VAKSINASI covid-19, termasuk vaksinasi booster, di bulan Ramadan 2022 ini terus ditingkatkan.
Fatwa MUI No.13 tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 saat Berpuasa menyatakan bahwa vaksinasi covid-19 tidak membatalkan puasa. Pertimbangan MUI mengeluarkan fatwa ini salah satunya karena penyuntikannya melalui otot.
“Ada dua poin yang menjadi pertimbangan dalam tindakan vaksinasi covid-19 ini. Pertama karena vaksinasi tidak masuk ke rongga yang membatalkan puasa, seperti mulut dan hidung," jelas dr. Andi Khomeini Takdir Sp.PD, Chairman Junior Doctors Network Indonesia, Selasa (5/4).
"Alasan kedua karena ini ada kepentingan yang menyangkut kemaslahatan umat Islam sendiri, sesuai dengan anjuran dari para ahli dalam bidang kedokteran,” kata dr. Andi.
dr. Koko, biasa ia dipanggil, berpendapat bahwa jumlah dosis vaksin Covid-19 sangat sedikit sehingga tidak bisa dianggap sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang selama puasa.
Baca juga: Konsistensi Penanganan Covid-19 Dipertaruhkan pada Mudik Lebaran Tahun Ini
“Jumlah dosis vaksin yang disuntikkan juga terlalu sedikit untuk menggantikan cairan yang hilang selama berpuasa. Kita ketahui kebutuhan cairan tubuh manusia sehari sekitar 1.500 – 2.500 cc, sehingga dosis vaksin covid-19 yang sedikit tidak bisa menggantikan cairan tubuh yang hilang," paparnya.
"Lalu, tujuan vaksinasi juga bukan untuk menambah energi. Saya pikir beberapa fakta tersebut bisa menjadi landasan bagi mereka yang akan melakukan vaksinasi (termasuk booster) di bulan Ramadan ini, bahwa puasa bukan halangan untuk melakukan vaksinasi covid-19," ucap dr.Koko.
"Bahkan para Ulama menganjurkan vaksinasi dengan alasan untuk mencegah kerugian (mudharat) yang lebih besar, termasuk sebagai upaya untuk melindungi orang dari kondisi sakit yang berat,” terang dr. Koko.
Setelah memahami bahwa vaksinasi dan booster covid-19 tidak membatalkan puasa, yang perlu diketahui lebih lanjut oleh masyarakat saat ini adalah layak atau tidaknya seseorang menerima vaksinasi covid-19.
Sebelum menerima vaksin covid-19, seseorang akan menjalani screening dari petugas kesehatan. Pada tahap itu dilakukan penilaian terhadap kondisi seseorang, apakah memiliki kondisi yang fit atau tidak untuk menerima vaksin selama menjalankan ibadah puasa.
“Hal lain yang diamati oleh petugas kesehatan adalah penyakit pernyerta/komorbidnya seperti penyakit tekanan darah tinggi, diabetes melitus, gangguan ginjal atau jantung, apakah sudah terkontrol atau tidak," ucapnya.
"Penilaian terhadap komorbid ini yang dilakukan petugas kesehatan atau dokter untuk menentukan vaksinasi itu bisa dilanjutkan atau tidak,” kata dr. Koko lebih lanjut.
Tes Antigen tak batalkan puasa
Selain vaksinasi covid-19, secara umum pemeriksaan swab PCR maupun antigen juga tidak membatalkan puasa.
“Pemeriksaan swab PCR/antigen ini hanya mengusap hidung bagian dalam dan rongga mulut. Tidak ada tambahan cairan ke tubuh yang diberikan pada aktivitas ini. Saya pikir, apabila perspektif ini yang dipakai, maka hal ini tidak membatalkan puasa,” ujar dr. Koko.
Hal ini juga sejalan dengan Fatwa MUI No. 23 tahun 2021 yang menyatakan bahwa pelaksanaan tes swab tidak membatalkan puasa dan umat Islam yang menjalankan puasa diperbolehkan untuk tes swab guna deteksi dovid-19.
Diketahui pemerintah sudah mengumumkan bahwa vaksinasi menjadi salah satu syarat untuk memperlonggar aturan mudik lebaran tahun ini. Kendati begitu, protokol kesehatan sebaiknya tidak kendor dilakukan masyarakat.
Terkait dengan situasi pandemi saat ini dr. Koko cenderung berpendapat bahwa, Indonesia tengah berada pada fase praendemi.
“Memang kondisi pra-endemi ini belum resmi, masih sebatas pendapat sebagian ahli yang mencoba melihat beberapa aspek termasuk aspek jumlah kasus terkonfirmasi covid-19 yang sudah mulai stabil, fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah lebih siap untuk membantu pasien, dan cakupan vaksinasi Indonesia yang sudah semakin luas," tuturnya.
"Mungkin berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah berani mengambil langkah untuk melonggarkan pengetatan aktivitas masyarakat saat ini. Di sisi lain, hal ini diperlukan untuk menggerakkan perekonomian masyarakat,” kata dr. Koko. (Nik/OL-09)