12 August 2022, 20:15 WIB

Sorgum, Pangan Bernutirisi dan Ramah Lingkungan


Atalya Puspa | Humaniora

Antara/Muhammad Ibnu Chazar
 Antara/Muhammad Ibnu Chazar
Sejumlah pelajaran SMK merawat tanaman Sorgum.

INDONESIA saat ini menghadapi masalah gizi ganda (MGG). Yaitu sebagian masyarakat mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) yang menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti stunting sedangkan sebagian masyarakat mengalami kelebihan gizi (over nutrition) yang menyebabkan obesitas dan berbagai penyakit degeneratif. Untuk itu, tim peneliti dari IPB University telah mengembangkan varietas sorgum untuk pangan yang dapat membantu mengatasi masalah gizi ganda (MGG) di Indonesia.

Peneliti sorgum dari IPB University Desta Wirnas menjelaskan, sorgum merupakan tanaman biji-bijian (serealia) yang menghasilkan biji dengan kandungan karbohidrat yang setara padi, tetapi dengan berbagai keunggulan yang dapat menjadikannya karbohidrat sehat. Biji sorgum mengandung protein, vitamin B dan zat besi yang lebih tinggi dari beras. 

Baca juga: Resmi Dibuka, Radjak Hospital Cengkareng Siap Layani Masyarakat

"Dengan kelebihan ini harapannya, sorgum dapat membantu mengatasi masalah kekurangan zat gizi pada sebagian masyarakat Indonesia," tutur Desta, Jumat (12/8). 

Ia menjelaskan, sorgum memiliki keunggulan yang dapat menjadikannya karbohidrat sehat. Biji sorgum mengandung protein, vitamin B dan zat besi yang lebih tinggi dari beras. Dengan kelebihan ini, sorgum dapat membantu mengatasi masalah kekurangan zat gizi pada sebagian masyarakat Indonesia. 

Beras dan tepung sorgum, sebutnya, juga sangat sesuai untuk pangan masyarakat perkotaan yang mengalami over nutrisi. “Kandungan pati sorgum sebagian berupa resistant starch yang tidak mudah dicerna sehingga dapat mengenyangkan lebih lama tanpa menambah kalori. Sorgum juga mempunyai indeks glikemik antara 50-60 yang lebih rendah dari beras dari padi sehingga tidak cepat menaikan gula darah, “ jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, biji sorgum terutama yang berwarna mengandung senyawa fenolik tinggi yang berfungsi sebagai antioksidan. Biji sorgum menghasilkan karbohidrat yang bebas gluten, sehingga dapat dimanfaatkan menjadi pangan bebas gluten bagi penyandang autisme.

Sorice adalah singkatan dari Sorghum Rice atau beras sorgum yaitu nama yang diberikan bagi varietas sorgum yang dikembangkan oleh tim peneliti IPB University. IPB Sorice adalah varietas sorgum pangan dengan produktivitas tinggi. Varietas sorgum IPB Sorice Merah adalah sorgum berbiji merah hasil seleksi dari populasi hasil persilangan galur sorgum introduksi (PI-150-20-A) dan varietas nasional Kawali.

“Kedua varietas sorgum IPB University ini juga mampu tumbuh baik di lahan kering bertanah masam sehingga dapat mengurangi penggunaan input kapur pertanian jika ditanam di lahan bertanah masam. IPB Sorice telah ditanam di Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan sebagai bagian dari kegiatan uji multi lokasi,” ujar Desta. 

Menurutnya, bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa memasak nasi dari beras padi tidak akan mengalami kesulitan dalam mengolah sorgum karena beras sorgum dapat ditanak seperti menanak nasi dari beras padi. Tepung dari biji sorgum juga dapat diolah menjadi berbagai makanan baik cake maupun kue kering yang bebas gluten dan berprotein tinggi. 

Terpisah, saat ditemui Media Indonesia di Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyambut baik arahan Presiden yang akan menjadikan sorgum sebagai salah satu diferensiasi pangan Indonesia sebagai pengganti beras. 

"Yang menggembirakan buat saya adalah bahwa ini sebetulnya wujud konkret dari bagaimana kita mengendalikan penurunan emisi gas rumah kaca," kata Siti. 

Pasalnya, Siti menjelaskan, penanaman padi di lahan sawah yang memerlukan proses pengolahan tanah dengan cara dibajak akan menyumbangkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Berbeda dengan sorgum yang bisa ditanam di lahan kering. 

"Itu berbeda memang tingkat emisi gas rumah kacanya. Karena dari sisi pengolahan tanah kalau dibajak, diputar-putar git, emisi jga main di situ. Jadi hal-hal seperti ini bisa kita sebut juga sebagau adaptasi iklim," pungkas dia. (OL-6)

BERITA TERKAIT