di Indonesia.
Seberapa jauh jangkauan program BAKTI yang telah dilakukan Kemenkominfo? Apakah pada tahun ke depan akan ada penambahan
kapasitas satelit?
Pembangunan infrastruktur TIK di Indonesia dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Terkhusus pada sektor hulu, infrastruktur digital digelar dalam tiga lapisan.
Pertama, lapisan backbone. Kemenkominfo terus memperkuat jaringan fiber optik sebagai tulang punggung konektivitas nasional.
Saat ini, telah terdapat total 459.111 km jaringan fiber optik nasional, terdiri atas 446.712 km jaringan fiber optik yang digelar operator telekomunikasi dan 12.399 km jaringan fiber optik Palapa Ring yang digelar BAKTI Kominfo.
Kedua, lapisan middle-mile. Kemenkominfo saat ini mendayagunakan satelit, jaringan microwave link dan fiber-link untuk menyediakan akses telekomunikasi dan internet. Untuk memperkuat itu, pada 2023, kami menargetkan peluncuran dua hightroughput satellite, yaitu Satelit
SATRIA-I dan Hot Backup Satellite dengan kapasitas gabungan sebesar 300 gbps. Satelit tersebut akan menyediakan akses internet untuk 150 ribu fasilitas umum di seluruh penjuru negeri.
Terakhir, lapisan last-mile. Dari total 83.218 kelurahan/desa di Indonesia, 70.670 kelurahan/desa telah terjangkau konektivitas 4G, Kementerian Kominfo bersama operator seluler terus berupaya menekan jumlah kelurahan/desa blank spot melalui pembangunan base transceiver station (BTS) di sisa 12.548 kelurahan/desa di Indonesia.
Terkait pengaturan penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang berdampak pada pemblokiran akses beberapa layanan elektronik, apakah
Kemenkominfo mengetahui kebijakan itu mendapatkan resistansi dari masyarakat?
Kementerian Kominfo menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya dan terbuka atas masukan yang diberikan dengan maksud dan tujuan yang konstruktif serta dilakukan tanpa unsur kekerasan sesuai koridor hukum yang tersedia.
Apa alasan utama Kemenkominfo mengeluarkan kebijakan tersebut? Solusi apa yang bisa ditawarkan dalam menciptakan regulasi di bidang komunikasi dan informatika yang makin bersahabat dengan investasi?
Pendaftaran PSE merupakan langkah pemerintah menegakkan kedaulatan digital, mengoptimalkan tata kelola, koordinasi, dan pengawasan terhadap PSE serta perlindungan terhadap pengguna PSE di Indonesia.
Melalui kewajiban pendaftaran PSE, Kemenkominfo mendorong peningkatan akuntabilitas PSE yang beroperasi di Indonesia. Upaya itu sekaligus menghadirkan jalur komunikasi yang baik antara masyarakat, pemerintah, dan PSE dalam melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik. (P-5)