BMKG menyampaikan terjadinya peningkatan suhu di permukaan Indonesia bagian barat dan tengah jika dibandingkan dengan kondisi 40 tahun terakhir. Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan menyerukan aksi mitigasi dalam mengurangi dampaknya.
"Keadaan perubahan suhu udara permukaan juga diikuti oleh perubahan suhu permukaan laut. Hasil analisis menunjukkan suhu permukaan laut di Indonesia juga terus meningkat, dengan laju yang lebih kuat setelah periode dekade 1960-an yaitu sebesar 0,2°C per dekade," jelas Ardhasena dalam pernyataannya.
Ia membeberkan, hasil analisis suhu udara permukaan global menurut perhitungan Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan (NOAA) Amerika Serikat, pada bulan Mei 2022 menunjukkan rata-rata anomali sebesar +0,178°C lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar normal klimatologi periode 1991-2020.
Pada bulan Juni 2022 ini wilayah dengan nilai anomali positif dimana rata-rata anomali suhu lebih tinggi daripada standar normal klimatologi meliputi bagian timur Amerika Utara, bagian barat Eropa, bagian tengah Rusia, bagian utara Australia, dan sebagian besar Kutub Selatan.
Melihat kecenderungan tren kenaikan suhu permukaan yang terus terjadi, kata Ardhasena, maka WMO menyatakan terdapat peluang sebesar 20% kenaikan suhu udara permukaan global dalam kurun waktu 5 tahun mendatang akan melebihi nilai ambang batas komitmen Kesepakatan Paris sebesar 1,5°C.
"Maka dari itu, sangat urgen bagi negara-negara untuk meningkatkan aksi mitigasi gas rumah kaca untuk menekan laju kenaikan pemanasan global," pungkasnya.
Ulah manusia
Lebih lanjut, Ardhasena mengatakan, hasil kajian Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menemukan bahwa aktivitas manusia (antropogenik) menjadi faktor dominan penyebab pemanasan global. "Pengaruh antropogenik yang lebih kuat dibandingkan pengaruh variabilitas alami seperti La Nina," sebutnya.
Ia menjelaskan, La Nina yang terjadi pada 2020 – 2021 memiliki kecenderungan menurunkan suhu permukaan bumi. Namun, kondisi iklim selama dua tahun tersebut justru menjadi tahun tepanas, setelah 2016. (H-2)